Learn from experience

BELAJAR.NET-"Life is a journey to be experienced, not a problem to be solved".

Grateful Every Time

BELAJAR.NET-"Do something today that your future self will thank you for".

the Road to Success

BELAJAR.NET-"Work hard in silence. Success be your noise"..

Learning Without Limits

BELAJAR.NET-"Don't stop learning because life doesn't stop teaching"

Focus on What you Want

BELAJAR.NET-"Your time is limited, so don't waste it living someone else's life".

Resume Landasan Sosial Budaya

BAB V
LANDASAN SOSIAL BUDAYA

           
Sumber. Google-image
Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari unsur sosial budaya. Sebab sebagian terbesar dari kegiatan manusia dilakukan secara kelompok. Pekerjaan di rumah, di kantor, di perusahaan, di perkebunan, di bengkel, dan sebagainya, hampir semuanya dikerjakan oleh lebih dari seorang. Ini berarti unsur sosial ada pada kegiatan-kegiatan itu. Selanjutnya tentang apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya serta bentuk yang diinginkan merupakan unsur dari satu budaya. Membenahi kebun di rumah misalnya, dikerjakan oleh pembantu dibayah arahan ibu rumah tangga, bertujuan agar kebun itu bersih dan indah. Ini merupakan suatu budaya. Alat untuk bekerja dan cara mengerjakan dengan baik juga merupakan suatu budaya.
            Sosial mengacu kepada hubungan antarindividu, antarmasyarakat, dan individu dengan masyarakat. Unsur sosial ini merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu, aspek sosial melekat pada diri individu yang perludikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar menjadi matang. Di samping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak dalam upaya mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan.
            Bagaimana dengan aspek budaya? Sama halnya dengan sosial, aspek budaya inipun sangat berperan dalam proses pendidikan. Malah dapat dikatakan tidah ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Dengan demikian budaya tidak pernah lepas dari proses pendidikan itu sendiri.
            Bab ini membahas landasan sosial budaya dalam pendidikan. Uraiannya diatur secara berturut-turut dan (1) sosiologi dan pendidikan, (2) kebudayaan dan pendidikan, (3) masyarakat dan sekolah, (4) masyarakat indonesia dan pendidikan, dan (5) implikasi konsep pendidikan.
  1. Sosiologi dan pendidikan
Ada sejumlah definisi tentang sosiologi, namun walaupun berbeda-beda bentuk kalimatnya, semuanya memiliki makna yang mirip. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi, sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.
Sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai uraian berikut:

