Learn from experience

BELAJAR.NET-"Life is a journey to be experienced, not a problem to be solved".

Grateful Every Time

BELAJAR.NET-"Do something today that your future self will thank you for".

the Road to Success

BELAJAR.NET-"Work hard in silence. Success be your noise"..

Learning Without Limits

BELAJAR.NET-"Don't stop learning because life doesn't stop teaching"

Focus on What you Want

BELAJAR.NET-"Your time is limited, so don't waste it living someone else's life".

FIQH JARIMAH


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Perlu di ketahui bahwa syariah tidak menciptakan hukum-hukum dengan kebetulan, tetapi dengan hukum-hukum itu bertujuan untuk mewujudkan maksud-maksud yang umum. Kita tidak dapat  memahami nash-nash yang hakiki kecuali mengetahui apa yang di maksud oleh syara’ dalam menciptakan nash-nash itu. Petunjuk-petunjuk lafadz dan ibaratnya terhadap makna sebenarnya, kadang-kadang menerima beberapa makna yang di jelaskan yang salah satu maknanya adalah mengetahui maksud syara’. 


B.   Rumusan Masalah

1.        Pengertian ushul fiqh dan fiqh ?
2.        Pengertian fiqh jinayah dan jarimah ?
3.        Unsur-unsur jarimah dan macam-macam jarimah?
4.        Pengertian Ta’zir ?

C.   Tujuan

  1. Mengetahui pengertian ushul fiqh dan fiqh.
  2. Mengetahui pengertian fiqh jinayah dan jarimah.
  3. Mengetahui unsur-unsur jarimah dan macam-macam jarimah.
  4. Mengetahui pengertian Ta’zir.

BAB II

PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN USHUL FIQH DAN FIQH

1.      Pengertian ushul fiqh
Ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar,teori-teori,sumber-atau jalan yang harus di tempuh di dalam melakukan istimbah hukum dari dalil-dalil syara’.
Ushul fiqh adalah kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang di pergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalil yang bersifat amaliah dan di ambilkan dari dalil-dalil yang tafsili  (Rauzah)
Ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum dalam islam yang menyangkut tentang kaidah-kaidah yang ada dalam islam  (Fajar)
2.      Pengertian fiqh
Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang mengenai perbuatan dengan melalui dalil-dalilnya yang terperinci
            Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan hukum syara’ tentang perbuatan manusia berdasarkan dalil-dalil yang terperinci lebih dalam (Fajar)
            Fiqh adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum shara’ yang bersifat fa’riyah (cabang),yang di hasilkan dari dalil-dalil yang tafsil(khusus,terinci,dan jelas). (rauzah)

B. PENGERTIAN FIQH JINAYAH DAN JARIMAH

            Fiqh jinayah adalah fiqh yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi hak Allah,hak masyarakat dan hak individu dari tindakan-tindakan yang tidak di benarkan menurut hukum.[1]
            Fiqh jinayah adalah mengetahui berbagai ketentuan hukum tentang perbuatan-perbuatan  kriminal yang di lakukan orang-orang mukallaf,sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil yang terinci.(rauzah)
            Fiqh Jinayah adalah fiqh yang mengatur tentang hukum-hukum ALLAH melalui dalil-dalil secara terperinci tentang hak allah maupun hak seorang hambanya (FAJAR)
            Yang di maksud dengan tindakan kriminal menurut zarqa adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan.[2]
Ruang lingkup fiqh jinayah ini mencakup ketentuan-ketentuan hukum tentang berbagai tindakan kejahatan kriminal,yaitu pencurian,perzinaan,homoseksual,menuduh seorang melakukan perzinaan,minum khamar,membunuh atau melukai orang lain,merusak harta orang,dan melakukan gerakan-gerakan kekacauan.
Jenis-jenis hukuman untuk kejahatan-kejahatan tersebut ada yang berbentuk hudud,qisash,dan diyat.[3]
 Hukum pidana islam dalam fiqih islam disebut dengan istilah al-jinaayat,yang artinya adalah perbuatan dosa,kejahatan atau pelanggaran. Semua perbuatan dosa,kejahatan atau pelanggaran adalah perbuatan yang termasuk dalam perbuatan pidana(jarimah). 
            Al-Mawardi dalam kitab nya Al-Ahkam As-Sulthaaniyah memberikan beberapa definisi istilah yang terkait dengan jarimah,yaitu sebagai berikut:
a.       Jarimah adalah larangan-larangan syara’ yang di ancam dengan hukuman Hadd atau Ta’zir.
b.      Hukuman hadd adalah hukuman yang telah di pastikan ketentuanya dalam nash al-qur’an dan sunnah rasul.
c.       Hukuman ta’zir adalah hukuman yang ketentuanya tidak di pastikan dalam nash al-quran dan sunnah rasul tetapi ketentuanya menjadi wewenang penguasa.
Larangan-laranga syarak yang di sebut jarimah itu dapat berupa pelanggaran terhasap hal-hal yang di larang,misalnya melanggar larangan zina,minum-minuman keras dan juga dapat berupa hal-hal yang di perintahkan,misalnya mengabaikan kewajiban zakat.

