Learn from experience

BELAJAR.NET-"Life is a journey to be experienced, not a problem to be solved".

Grateful Every Time

BELAJAR.NET-"Do something today that your future self will thank you for".

the Road to Success

BELAJAR.NET-"Work hard in silence. Success be your noise"..

Learning Without Limits

BELAJAR.NET-"Don't stop learning because life doesn't stop teaching"

Focus on What you Want

BELAJAR.NET-"Your time is limited, so don't waste it living someone else's life".

Muamalah Bab 2

Dasar Hukum Qardh

Dasar disyariatkannya qardh adalah Al-Qur’an, Hadist, dan ijma’.
1.      Dalil Al-Qur’an adalah firman Allah QS. Al-Hadid/57:11 ;
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan Allah),maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak”.

Pokok-pokok Muamalah


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri yakni membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia selalu berhubungan satu sama lain, disadari atau tidak hal ini, yang bertujuan untuk mencukupkan kebutuhan sehari-hari. Baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam-meminjam, bercocok tanah atau usaha-usaha yang lain, baik dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Agar hubungan mereka berjalan dengan lancar dan teratur, maka agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya.

Dasar Hukum Munakahat (Pernikahan)

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SYARI’AH, FIQH.DAN USHUL FIQH
1. Syariah
Syariah adalah hukum atau aturan yang ditetapkan allah melalui rasulnya untuk hambanya agar mereka menaati hukum itu atas dasar iman dan taqwa baik yang berkaitan dengan aqidah,amaliyah (ibadah dan muamalah)dan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan tuhannya.
2. fiqh
Fiqh adalah mengetahui tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang sebagaimana diketahui dalam al-quran, assunnah,ijma”,qiyas serta hukum yang membahas tentang tingkah laku manusia.
3. ushul fiqh
Ushul fiqh berasal dari dua kata yaitu kata ushul bentuk jama’ dari ashl dan kata fiqh yang masing-masing mengandung pengertian yang luas secara etimolongi diartikan sebagai pondasi sesuatu baik bersifat materi atau bukan, sedangkan menurut istilah adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu landasan hukum.
Menurut pendapat kami:
Syariah adalah hukum yang telah ditetapkan oleh manusia sebagai aturan sumber hukum dalam kehidupan.(m.firdaus)
Fiqh adalah ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan perbuatan manusia.(nur)
Ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari sumber-sumber tentang ibadah pada Allah SWT.(m.firdaus)
Ilustrasi : Image Regional Kompas


B. KHITBAH (MEMINANG)
1.   Defenisi Khitbah
Khitbah adalah permintaan seorang laki-laki untuk menguasai seseorang  tertentu dari keluarganya dan bersekutu dalam urusan kebersamaan hidup.atau dapat pula diartikan, seorang laki-laki menampakkan kecintaannya untuk menikahi seorang wanita yang halal dinikahi secara syara. Adapun pelaksanaannya beragam;  adakalanya
peminang itu sendiri yang meminta langsung kepada yang bersangkutan,atau melalui keluarga,atau melalui utusan seseorang yang dapat dipercaya untuk meminta orang yang dikehendaki.
2. Hikhmah disyaraatkan khitbah
Transaksi nikah dalam islam tergolong transaksi yang paling agung dan paling tinggi kedudukannya, karena ia hanya terjadi pada makhluk yang paling agung di bumi, yakni manusia yang dimuliakan oleh Allah. Akad nikah untuk selamanya dan sepanjang masa  bukan untuk sementara. Salah satu dari kedua calon pasangan hendaknya tidak mendahului ikatan oernikahan yang saklar terhadap yang lain kecuali setelah diseleksi benar dan mengatahui secara jelas tradisi calon teman hidupnya, karakter, perilaki, dan akhlaknya sehingga keduanya akan dapat meletakkan hidup mulia dan tentram, diliputi suasana cinta puas, bahagia dan ketenangan. Ketergesaan dalam ikatan pernikahan tidak mendatangkan akibat kecuali keberukan bagi kedua belah pihakdiisyaratkan hikmah atau salah satu pihak. Inilah di antara hilmah diisyaratkan khitbah dalam islamuntuk mencapai tujuan yang mulia dan impian yang agung.
3.  Hukum memandang wanita terpandang
Syariat islam memperbolehkan seorang laki-laki memandang wanita yang ingin dinikahi, bahkan dianjurkan dan di sunnahkan karena pandangan peminang terhadap terpinang merupakan bagian dari sarana keberlangsungan hidup pernikahandan ketrentaman. Syariat islam memprbolehkan pandangan terhadap wanita terpinang, padahal asalnya haram memandang wanita lain yang bukan mahram. Hal ini didasarkan pada kondisi darurat, yakni unsur keterpaksaan untuk melakukan hal tersebut karena masing-masing calon pasangan memang harus mengetahui secara jelas permasalahan orang yang akan menjadi teman hidup dan secara khusus perilakunya. Ia akan menjadi bagian yang paling penting untuk keberlangsungan pernikahan, yakni anak-anak dan keturunannya. Demikian juga diperbolehkan masing-masing  laki-laki dan wanita memandang satu sama lain pada sebagian kondisi selain khitbah,seperti pengobatan, penerima persaksian. Hal tersebut termasuk masalah pengecualian dari hukum asal keharaman pandangan laki-laki terhadap wanita dan sebaliknya.
4.  Perempuan yang boleh dipinang
Tidakn semua perempuan boleh dikawini, ada perempuan yang untuk selama-lamanya tidak boleh dikawini, seperti ibu,saudara kandung,mrtua dan sebagainya. Asa yang dilarang hanya untuk sementara seperti saudara ipar, perempuan yang sedang dalam ikatan perkawinan dengan laki-laki
Boleh dipinang seketika; perempuan boleh dipinang apabila memenuhi dua syarat:
a. Tidak terdapat halangan-halangan syara untuk dikawini seketika oleh laki-laki yang meminang, karena tidak adahubungan mahram, tidak dalam hubungan perkawinan dengan laki-laki atau tidak sedang menjalani  ‘iddah talak raj’i.
b. Tidak sedang dalam peminangan laki-laki lain.
Baca Juga : Dalil Hukum Islam
C .NIKAH
1. Definisi Nikah
Menurut bahasa Nikah dapat diartikan adh-dhamm(berkumpulatau bergabung) dan al-ikhtilath (bercampur). Seseorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat islam.
Para ulama merinci makna lafal nikah ada empat macam:
a. Nikah diartikan akad dalam arti yang sebenarnya dan diartikan percampuran suami istri da kam arti kiasan.
b. Nikah diartikan percampuran suami istri dalam arti sebenarnya dan akad berarti kiasan
c.  Nikah lafal musyatarak (mumpunyai dua makna yang sama)
d. Nikah diartikan adh-dhamm (bergabung secara secara mutlak) dan al-ikhtilath (perampuran).