  1. Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
  2. Teoretis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
  3. Komulatif, sebagai akibat dari perciptaan terus-menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori-teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori-teori yang lebih baik.
  4. Nonetis, kerena teori itu menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu-individudi dalamnya, menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Sejalan dengan lahirnya pemikiran tentang pendidikan kemasyarakatan, maka pada abaad ke-20 sosiologi memerankan peranan penting dalam dunia pendidikan. Dalam bab landasan sejarah telah dijelaskan bahwa akibat aliran liberalisme dan positivisme manusia di dunia tidak pernah merasa hidup damai, yang merangsang munculnya aliran kemasyarakatan dalam pendidikan. Aliran ini berusaha membuat manusia bisa merasa tenang melalui pendidikan. Ini berarti proses pendidikan harus diubah.
            Pendidikan yang diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini ialah proses pendidikan yang bisa mempertahankan dan meningkatkan kesehatan hidup dalam pergaulan manusia. Untuk mewujutkan cita-cita pendidikan sangat membutuhkan bantuan sosiologi. Konsep atau teori sosiologi memberi petunjuk kepada guru-guru tentang bagaimana seharusnya mereka membina para siswa agar memreka memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman. Para guru dan pendidik lainnya akan menerapkan konsep sosiologi dilembaga pendidikannya masing-masing.
            Salah satu bagian sosiologi yang dapat dipandang sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan ini membahas sosiologi yang terdapat pada pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi: (1) interaksi guru-siswa, (2) dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah, (3) struktur dan fungsi sistem pendidikan, dan (4) sistem-sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.
            Sosiologi dan sosiologi pendidikan saling terkait. Mari kita lihat bagaimana bagian-bagian sosiologi memberi bantuan kepada pendidikan dalam wujud sosiologi pendidikan. Pertama-tama adalah tentang konsep proses sosial, yaitu suatu cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Proses sosial atau sosialisasi ini menjadikan seseorang atau kelompok yang belum tersosialisasi atau masih rendah tingkat sosialnya menjadi tersosialisasi atau sosialisasinya semakin meningkat. Dia atau mereka semakin kenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak lain, dan sebagainya.
            Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh faktor-faktor berikut:
1.      Imitasi
2.      Sugesti
3.      Identifikasi
4.      Simpati
Proses sosial bisa terjadi karena salah satu dari faktor di atas atau gabungan beberapa daripadanya.
Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Kalau anaknya meniru orangtuanya atau gurunya berpakaian rapi, maka anak ini sudah mensosialisasi diri secara positif baik terhadap orang tuanya maupun terhadap gurunya. Tetapi kalau anak meniru orang-orang lain meminum minuman keras, maka ia melakukan sosialisasi negatif, ia masuk kekelompok orang-orang yang minum minuman keras.
Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas. Sugesti ini memberi jalan bagi anak itu untuk mensosialisasi dirinya. Namun kalau anak terlalu sering mensosialisasi lewat sugesti dapat membuat daya berpikir yang rasional terhambat.
Seorang anak dapat juga mensosialisakikan dirinya lewat indentifikasi. Ia berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun dibawah sadar. Seorang anak bisa saja mengidentifikasi gurunya dalam lompat tinggi sebab guru itu juara dalam lompat tinggi. Atau anak lain akan mengidentifikasi guru pitri yang cantik. Anak ini ingin secantik gurunya, paling sedikit dalam caranya berdandan.
Simpati adalah faktor terakhir yang membuat anak mengadakan proses sosial. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Faktor perasaan memegang peranan penting dalam simpati. Sebab itu hubungan yang akrap perlu dikembangkan antara guru dengan peserta didik agar simpati itu mudah muncul, sosialisasi mudah terjadi, dan anak-anak akan tertib mematuhi peraturan-peraturan kelas dalam belajar.
Keempat faktor tersebut diatas yang mendasari sisialisasi anak-anak adalah merupakan suatu tingkatan keterlibatan hati anak-anak dalam mengadakan proses sosial. Hati mereka paling terlibat adalah pada faktor terakhir yaitu simpati. Proses sosial ini ada kalanya disebabkan atau didasari oleh salah satu atau beberapa faktor itu, tetapi sering pula terjadi didasari oleh keempat faktor itu secara berturut-turut mulai dari imitasi sampai dengan simpati.

Untuk memudah terjadi sosialisasi dalam pendidikan, maka guru perlu menciptakan situasi, terutama pada dirinya sendiri, agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul pada diri anak-anak. Begitu halnya dengan kondisi kelas, perlu dibina dengan baik agar sosialisasi anak-anak tidak terhambat.

Coleman (1984) menulis bahwa suatu yang terpenting fungsi sekolah ialah memberikan dan membangkitkan kebutuhan sosial dan rekreasi. Kebutuhan rekreasi di sini membuat anak-anak merasa gembira, antusias, dan tidak merasa dipaksa datang kesekolah. Perasaan seperti ini bertalian erat dengan perasaan sosial. Sudah tentu hal ini membuat mereka senang dan puas belajar disekolah. Untuk Melanjutkan Klik http://irmansiswantoaceh.blogspot.co.id/2015/12/lanjutan-resume-landasan-sosial-budaya.html
View My Stats
loading...