C. UNSUR-UNSUR JARIMAH DAN MACAM-MACAM JARIMAH

 1. unsur-unsur jarimah
            Sesuatu perbuatan dapat di pandang sebagai jarimah jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1)      Unsur formal,yaitu adanya nash atau dasar hukum yang menunjuk kan sebagai jarimah.
2)      Unsur material,yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah di lakukan.
3)      Unsur moral,yaitu adanya niat atau kesengajaan pelaku untuk berbuat jarimah.
 2. Macam-macam jarimah
            Dilihat dari berat ringanya macam hukum yang di ancam kan,hukum pidana islam mengenal empat macam jarimah,yaitu :
1)      Jarimah qishash,yaitu jarimah yang di ancam dengan hukuman qisash yaitu hukuman yang sama dengan jarimah yang dilakukan.yang termaksud jarimah ialah :
a.       Pembunuhan dengan sengaja,ancaman hukumannya adalah pidana mati.
b.      Penganiayaan dengan  sengaja yang mengakibat kan terpotong atau terlukannya anggota badan,ancaman hukumanya adalah sama yaitu di potong atau di lukai anggota badannya.
2)      Jarimah diyat,yaitu jarimah yang di ancam dengan hukuman diyat,yaitu hukuman ganti rudi atas penderitaan yang di alami korban atau keluarganya,yang termaksud jarimah ini adalah:
a.       Pembunuhan tidak sengaja hukuman dari jarimah ini adalah membayar diyat/ganti rugi.
b.      Penganiayaan tidak sengaja,ancaman hukuman nya adalah membalas melukai anggota badan orang yang menganiaya atau membayar diyat/ganti rugi sesuai dengan permintaan penderita atau keluarganya.
3)      Jarimah hudud,ialah jarimah yang di ancam dengan hukuman hadd yaitu hukuman yang telah di tentukan oleh allah dalam nash Al-quran atau sunnah rasul.hukuman ini tidak dapat di ganti dengan macam hukuman lain atau di batalkan oleh manusia,yang termaksud jarimah ini adalah:[4]
a.       Pencurian,yaitu mengambil harta milik orang lain dengan cara sembunyi dari tempat simpananya dengan maksud untuk dimiliki,ancaman hukuman pencurian adalah potong tangan,hukuman ini telah di jelaskan dala al-quraan surah al-maidah ayat 38 yang berbunyi ;
“lelaki-lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan kuduanya (sebagai) balasan bagi yang mereka kerjakan,dan sebagai siksaan dari Allah”
b.      Perampokan yaitu kejahatan merampas harta di jalan umum dengan cara kekerasan,jarimah perampokan di sebut hirabah,ancaman hukumanya adalah di hukum mati dan di salib,di potong tangan atau kakinya atau di asingkan
c.       Pemberontakan jarimah ini ancaman hukumanya adalah di perangi kemabali.[5]

4)      Zina yakni  melakukan hubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang sah,baik di lakukan dengan suka atau pun paksaan,perbuatan ini di golongkan sebagai tindakan kejahatan karena akan merusak tatanan sosial,serta akan melahirkan anak-anak yang tidak jelas bapaknya,hukuman dari jarimah ini adalah di rajam(di lempari batu sampai meninggal).

5)      Menuduh zina (qadzaf) perbuatan ini di haram kan dalam rangka memelihara kehormatan dan martabat manusiayang biasa terganngu dengan lontaran tuduhan perbuatan nista trsebut,terutama jika di tunjukkan kepada orang baik dan punya kedudukan mulia di tengah-tengah masyarakatnya,hukuman orang yang melakukna perbuatan ini adalah di cambuk sebanyak 80 kali,sebagai mana di tegaskan dalam surah al-nur ayat 4 yang berbunyi; “orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik berbuat zina,dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,maka deralah mereka delapan puluh kali.dan janganlah kamu terima kesaksian merek selama-lamanya”[6]

D. Pengertian Ta’zir

Ta’zir adalah bentuk mashdar dari kata ﻋَﺰَﺮَ۔ﻴَﻌْﺰِﺮُ yang secara etimologis berarti ﺍﻠّﺮَﺪُّﻮَﺍﻠْﻤَﻨْﻊُ, yaitu menolak dan mencegah. Kata ini juga memiliki arti ﻨَﺼَﺮَﻩُ menolong atau menguatkan.Hal ini seperti dalam firman Allah berikut :
ﻠِّﺘُﺆْﻤِﻨُﻮْﺍﺑِﺎﷲِﻮَﺮَﺴُﻮْﻠِﻪِےﻮَﺘُﻌَﺯِّﺮُﻮﻩُﻮَﺘُﻮَﻘِّﺮُﻮﻩُﻮَﺘُﺴَﺑِّﺤُﻮﻩُﺑُﻜﺮَﺓًﻮَٲَﺻِﻴﻼً۞ 
“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Fath:9)

Sebagian ulama mengartikan ta’zir sebagai hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang tidak di tentukan Al-Qur’an dan Hadis. Ta’zir berfungsi memberikan pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah hukuman terhadap perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan hukuman had atau kafarat.

A. Pembagian jenis ta’zir

Berdasarkan hak yang dilanggar oleh pelaku, Imam Muhammad Abu Zahrah membagi hukuman ta’zir menjadi dua, yaitu sanksi ta’zir yang berkaitan dengan hak Allah dan sanksi ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran hak manusia. Ia pun berpendapat:

Sanksi-sanksi ta’zir sama dengan sanksi-sanksi yang telah ditentukan (qishash dan hudud). Sebagian ada yang merupakan hak Allah dan sebagian merupakan hak manusia. inilah pembagiannya secara umum.
Contoh beberapa pelanggaran yang berkaitan dengan hak Allah dan pelakunya harus dihukum ta’zir, di antaranya perbuatan bid’ah, pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW, perdagangan manusia, berbisnis narkoba, manipulasi, riba, dan kesaksian palsu.

Contoh beberapa pelanggaran yang berkaitan dengan hak manusia, seperti dalam kasus pembunuhan semi-sengaja. Di samping adanya kewajiban pemberian diyat oleh pelaku kepada keluarga korban, masih terdapat satu sanksi lagi berupa ta’zir untuk memelihara hak manusia. demikian pula
pemberlakuan hukuman ta’zir dalam masalah penganiayaan yang tidak mungkin dihukum qishash. Contoh lainnya yaitu percobaan pembunuhan atau kasus penyekapan.

Wahbah Al-Zuhaili juga mengemukakan pernyataan sebagai berikut, ta’zir dapat terjadi pada setiap jarimah yang tidak masuk dalam cakupan had dan kafarah, baik menyangkut pelanggaran terhadap hak Allah seperti makan pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan shalat (menurut jumhur ulama), menjalankan praktik riba, melemparkan barang najis atau berbahaya lain ke jalan-jalan umum. Ta’zir juga dapat berlaku pada pelanggaran terhadap hak manusia, seperti mencium atau melakukan perbuatan tidak senonoh, mencuri tetapi tidak mencapai nishab syar’I (satu dinar atau sepuluh dirham) menurut Abu Hanifah, mencuri bukan dari tempat penyimpanannya, berkhianat terhadap amanah, suap, qadzf dan mencaci atau menyakiti.

Pendapat ulama’ terkait hukuman mati sebagai ta’zir

Hukuman ta’zir juga terdapat dalam Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu
  1. Hukuman mati
  2. Hukuman penjara
  3. Hukuman ganti rugi 

Menurut Wahbah Al-Zuhaili mengatakan :

Pada umumnya sanksi-sanksi yang terdapat di dalam undang-undang berasal dari sisi ta’zir. Undang-undang itu sebagai satu-satunya aturan yang dirumuskan untuk menanggulangi berbagai kejahatan dan menghalangi pelaku kejahatan. Undang-undang juga berfungsi menjaga kemaslahatan, menegakkan keadilan dan ketentraman, serta menjaga keamanan dan kenyamanan.

Mengenai eksistensi hukuman mati sebagai qishash dan hudud memang disepakati oleh ulama. Hukuman mati sebagai qishash secara tegas disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 178. Demikian juga hukuman mati sebagai hudud bagi pelaku perampokan, zina mukhson, murtad, dan pemberontakan.

Hukuman mati sebagai ta’zir memang diperbolehkan. Akan tetapi, hal itu tergantung dari jarimah apa yang dilakukan. Berikut pendapat ulama

1. Menurut Ulama Kalangan Hanafiyah

Menurut mereka hukuaman mati sebagai ta’zir dapat diterapkan sebagai pertimbangan politik Negara dan berlaku jarimah tertentu seperti sodomi, atau pelecehan terhadap Nabu Muhammad SAW,merampok, berulang kali mencuri, berselingkuh.

2. Menurut Sebagian Ulama kalangan Syafi’iyah

Hukuman mati sebagai ta’zir dapat diberlakukan terhadap orang yang mengajak orang lain untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan agama yang bertentangan dengan Alquran dan hadis.

3. Menurut Ulama Kalangan Malikiyah

Menurut mereka hukuman mati sebagai ta’zir diperbolehkan, sebagaimana hukuman mati bagi mata-mata muslim tetapi memihak musuh.