Lanjutan Resume Landasan Sosial Budaya

Sumber, Google-Image
Lanjutan >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Dalam proses sosial terdapat interaksi sosial, yaitu sustu hubungan sosial yang dinamis. Interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat sebagai berikut:
1.      Kontak sosial
2.      Komunikasi 
Baik kontak sosial maupun komunikasi dapat menghasilkan interaksi sosial yang positif dan dapat pula negatif. Hal ini bergantung kepada hasil akhir dari interaksi sosial itu.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu: Untuk membuka wawasan secara Luas Klik http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/cobaBK
1.      Kontak antarindividu. Misalnya anak dengan ibu rumah tangga, siswa dengan guru atau siswa dengan siswa di sekolah.sudah tentu kontak-kontak ini memiliki maksud-maksud tersendiri, seperti minta penjelasan sesuatu, bertanya tentang suatu hal, belajar bersama, dan sebagainya.
2.      Kontak antara individu dengan kelompok atau sebaliknya. Contohnya ialah seorang remaja ingin ikut perkumpulan sepak bola, seorang guru mengajar di kelas, pengurus BP3 mendatangi kepala sekolah un tuk keperluan tertentu, dan sebagainya.
3.      Kontak antarkelompok, misalnya rapat orang tua sisiwa dengan guru-guru, dua perkumpulan sosial bernegosiasi untuk mengatasi kenakalan remaja, dua kelompok kesenian merencanakan main bersama disuatu daerah, dan sebagainya.
Komunikasi adalah proses penyampaian pikirandan perasaan seseorang kepada orang lain atau sekelompok orang. Ada sejumlah alat yang dapat dipakai mengadakan komunikasi. Alat-alat yang dimaksud adalah:
1.      Melalui pembicaraan, dengan segala macam nada seperti berbisik-bisik, halus, kasar, dan keras bergantung kepada tujuan pembicaraan dan sifat orang yang berbicara.
2.      Melalui mimik, seperti raut muka, pandangan dan sikap.
3.      Dengan lambang, contohnya ialah bicara isyarat untuk orang-orang tuna rungu, menempelkan telunjuk didepan mulut, menggelengkan kepala, menganggukkan kepala, membentuk huruf O dengan jari tangan, dan sebagainya.
4.      Dengan alat-alat, yaitu alat-alat elektronik, seperti radio, televisi, telepon, dan sejumlah media cetak seperti buku, majalah, surat kabar, brosur, dan sebagainya.
Keempat alat komunikasi itu dapat dipakai dalam pendidikan. Namun perlu dipilih agar cocok dengan materi yang dipelajari anak-anak dan dengan cara mempelajarinya.
Sesudah mempelajari syarat-syarat interaksi sosial, mari kita lihat bentuk-bentuk interaksi sosial itu, yaitu sebagai berikut:
1.      Kerja sama, misalnya kerja sama dalam kelompok belajar pada anak-anak, kerja sama antarguru-guru, guru-guru dengan para orang tua siswa, dan sebagainya.
2.      Akomudasi, ialah usaha untuk meredakan pertentangan, mencari kestabilan, serta kondisi berimbang di antara para anggota. Contohnya ialah hasil kompromi antarsiswa dalam menentukan tujuan daerah karyawisata.
3.      Asimilasi atau akulturasi, ialah usaha mengurangi perbedaan pendapat antaranggota serta usaha meningkatkan persatuan pikiran, sikap, dan tindakan dengan memperhatikan tujuan-tujuan bersama. Demokrasi dalam pendidikan pakaian seragam, dan perlaukuan sama di sekolah adalah upaya memperlancar  asimilasi dalam dunia pendidikan. Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya akulturasi yaitu:
a.       Toleransi
b.      Menghargai kebudayaan orang lain
c.       Sikap terbuka
d.      Demokrasi dalam banyak hal
e.       Ada kepentingan yang sama
4.      Persaingan, sebagai bentuk interaksi sosial yang negatif. Misalnya persaingan untuk mendapatkan nilai akademik tertinggi dan persaingan dalam perbagai perlombaan. Kadang-kadang persaingan dapat juga meningkatkan daya juang seseorang. Namun, persaingan dalam pendidikan lebih banyak negatifnya daripada positifnya.
5.      Pertikaian, adalah proses sosial yang menunjukkan pertentangan atau komflik satu dengan yang lain. Banyak hal yang dapat menimbulkan komflik seperti perbedaan kepentingan, kebudayaan, dan pendapat. Dapat juga disebabkan karena perbedaan tingkat sosial, atau karena rasa iri dan cemburu. Sekolah seharusnya berusaha meniadakan sumber-sumber pertentangan ini.
Kini mari kita lanjutkan dengan pembahasan tentang kelompok sosial. Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia itu merupakan suatu individu dan sekligus bagian dari masyarakat. Sebagai suatu individu, ia merupakan satu kesatuan yang utuh serta bersifat unik. Di samping itu ia juga merupakan bagian dari masyarakat, ia merupakan makhluk sosial. Ia selalu mencari orang atau orang-orang lain untuk diajak berteman. Ini membuktikan ia sebagai makhluk sosial.
Kelompok sosial berarti himpunan sejumlah orang, paling sedikit dua orang, yang hidup bersama, karena cita-cita yang sama. Ada beberapa persyaratan untuk terjadinya kelompok sosial, yaitu:
1.      Setiap anggota meiliki kesadaran sebagai bagian dari kelompok.
2.      Ada interaksi atau hubungan timbal balik antara anggota.
3.      Mempunyai tujuan yang sama.
4.      Membentuk norma yang mengatur ikatan kelompok.
5.      Terjadi struktur dalam kelompok yang membentuk peranan dan status sebagai dasar kegiatan dalam kelompok.
Dalam dunia pendidikan kelompok sosial ini bisa berbentuk kelompok personalia sekolah, kelompok guru, kelompok siswa, kelas, subkelas, kelompok belajar di rumah, dan sebagainya.
Dalam kelompok sosial dibedakan antara kelompok primer dan skunder. Kelompok primer akan terjadi manakala hubungan antaranggota cukup erat, kenal, dan akrab satu dengan yang lain. Pada umumnya jumlah anggota kelompok ini kecil, misalnya kelas dan kelompok belajar di rumah. Sedangkan kelompok skunder adalah kelompok yang anggotanya cukup banyak sehingga sering mereka tidak kenal satu dengan yang lainnya. Contoh kelompok skunder adalah doden-dosen suatu perguruan tinggi yang besar, dan beberapa organisasi profesi.
Ada istilah lain yang berhubungan dengan kelompok sosial, yaitu kelompok formal dan kelompok informal. Dikatakan kelompok formal sebab kelompok itu memiliki urutan-urutan yang jelas yang sengaja diciptakan untuk menegakkan kelompok itu. Sebaliknya kelompok informal adalah kelompok yang tidak punya peraturan seperti itu. Mereka berkelompok karena kepentingan yang sama ditempat yang sama. Kelompok-kelompok dalam dunia pendidikan pada umumnya bersifat formal.
Berbeda dengan kelompok-kelompok sosial yang sifatnya terutama adalah kerumunan yang sifatnya tidak teratur. Dalam dunia pendidikan jarang terjadi kerumunan, sebab hampir semua kegiatannya direncanakan sejak awal. Namun hal itu kadang-kadang juga bisa terjadi, seperti ada orang luar yang mencopet di halaman sekolah dan tertangkap, akan mengundang kerumunan anak-anak untuk mengetahuinya.
Setiap kelompok sosial memiliki dinamikanya sendiri-sendiri, yang disebut dinamika kelompok. Dinamika ini bermanfaat bagi setiap kelompok untuk memajukan kelompoknya. Ada dua teori yang dipakai untuk meningkatkan prodiktivitas kelompok sosial, yaitu: (wuraji, 1988 dan sudardja, 1988).
1.      Teori Struktural Fungsional
2.      Teori Konflik
Masing-masing akan dijelaskan pada bagian berikut.
Teori Struktural Fungsional memanfaatkan struktur dan fungsi untuk meningkatkan produktivitas kelompok. Yang dimaksud dengan struktur ialah bagian-bagian kelompok dengan peranan dan posisinya masing-masing. Tiap-tiap bagian itu memiliki fungsi sendiri-sendiri. Bila struktur itu disempurnakan dan fungsinya ditingatkan atau diintensifkan, maka diyakini kerja kelompok akan menjadi lebih baik yang membuat produktivitasnya menjadi meningkat. Teori ini dapat diaplikasikan di sekolah atau di kantor pendidikan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja para personalia pendidikan.
Teori konflik menggunakan prinsip-prinsip pemaksaan dalam melakukan perbaikan atau perubahan kelompok sosial. Misalnya agar dosen-dosen beramai-ramai meneruskan ke S2 atau S3, maka diadakan peraturan yang menyatakan dosen paling sedikit tamat S2. Begitu pula dengan pengumuman bagi siswa yang belum melunasi SPP tidak boleh ikut ujian. Sama halnya dengan teori strukturan fungsional, teori inipun kemudian dikembangkan menjadi teori radikal. Artinya perubahan-perubahan dalam kelompok sosial dilakukan secara radikal. Yang memegang kekuasaan melakukan perubahan ialah kelompok kecil yang elit yang ada di kelompok sosial itu.
di samping struktur, fungsi, dan tekanan yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam kelompok, seperti diuraikan di atas, masih ada beberapa faktor yang merupakan kekuatan-kekuatan dalam kelompok yang menimbulkan dinamika kelompok. Kekuatan-kekuatan yang dimaksud adalah:
1.      Tujuan kelompok. Bila tujuan berubah atau sulit dicapai, maka dinamika kelompok akan mucul.
2.      Pembinaan kelompok. Pembinaan berarti membuat sesuatu agar lebih baik atau berubah dari keadaan semula. Hal ini jelas dapat mengganggu kestabilan kelompok.
3.      Rasa persatuan dalam kelompok. Sikap seperti ini biasanyamemberi dorongan untuk meningkatkan aktivitas kelompok. Misalnya ingin menjadi kelompok terbaik.
4.      Iklim kelompok. Iklim atau suasana kelompok yang kondiktif akan membawa ketenangan dan meningkatkan prestasi. Sebaliknya iklim kelompok yang tidak baik, iri dan banyak permusuhan misalnya, akan membuat kelompok menjadi rusak serta menurunkan prestasi.
5.      Efektivitas kelompok. Makin efektif suatu kelompok makin meningkat produktivitasnya.