4. Menurut Ulama Kalangan Hanabilah

Ibnu Aqil berpendapat bahwa mata-mata muslim yang membocorkan rahasia kepada musuh boleh dihukum mati sebagai ta’zir. Pendapat ini sama dengan pendapat yang mengatakan bahwa para pelaku bid’ah atau orang-orang yang selalu berbuat kerusakan juga boleh dihukum mati.
Pada dasarnya hampir semua ulama membolehkan sanksi mati sebagai hukuman ta’zir apabila ada kemanfaatan dan keadaan pun menuntut untuk itu. Umpamanya, ulul amri berpendapat, tiadanya harapan si mujrim dapat menghentikan perbuatannya, tipisnya si pelaku dapat menjadi baik kembali (dengan parameter pengulangan yang sering dilakukan), atau situasi menghendaki dia harus dimusnahkan dari muka bumi. Maka para ulama membolehkan hukuman mati bagi residivis, penyebar bid’ah, dan jenis lain yang dianggap sangat berbahaya.[7]


BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
      Ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar,teori-teori,sumber-atau jalan yang harus di tempuh di dalam melakukan istimbah hukum dari dalil-dalil syara’.
            Fiqh jinayah adalah fiqh yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi hak Allah,hak masyarakat dan hak individu dari tindakan-tindakan yang tidak di benarkan menurut hukum. Jenis-jenis hukuman untuk kejahatan-kejahatan tersebut ada yang berbentuk
1.      Hudud
2.      qisash,dan
3.      diyat
            Yang di maksud dengan tindakan kriminal menurut zarqa adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan.
            Ta’zir adalah bentuk mashdar dari kata ﻋَﺰَﺮَ۔ﻴَﻌْﺰِﺮُ yang secara etimologis berarti ﺍﻠّﺮَﺪُّﻮَﺍﻠْﻤَﻨْﻊُ, yaitu menolak dan mencegah. Kata ini juga memiliki arti ﻨَﺼَﺮَﻩُ menolong atau menguatkan.

Pendapat ulama’ terkait hukuman mati sebagai ta’zir

Hukuman ta’zir juga terdapat dalam Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu
a.       Hukuman mati
b.      Hukuman penjara
c.       Hukum ganti rugi

B.Saran
Karena keterbatasan pengetahuan kami, hingga hanya inilah yang dapat kami sajikan, dan tentu saja masih sangat kurang dari sisi materinya, maka itu kami mengharapkan masukan baik itu kritik maupun saran dari pembaca demi melengkapi kekurangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A.Djazuli,Fiqh Jinayah (jakarta:Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 13
Abdul Ghofur Anshari,Hukum Islam Dinamika Dan Perkembangannya Di Indonesia (Jogjakarta: Kreasi Total Media,2008), hlm. 238
Al-Shan’ani,hukum pidana islam (jakarta: sinar grafika,2006),hlm.13.
Ibnu Rusyd,Hukum Islam Dan Pranata Sosial (jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995), hlm. 87.
Mushthaf Zarqa,Hukum Pidana Islam (pustaka setia bandung: bandung 2010), hlm.56

Sayid Sabiq, Fikis Sunnah jilid 10 (Bandung:PT.Al-ma’rif),hlm. 412


[1] A.Djazuli,Fiqh Jinayah (jakarta:Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 13.
[2] Mushthaf Zarqa,Hukum Pidana Islam (pustaka setia bandung: bandung 2010), hlm. 56
[3] Sayid Sabiq, Fikis Sunnah jilid 10 (Bandung:PT.Al-ma’rif),hlm. 412
[4] Abdul Ghofur Anshari,Hukum Islam Dinamika Dan Perkembangannya Di Indonesia (Jogjakarta: Kreasi Total Media,2008), hlm. 238.
[5] Ibnu Rusyd,Hukum Islam Dan Pranata Sosial (jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995), hlm. 87.
[6] Al-Shan’ani,hukum pidana islam (jakarta: sinar grafika,2006),hlm.13.
[7] http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/10/fiqh-jinayah-pengertian-tazir-jenis.html

Sejarah Perkembangan Fiqh


1.         PENGERTIAN USHUL FIQH.
Ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah,hukum-hukum dasar tentang manusia yang sudah dewasa dsn berakal sehat.
·      Pengertian ushul fiqh menurut yova adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah, hukum-hukum dasar tentang manusia yang sudah dewasa dan berakal sehat.
·      menurut husna reva yanti adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah,teori-teori,sumber-sumber yang ada pada islam.


2.         PENGERTIAN FIQH
Fiqh menurut bahasa adalah  berarti paham atau tahu.menurut istilah,berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syar’a yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang di peroleh dari dalil-dalil tafsil(jelas).
·      menurut yova adalah berarti paham atau tahu,berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang di peroleh dari dalil-dalil tafsil(jelas).
·      menurut husna reva yanti adalah suatu ilmu pengetahuan tentang islam yang berkenaan dengan perbuatan manusia.
 3.    SEJARAH PERKEMBANGAN FIQH
A.      periode rasulullah
1.        massa mekkah dan madinah
 periode ini dimulai sejak di angkatnyamuhammad SAW. Menjadi nabi dan rasul sampai wafatnya.periode ini singkat,hannya sekitar 22tahun dan beberapa bulan saja.akan tetapi sangat menentukan,pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu fiqh selanjutnya berat sekali.masa rasulullah inilah mewariskan nash-nash hukum baik dari Al-QUR’AN maupun Al-sunnah,mewariskan prinsip-prinsip hukum islam baik yang tersurat dalam dalil-dalil kulli maupun yang tersirat dari semangat dari Al-Qur’an dan Al-sunnah.
 Periode rasulullah ini di bagi dua macam yaitu;massa maekkah dan massa madinah.pada massa mekkah,di arahkan untuk memperbaiki akidah,karena akidah inilah yang mendasi ponfasi hidup.oleh karena itu,dapat kita pahami bahwah apabila rasulullah pada massa itu memulai dakwahnya dengan mengubah keyakinan masyarakat yang musyrik menuju  masyarakat yang beraqidah tauhid,membersihkan  hati dan menghiasi diri dengan al-akhlaq al-karimah,masa mekkah ini di mulai sejak  diangkatnya muhammad rasulullah Saw menjadi  rasul sampai beliau hijjrah ke madinah yaitu kurang lebih dua belas tahun lebih.[1]