Berbicara tentang dinamika kelompok, maka perlu diketahui tentang istilah dinamika yang stabil. Dinamika yang baik ialah dinamika yang stabi. Sebab bila suatu kelompok disebut dinamis bisa saja menjurus ke hal-hal yang negatif, seperti menggoyahkan persatuan dan kesatuan, menggoyahkan kepemimpinan, demonstrasi oleh yang tidak sepakat dengan hal-hal yang baru, dan sebagainya. Sebaliknya stabil juga tidak baik, sebab suatu kelompok sosial mencerminkan stasis, mempertahankan status quo, dan anti perubahan. Artinya kelompok ini berusaha maju mengikuti zaman atau mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi dengan tetap memperhatikan kestabilan kelompok. Wuradji (1988) menyebutkan tiga prinsip yang melandasi kestabilan kelompok, yaitu integritas, ketenangan, dan konsensus.

Contoh Surat Perubahan Universitas LPDP

Jakarta, 10 Juli  2015
Kepada Yth.
Bpk. Eko Prasetyo
Direktur Utama
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
Di
Tempat

                        Perihal: Perubahan Universitas Tujuan Belajar

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Melalui surat ini, saya Ridwan Aji Budi Prasetyo, calon penerima Beasiswa Magister Luar Negeri LPDP (kode registrasi: 0005239/SC/M/2/lpdp2013) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Utama LPDP Nomor KEP-30/LPDP/2013 tanggal 17 Juni 2013, bermaksud untuk mengajukan perubahan universitas tujuan belajar.

Adapun perubahan tersebut adalah dari pengajuan awal yaitu University of Leeds, UK menjadi University of Nottingham, UK. Sementara itu, jurusan yang akan diambil tidak berubah, yaitu Human Factors and Ergonomics dengan penerapan pada bidang Keselamatan Transportasi (Transportation Safety).

Adapun alasan perubahan universitas tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Jurusan Human Factors and Ergonomics di University of Nottingham memiliki modul kuliah yang lebih komprehensif dan lebih sesuai dengan bidang yang ingin saya pelajari baik dari sisi teoritis maupun praktis.
2.    Jurusan Human Factors and Ergonomics di University of Nottingham memiliki berbagai jenis riset di bidang yang ingin saya pelajari dan didukung oleh ahli-ahli yang berpengalaman.
3.    University of Nottingham memiliki ranking yang lebih baik dibandingkan University of Leeds (University of Nottingham: ranking 120 versi The Times Higher Education World Univesity Rankings 2012/2013; ranking 72 versi QS World University Ranking 2012/2013. University of Leeds: ranking 142 versi The Times Higher Education World Univesity Rankings 2012/2013; ranking 94 versi QS World University Ranking 2012/2013).
4.    Telah memperoleh Unconditional Letter of Acceptance (LoA) baik dari University of Nottingham maupun dari University of Leeds.

Saya sangat berharap agar permohonan saya ini dapat disetujui. Demikian surat ini saya sampaikan, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.


                                                                                                Hormat saya,


                                                                                               
                                                                                            Irman Siswanto

Tipologi Kepemimpinan

     
Sumber Gambar:http://unnes.ac.id/
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau dipacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini

1. Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan bakat bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.

2. Teori Sosial
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.

3. Teori Ekologis.
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.
Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).

1. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya, Dalam tindakan pengge-rakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.

2. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan, Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya, Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

3. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective), jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.

4. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.

5. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.

Sumber:http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1253275195&&&1036006290&&1351745423&ayur001

Pubertas

Dalam mempelajari Psikologi perkembangan kita sering mengenal namanya fase pubertas, Nah dibawah ini akan dijelaskan fase-fase tersebut :
Masa pubertas itu berlangsung :
a. Masa Prepubertas :
 Bagi anak wanita : 12-13 tahun
 Bagi anak laki-laki : 13-14 tahun
b. Masa Pubertas :
 Bagi anak wanita : 13-18 tahun
 Bagi anak laki-laki : 14-18 tahun
c. Masa Adolesen
 Bagi anak wanita : 18-21 tahun
 Bagi anak laki-laki : 19-23tahun 
f. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia
Secara umum perkembangan manusia selalui dipengarihi oleh factor luar dan factor dalam, factor indogen dan factor eksogen, factor extern dan intern.
Dalam hal ini K.H. DEWANTARA menggunakanistilah factor ajar bagi factor extern atau exsogen dan istilah dasar untuk factor indogen atau factor intern. Pendapat terakhir yang sampai sekarang dapat diterima oleh orang banyakpun masih merupakan suatu teori. Yakni teori yang dikemukakan oleh seorang psikolog dari Jerman bernama WILLIAM STERN.
Dalam hai ini ia berpendapat bahwa, apabila kedua factor tersebut masing-masing diganbarkan sebagai garis yang bertemu pada suatu titik dan membentuk sudut tertentu, maka titik itu dapat digambarkan sebagai pribadi seseorang, garis datar sebagai factor dasar, dan garis lain sebagai factor ajar, maka pribadi orang tersebut akan berkembang melalui garis diagonal yang dapat dibuat dalam jajaran genjangdari kedua garis tersebut.

Perkembangan Kepribadian



Sumber Gambar:http://wapannuri.com/
1. PERKEMBANGAN

a) Pengertian Perkembangan
Obyek psikologi perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai pribadi. Para ahli psikologi juga tertarik akan masalah seberapa jauhkah perkembangan manusia tadi dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat (Van den Berg, 1986; Muchow, 1962).namun perhatian psikologi perkembangan yang utama tertuju pada perkembangan manusianya sebagai person, dan masyarakat merupakan tempat berkembangnya person tadi.
Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih baik atau sempurna dan tidak begitu saja dapat di ulang lagi. Perkembangan menunjuk ada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat di putar kembali (Werner, 1969).
Perkembangan juga berkaitan daengan belajar khususnya mengenai isi proses perkembangan, apa yang berkembang berkaitan dengan perilaku belajar. Dengan demikian perkembangan dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang menuju kea rah suatu organisasi pada tingkat intergrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pemasakan dan belajar. Suatu devinisi yang relevan yang dikemukakan oleh Monks sebagai berikut : Perkembangan psikologis merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang akan menjadi actual dan terwujud. 