2.Sumber hukum masa rasulullah.
a. Al-Qur’an
              Al-Qur’an di turunkan kepada rasulullah tidak sekaligus.berbeda dengan turunnya taurat kepada nabi musa.Al-Qur’an turun sesuai dengan kejadian/peristiwa dan kasus-kasus tertentu dan menjelaskan hukum-hukumnya,memberikan pertanyaan-pertanyaan atau jawaban terhadap permintaan.
  Contoh kasus seperti;larangan menikahi wanita musyrik.peristiwa berkenaan dengan martsad al-Ganawi yang meminta izin kepada nabi untuk menikahi wanita musyrikah,maka turun ayat:
‘’dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,sebelum mereka beriman’’.(Al-Baqarah:221)
Adapun untuk memberi jawaban atau fatwah,misal nya dalam ayat-ayat:
’mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan’’.(al-Baqarah:215)
‘’dan mereka bertanya kepadamu tentang haid’’.(al-Baqarah:222)
‘’mereka bertanya kepadamu tentang apa yang di halalkan kepada mereka’’.(al-Maidah:4)
‘’dan mereka meminta fatwah kepadamu tentang para wanita,katakanlah;allah memberi fatwah kepada mereka tentang wanita-wanita’’.An-Nisa:127).
               Pada umumnya hukum-hukum dalam Al-qur’an bersifat kulli dan bersifat umum,demikian pula dalalahnya(penunjukannya) terhadap hukum kadang-kadang bersifat qath’i yaitu jelas dan tegas,tudak bisa di tafsirkan lain.dan kadang-kadang bersifat dhaniyaitu memungkinkan terjadinya beberapa penafsiran.
b.Al-sunnah
               seperti telah di uraikan dalam bab-bab tedahuluAl-sunnah menjelaskan tentang hukum-hukum yang telah di jelaskan di Al-qur’an.seperti shalat di jelas kan cara-cara nya di dalam sunnah.di samping itu juga penguat bagi hukum-hukum yang telah di terapkan di dalam Al-qur’an.ada pula hadits yang memberi hukum tertentu,sedangkan prnsip-prinsipnya telah di terapkan dalam Al-Qur’an.
              Penjelasan rasulullah tentang hukum ini sering di nyatakan dalam perbuatan rasulullah sendiri,atau dalam keputusan-keputusannya dan kebijaksanaannya ketika menyelesaikan satu kasus,atau karena menjawab pertanyaan hukum yang di ajukan kepadanya,bahkan bisa terjadi karena diamnya rasulullah dalam menghadapi perbuatan sahabat yang secara tidak langsung menunjukkan kepada perbuatan tersebut.[2]