Contoh Perkembangan :
1. Tingginya badan pada diri seseorang.
2. Berkembangnya daya pikir seseorang, yaitu dari masa kanak-kanak menjadi dewasa.
3. berkembangnya teknologi-teknologi canggihdi seluruh dunia.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) sebagai berikut : Perkembangan sejalan dengan prinsip ortho genetic, bahwa perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai ke keadaan dimanadiferensiasi, artikulasi, dan integrasi, meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi itu diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak, bahawa dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
Pada anak prasekolah dan taman kanak-kanak tampak adanya diskontinuitas, sedang pada kelompok umur yang lebih tinggi sampai dengan mahasiswa menunjukkan kontinuitas.
Menurut Nagel (1957) Perkembangan merupakan pengertian dimana terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai fungs-fungsi tertentu, o;eh karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun da;am bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi.
Menurut Schneirla (1957), Perkembangan adalah perubahan-perubahan progesif dalam organisasi organisme, dan organisme inidilihat sebagai system fungsional dan adaptif sepanjang hidupnya. Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua faktor yakni kematangan dan pengalaman.
Spiker (1966), Mengemukakan dua macam pengertian yang harus dihubungkan dengan perkembangan yaitu :

1. Ortogenetik, yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu yang baru dan seterusnya sampai dewasa.
2. Filogenetik, yakni perkembangan dari asal usul manusia sampai sekarang ini. Perkembangan perubahan fungsi sepanjang masa hidupnya menyebabkan perubahan tingkah laku dan perubahan ini juga terjadi sejak permulaan adanya manusia, jadi perkembangan ortogenetik ,engarah ke suatu tujuan khusus sejalan dengan perkembangan evolusiyang mengarah kepada kesempurnaan manusia.
Bijou dan Baer (1961) Mengemukakan perkembangan psikologis adalah perubahan progesif yang menunjukkan cara organisme bertingkah laku dan berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi yang dimaksud ini disisni adalah apakah suatu jawaban tingkah laku akan diperlihatkan atau tidak,tergantung dari perangsang-perangsang yang ada di lingkungannya.
Rumusan ini lain tentang arti perkembangan yang dikemukakan oleh Libert, Paulus, dan Strauss (Singgih, 1990:31) yaitu bahwa Perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu ssebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang menampak. Perkembangan dapat juga dilikiskan debagai suatu proses yang kekal dan tetap yang menuju kearah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kematangan, dan belajar (Monks, 1984:2) 
b) Tugas-tugas Perkembangan
Perkembangan merupakan proses yang menggambarkan perilaku kehidupan sosial psikologi manusia padapasisi yang harmonisdi dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan komplek. Oleh Havighurst perkembangan tersebut dinyatakan sebagai tugas yang harus di pelajari, dijalani, dan dikuasai oleh setiap individu dalam perjalanan hidupnya, atau dengan perkataan lain perjalanan hidup manusia ditandai dengan berbagai tugas perkembangan yang harus di tempuh.pada jenjang kehidupan remaja, seseorang telah berada pada posisi yang cukup kompleks, dimana ia telah banyak menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, seperti misalnya, mengatasi sifat tergantung pada orang lain, memahami norma pergaulan dengan teman sebaya, dan lain-lain. Dengan demikian para remaja menjalani tugas mempersiapkan diri untuk dapat hidup dewasa, dalam arti mampu manghadapi masalah-masalah, bertindak dan bertanggungjawab sendiri. Oleh karena itu, tugas perkembangan pada masa remaja ini di pusatkan pada upaya untuk menanggulangi sikap dan pola perilaku kekanak-kanakan 
Tugas-tugas perkembangan tersebut oleh Havighurst dikaitkan dengan fungsi belajar, karena pada hakikatnya perkembangan kehidupan manusia dipandang sebagai upaya untuk mempelajari norma kehidupan dan budaya masyarakat agar ia mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik dan didalam kehidupan nyata.