c.Ijtihad pada masa rasulullah
                  pada zaman rasulullah pun ijtihad itu di lakukan oleh rasulullah dan juga para sahabat ,bahkan ada kesan rasulullahmendorong para sahabat nya untuk berijtihad seperti kesan rasulullah mendorong para sahabatnya untuk berijtihad seperti terbukti cara rasulullah sering bermustawarah dengan dan para sahabatnya dan juga dari kasus muadz bin jabal yang di utus ke yunan.hanya saja ijtihad pada zaman rasulullah ini tidak seluas pada zaman rasulullah,karena banyak permasalahan-permasalahan  yang di tanyakan kepada rasulullah kemudian di jawab dan di selesaikan oleh rasulullah sendiri.
                 Ijtihad rasulullah dan pemberian izin kepada para sahabat untuk berijtihat untuk memberikan hikmah yang besar karena:’’memberikan contoh bagaimana cara beristinbat dan memberikan latihan kepada para sahabat bagaimana cara penarikan hukum dari dalil-dalil yang kulli,agar para ahli hukum islam (para fuqaha)sesudah beliau dengan potensi yang ada  padanya bisa memecahkan masalah-masalah baru dengan mengembalikannya kepada prinsip-prinsip di dalam al-qur’an dan al-sunnah.
B.Periode sahabat
               Pada masa ini dunia islam sudah meluas,yang mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang timbu,oleh karena itu tidak mengherankan apabila periode para sahabat ini di bidang hukum di tandai dengan penafsiran para sahabat dan ijtihadnya dalam kasus yang tidak ada nash-nya.di samping itu juga  terjadi hal-hal yang tdak menguntunkan yaitu pecahnya masyarakat islammenjadi beverapa kelompok yang bertentangan secara tajam.yang menurut ameer Ali,pada hakikatnya:’’permusuhan suku dan permusuhan padang pasir yang di kobarkan oleh perselisihan di nasti’’.
              Perselisihan suku itu memang ada pada zaman jahiliah,kemudian pada zaman rasulullah di netralisasi dengan konsep dan pelaksanaan ukhuwah islamiyah.periode ini di mulai sejak wafatnya rasulullah SAW .sampaiakhir abad pertama hijrah.
1.Sumber Hukum
             Pada periode sahabat ini ada usaha positif yaitu terkumpulnya ayat-ayat a;-qur’an dalam satu mushaf.ide untuk mengumpulkan ayat-ayat al-qur’andalam satu mushaf datang dari umar bin khattab,atau dasar karena banyak para sahabat yang banyak hafal al-qur’an gugur dalam perperangan.ide ini di sampaikan umar kepada abu bakar  pada mulanya abu bakar menolat saran tersebut ,karena hal tersebut tidak pernah  di lakukan oleh rasulullah tetapi pada akhirnya abu bakar menerima ide yang baik dari Umar ini. Maka beliau menugaskan Zaid bin Thabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-qur’an yang terpencar-pencar tertulis dalam pelepah-pelepah kurma,kulit-kulit binatang,tulang-tulang dan yang di hafal para sahabat.mushaf ini di simpan pada abu bakar,kemudian setelah Umarmeninggal di simpan pada Hafshah binti umar.kemudian pada zaman usman bin afwan,Usman meminjam mushaf  yang ada pada hafsah kemudian kemudian menugaskan lagi kepada zaid bin tsabit untuk memperbanyak dan membagikannya ke daerah-daerah islam yaitu ke madinah,mekkah,kuffah,basrah dan damaskus,mushaf itulah yang sampai pada kita sekarang.[3]
            Adapun hadits pada masa ini belum terkumpul dalam satu kitab memang pekerjaan lebih sulit mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an karena:Ayat-Ayat Al-Qur’an waktu nabi meninggal telah                             tertulis,hannya ,masih berpencar-pencar belum disatukan,nabi selalu meminta untuk menuliskan Al-Qu’an dan melarang menuliskan hadits.dengan demikian tidak akan tercampur antara ayat Al-Qur’an dan Hadits.di samping itu Al-Qur’an  banyak di hafal oleh para sahabat.bahkan banyak sahabat yang hafal keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an.
          tidak tertulisnya dan tidak terkumpulnya hadits dalam satu mushaf pada permulaan islam, maka para ulama-ulama islam pada periode selanjutnya harus meneliti keadan perawi hadits dari berbagai segi,sehingga menimbulkan berbagai hadits serta muncul ilmu muthalah hadits.akibat lain adalah timbulkan berbeda dalam menanggapi satuhadits tertentu.
2.Ijtihad sahabat
Seperti telas di jelaskan masa para sahabat ini islam telah menyebar luas misalnya ke negri persia,irak,syam,dan mesir.negara-negara tersebut telah memiliki kebudayaan yang tinggi,mempunyai adat-adat kebiasaan tertentu,peraturan-peraturan dan ilmu pengetahuan.bertemunya islam di luar jazirah arab ini mendorong pertemuan fiqh islam pada periode-periode selanjutnya.bahkan mendorong ijtihad para sahabat.seperti misalnya pada kasus usyuur(bea masuk barang-barang impor),tanah-tanah yang luas dikuasai di jadikan tanah khardj.kasus mualaf dan lain-lain pada zaman umar bin khatab.
           Adapun cara berijtihad para sahabat adalah pertama –tama di cari nash nya dalam Al-Qur’an,apabila tidak ada,di cari di dalam hadits.apabila tidak di temukan baru berijtihad dengan bermusyawarah dengan sahabat.inilah bentuk ijtimak jama’i,apabila mereka bersepakat terjadilah ijma sahabat.keputusan musyawarah ini kemudian menjadi pegangan umat secara formal.khalifah umar bin khattab mempunyai mempunyai dua cara musyawarah yaitu:’’musyawarah yang bersifat khusus dan musyawarah yang bersifat umum’’,musyawarah yang bersifatkan khusus beranggotakan para sahabat muhajirin dan anshor,yang berupa musyawarah yang masalah-masalah yang berkaitan dengan musyawarah pemerintahan.adapun musyawarah yang bersifat umum di hadiri oleh seluruh penduduk madinah yang di kumpulkan di mesjid,yaitu apabila ada masalah yang sangat penting  seperti kasus tanah di irak yang di jadikan tanah khardj.
           Walaupun demikian tidak menutup adanya kemungkinan ijtihad para sahabat-sahabat yang sifatnya pribadi,tidak berkaitan langsung dengan kemasalahatan umum mereka menanyakan masalahnya kepada seseorang ke[ada sahabat nabi dan di beri jawabannya.dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kemasalahatan umum dan dengan ijtihad fardi dalam hal-hal yang bersifat pribadi.untuk bentuk ijtihad fardi ada kemungkinann terjadi perbedaan pendapat di kalangan para sahabat,sebab.
         Petama;tidak semua ayat Al-Qur’an dan Sunnah itu Qath’i dalalahnya atau petunjuknya kepada maksud tertentu,sehingga memberikan kemungkinan penafsiran-penafsiran yang berbeda.
          Kedua;hasits belum terkumpul dalam satu kitab tertentu dan tidak semua sahabat hafal hadits.
  Ketiga;mikieu dimana para sahabat berdomisili tidaklah sama.keperluannya berbeda-beda dan kemaslahatannya judga bisa berlainan.

SEJARAH PERKEMBANGAN FIQH DAN USHUL FIGH
Setiap ilmu mengalami pertumbuhan  dan perkembangan,tidak terkecuali dengan ilmu ushul figh.banyak orang bertanya tentang peletak dasar ilmu ushul fiqh.Cik Hasan Bisri pun bertanya tentang siapa yang menciptakan kaidah-kaidah ushul fiqh itu?siapa yang mula-mula menggunaunkaidah al-ashl fi al-amr lilwjub?pertanyaan tersebut menunjukkan dua hal,yaitu:(1)banyak orang yang belum mengetahui peletak dasar ushul fiqh dan pencipta berbagai kaidahnya;(2)banyak orang yang ingin mengetahui jawabannya agar jika ada yang menanya perihal yang sama,ia mampu menjawabnya.
Rachmat syafi’i[4]mengatakan bahwa benih-benih ushul fiqh sudah ada sejak zaman rasulullah SAW.dan sahabat.masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqh,seperti ijtihd,qiyas.nasakh,dan takhsis  sudah ada pada zaman rasulullah dan sahabat.[5] sebagai mana sejak zaman rasulullah SAW. Sudah ada ijtihad.salah satu hadit yang populer tentang ijtihad adalah penggunaan ijtihad yang di lakukan oleh Muadz ibnu jabal.[6]konsekuensi dari ijtihad ini adalah qiyas,karena penerapan ijtihad dalam persoalan-persoalan yang bersifat juz’iyah harus dengan qiyas.
1.       Tahap Awal (abad ke-3H)
Pada abad ke 31-H,di bawah pemerintahan abbasyiah,wilayah islam semakin meluas di bagian timur. Khalifah –khalifah abbasyiah yang berkuasa  dalam abad ini adalah Al-Mutawakkil (w.218 H),Al-Mu’tashim(w.227 H),Al-wasiq(w.232 H),dsan Al-Mutawakkil(w.247 H), pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah di kalangan islam,yang dimulai sejak masa pemerintahan khalifahAr-rasyid.kebangkitan pemikiran pada masa ini di tandai dengan timbulnya semangat pada penerjemahan dikalangan ilmuan muslim.buku-buku filsafat yunani di terjemahkan dalam bahasa arab,kemudian di berikan penjelasan (syarah).di samping itu,ilmu-ilmu keagaman juga berkembang dan semakin meluas objek pembahasannya.hampir di katakan bahwah tidak ada ilmu keislaman yang berkembang sesudah Abbasyiah,kecuali yang telah di rintis atau di letakkan dasar-dasarnya pada zaman dinasti Abbasyiah ini.
Salah satu hasil dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan islam ketika itu adalah berkembang nya bidang fiqh,yang pada gilirannya mendorong untuk di susunnya metode berfikir fiqh yang di sebut ushul fiqh.