Oleh karena itu, jenis tugas perkembangan remaja itu pada dasarnya mencakup segala persiapan diri untuk memasuki jenjang dewasa, yang intinya bertolak dari tugas perkembangan fisik dan tugas perkembangan sosio-psikologis. Havighurst (Garrison, 1956:14-15) mengemukakan 10 jenis tugas perkembangan remaja, Yaitu :
1. Mencapai hubungan dengan teman lawan jenisnya secara lebih memuaskan dan matang.
2. Mencapai perasaan seks dewasa yang diterima seacara sosial.
3. Menerima keadab badannya dan menggunakannya secara efektif.
4. mencapai kebebasan emosianal dari orang dewasa.
5. Mencapai kebebasan ekonomi.
6. Memilihdan menyiapkan suatu pekerjaan.
7. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
8. Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual yang perlu bagi warga Negara yang kompeten.
9. Menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertanggung jaawab secara social
10. Mencapai suatu perangkat nilai yang digunakan sebagai pedoman tingkah laku.
Tugas-tugas tersebut pada dasarnya tidak dapat terpisahkan secara pilah, karena remaja itu adalah pribadi yang utuh. Dilihat dari perkembangan kehidupan secarta menyeluruh, pertumbuhan dan perkembangan dimasa remaja relatif berjalan secara singkat. Hal ini dapat bertambah sulit bagi remaja yang sejak masa anak-anak telah memiliki konsep yang mengagungkan penampilan diri pada waktu dewasa nanti. Oleh karena itu, tidak sedikit remaja bertingkah kurang baik dan kurang tepat. 
c) Hakekat Perkembangan. 
Kalau kita perhatikan segala sesuatu yang berada di sekitar kita, baik kehidupan manusia, binatang, flora, fauna maupun benda-benda anorganing, kita akan melihat satu hal yang abadi, yaitu selalu adanya perubahan. Segalanya selalu berubah, lambat atau cepaat, berulud penyusutan, pertumbuhan maupun perkembangan, menurut sifat dan kodratnya masing-masing. Semuanya berubah, tidak satupun yang kekal abadi kecuali ketidakabadian itu sendiri.
Hal ini berlaku juga dalam menghadapi pertumbuhan pemuda, secara psikhophisis. Aspek-aspek yang berkembang dari kehidupan manusia, yaitu pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang hidup dalam keadaan :
1. Psikhophisis, yang berarti manusia adalah makhluk yang hidup dalam kesatuan dua, secara jasmaniah dan rohaniah.
2. Sosioindividuil, yang berarti manusia adalah makhluk yang hidup dalam kesatuan dua, social dan individual. 
3. Culturilreligious, yang berarti manusia adalah makhluk yang hidup dalam kesatuan dua, dicipta (oleh Maha Pencipta) dan mencipta (kebudayaan).
Semua sifat itu dan semua aspek tersebut berkembang seluruhnya secara simultan selama mendapat kesempatan dan sejauh masih memungkinkan, menurut irama variasi dan isinya sendiri-sendiri. 
d. Beberapa Teori Proses Perkembangan
Teori pertama yang tertua adalah yang diajukan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama JOHANN FRIEDERISCHE HERBART berpendapat bahwa terjadinya perkembangan adalah oleh karena adanya unsur-unsur yang berasosiasi, sehingga sesuatu yang semula bersifat simple (unsure yang sedikit) makin lama makin banyak dan kompleks. Herbart berpendapat demikian, karena teorinya bahwa anak baru lahir keadaan jiwanya masih bersih. Sejak alat inderanya dapat menangkap sesuatu yang datang dari luar, maka alat indera itu mengirimkan gambar atau tanggapan ke dalam jiwanya. Makin banyak tangkapan, makin banyak pula tanggapan.
Teori kedua GESTALT ( WILHWLM WUNDT) berpendapat bahwa proses perkembangan bukan berlangsung dari sesuatu yang komkpleks, melainkan berlangsung dari sesuatu yang bersifat global (menyeluruh tetapi samara-samar)ke makin lama makin dalam keadaan jelas, nampak bagian-bagian keseluruhan itu.
Teori ketiga JAMES MARK BALDWIN berpendapat bahwa, proses perkembangan itu adalah proses sosialisasi dari sifat individualis. Dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi. Adaptasi dan seleksi berlangsung atas dasar hokum efek (law of effect) tingkah ;laku pribadi seseorang adalah hasil peniruan (imitasi)
Teori keempat adalah teori Freudism (SIGMUND FREUD) dalam mengemukakan teorinya, ia menggunakan sebagai contoh :”Pada masa bayi, manusia belum bermoral kemudian sudah memiliki moral secara heterogen, dan akhirnya memiliki moral dengan norma yang ditetapkan sendiri secara autonom.” Proses pemilikan moral dari heterogen ke moral autonom ini disebut internalisasi. Sebab norma moral tersebut ditentukan sendiri oleh manusoia dengan menggunakan factor internnya.