2.       Tahap perkembangan (Abad ke-4 H)
Abad ke 41-H hijriyah merupakan abad permulaan kelemahan di nasti abbasyiah dalam bidang politik.pada abad ini,di nasti abbasyiah terpecah-pecah menjadi daulah-daulah kecil yang masing-masing di pimpin oleh seorang sultan.namun demikian,kelemahan bidang politik ini tidak memengaruhi perkembangan semangat keilmuan di kalangan para ulama ketika itu.bahkan,ada yang mengatakan bahwah perkembangan keislaman pada abad ke-4 H ini jauh lebih maju di bandingkan dengan masa-masa sebelumnya.hal ini antara lain di sebabkan oleh masing-masing pengembangan.
3.       Tahap penyempurnaan (abad ke-5-6 H)
    Kelemahan politik di baqdad,di tandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil,membawa arti bagi         perkembangan peradaban dunia islam,peradaban islam tidak lagi terpusat di baqhdat,tetapi juga di kota-kota  seperti kairo,bukhara,gahznah,dan markusy,hal itu di sebabkan adanya perhatian besar dari para sultan,raja-raja penguasa daulah-daulah kecil yang tehadap perkembangan ilmu dan peradaban.[7]
Salah satu dampak dari perkembangan itu ialah kemajuan di bidang ilmu ushul fiqh yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mendalaminya;antara lain Al-abqilani,Al-Qahdhi abd jabar,abd al-wahab al-baqhdadi,abuzayd ad-dabusy,abu hu al-ghazali,dan lain-lain.mereka itulah pelopor keilmuan islam pada zaman itu.para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti metode jejak mereka untuk mewujudkan aktivitas ilmiah dalam bidang ushul fiqh,itulah sebabnya,pada zaman itu,generasi islam di kemudian hari semakin menunjukkan minatnya pada produk-produk ushul fiqh dan menjadi sebagai sumber pemikiran.
1.       definisi fiqh pada abad 1(pada masa sahabat)
definisi pada masa ini ialah ilmu pengetahuan yang tidak mudah di ketahui oleh masyarakat umum.sebab untuk fiqh atau ilmu fiqh hannya dapat di ketahui oleh orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang mendalam sehingga mereka bisa membahas dengan meneliti buku-buku yang besar dalam masalah fiqh.[8]mereka inilah yang di sebut liyatafaqqahufiddin yaitu untuk mereka yang bertafaqquh dalam agama islam.
Sabda Nabi SAW.yang berbunyi
‘’Barang siapa yang di kehendaki allah akan di berikan kebaikan dan keutamaan niscaya diberikan kepadanya faham mendalam dalam agama’’.
(HR.Bukhari dan Muslim).                         




2.       definisi figh pada abad II(masa telah lahirnya mazhab-mazhab)
pada abad ll ini telah lahir pemuka-pemuka mujtahid yang mendirikan mazhab-mazhab yang terbesar di kalangan umat islam,pengertian/definisi fiqh waktu itu diperkecil skopnya,yaitu untuk membahas satu cabang ilmu pengetahuan dari bidang-bidang ilmu agama.maka lafaz fiqh di khususkan untuk nama dari hukum-hukum yang di petik dari kitabullah dan sunnatur rasul.
3.       definisi fiqh menurut ahli ushul dari ulama-ulama
Definisifiqh menurut ulama-ulama hanafiah ialah:
Artinya:
‘’ibnu yang menerangkan segala hak dan kewajiban berhubung dengan amalan para mukallaf’’.[9]
4.       definisi fiqh yang di kemukakan oleh pengikut-pengikut imam syafi’i ialah:

Artinya:
 ‘’ ilmu yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan perbuatan para mulallaf yang di gali(diistinbatkan)dari dalil-dalil yang jelas(tafshily)’’.
5.       Definisi fiqh menurut ibnu khaldun,dalam muqaddimah al mubtada wal khabar ialah:
Artinya:
‘’fiqh ialah ilmu yang dengannya di ketahui segala hukum allah yang berhubungan dengan segala pekerjaan mukallaf baik yang wajib,nadb,makruh dan yang harus (mubah)yang di ambil (diistinbatkan)dari al-kitab dan as-sunnah dan dari dalil-dalil yang telah di tegas kan syara.apabila di keluarkan hukum-hukum dengan jalan ijtihad dari dalil-dalilnya,maka yang di keluarkan itu di namai ‘’fiqh’’.
6.       Definisi fiqh menurut jalalul malali,sebagai berikut:

Artinya:
‘’ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’yang berhubungan dengan amaliyah yang di usahakan memperolehnya dari dalil-dalil yang jelas(tafshill)’’.

7.       Definisifiqh menurut Al-imam ibnu hazm
8.       Definisi ijtihad islam(ulama) lainnya mengemukakan definisi fiqh:

Artinya:‘’suatu ilmu yang dengan ilmuitu kita mengetahui hukum-hukum syara’yang amaliyah yang di peroleh dari dalil-dalilnya yang secara rinci’’
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli,ilmu fiqh, ( jakarta : kencana,2006 )
Beni ahmad saebeni,fiqh dan ushul fiqh, (jakarta : CV pustaka setia,2008)
Ibd’
Salah seorang guru besar,ushul figh, (fakultas syari’i dan hukum UIN sunan gunung pjati bandung )
Abu daud,ushul fiqh,(jakarta : mutiara,2005 )


[1] Dzajuli ilmu fiqh dan ushul fiqh,(jakarta,kencana 2006)hal. 139.
[2] Dzajuli ilmu fiqh dan ushul fiqh (jakarta,kencana 2006) hal. 141.
[3] Dzajuli ilmu fiqh dan ushul fiqh (jakarta,kencana 2006) hal. 141.
[4] Salah seorang Guru Besar Ilmu Ushul Fiqh di Fakultas Syar’i dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
[5] Ibid., hlm. 26.
[6] Abu Daud,Sunan Abu Dawud,jilid IX,hlm. 509.
[7] Ibd., hlm. 29.
[8] Ibd., hlm. 30.
[9] Beni Ahmad Saebani,januri,fiqh ushul fiqh,(jakarta,CV PUSTAKA Setia 2008). Hlm. 30-39.