2. Rukun Nikah
a. Pengantin lelaki (suami)
b. Pengantin perempuan (istri)
c. Wali
d. Dua orang saksi lelaki
e. Ijab dan kabul (akad nikah)

3. Hukum Nikah
Hukum nikah ada :
Fardu
Hukum nikah pada kondisi ini seseorang yang mampu biaya wajib nikah,yakni biaya nafkah dan mahar dan adanya percaya diri bahwa bahwa ia mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan dengan istri yakni pergaulan dengan baik.
Wajib
Hukum nikah menjadi wajib bagi seseorang yang memiliki kemampuan biaya nikah, mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan yang baik dengan isteri yang dinikahinya, dan ia mampunyaidugaan kuat akan melakukan perzinaan apbila tidak menikah.
Haram
Hukum nikah menjadi haram bagi seseorang yang tidak memiliki kemampuan nafkah nikah dan yakin akan terjadi penganiayan jika menikah.
Makruh
Hukum nikah menjadi makruh bagi seseorang yang dalam kondisi campuran,seseorang mempunyai kemampuan hartabiaya nikah dan tidak dikhawatirkan terjadi maksiat zina, tetapi dikhawatirkan terjadi penganiyaan istrhi yang tidak sampai ke tingkat yakin.
Mubah
Hukum nikah menjadi mubah bagi laki-laki yang tidak tersedak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah.

4. Hikmah Nikah
pernikahan dalamislam tidak hanya sekedar pada batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual,tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial,psikologi,dan agama.Diantara yang terpenting dalah sebagai berikut:
a.  Memelihara gen manusia.
b. Pernikahan sebagai tiang keluarga yang teguh tan kokoh.
c.  Nikah sebagai perisai diri manusia.
d. Melawan hawa nafsu.

5. Syarat Sah Nikah
syarat sah nikah adalah yang membuat akad itu patut menimbulkan beberapa hukum. Jika satu syarat saja tidak ada,maka akadnya pun tidak akan sah.
a. Persaksian
Adapun tujuan persaksian adalah memilahara ingatan yang benar karta dikhawatirkan lupa.
b. Wanita yang dinikahi bukan Mahran
Wanitayang dinikahi syaratnya bukan yang di haramkan selamanya seperti  ibudan saudara peremuan atau haram secara temporal seperti saudara perempuan istri atau bibi istri atau bibi perempuannya.

c. Shiqhat Akad
Shiqhat akad memberi makna untuk selamanya. Artinya, tidak ada kata yang menunjukkan pembatasan waktu dalam pernikahan, baik dinyatakan maupun tidak dinyatakan, baik dalam masa yang lama maupun pada waktu yang pendek.

D. AL-MUHARRAMAN (Wanita-wanita yang diharamkan)
Diantara wanita ada yang haram dinikahi seorang laki-laki selamanya; tidak halal sekarang dan tidak halal sekarang dan tidak akan halal pada masa-masa yang akan datang, mereka itu disebut haram abadi. Dan di antara wanita adayang haram untuk dinikahi seorang laki-laki sementara. Keharaman berlangsung selama ada sebab dan terkadang menjadi halal ketika sebab keharaman itu hilang,macam yang kedua ini disebut haram sementara atau temporal.
1. Keharaman Menikah Wanita Secara Abadi (Keharaman Mutlak)
a. Wanita Haram Sebab Nasab
Yang dimaksudkan dengan nasab adalah kerabat dekat, orang yang mempuanyai kerabat disebut pemilik rahim yang diharamkan. Wanita yang diharamkan sebab nasab adaempat macam yaitu:
Ibu dan mereka yang dinisbatkan nasabnya kepadaseseorang perempuan sebab kelahiran,baik atasnama ibu secara hakiki yaitu yang melahirkan atau secarakiasan yaitu yang melahirkan dari anaknya ke atas seperti neneknya bapak k atas. Haram atas laki-laki menikahinya karena merupakan bagian dari mereka.
Anak-anak perempuan ke bawah. Haram atas laki-laki menikahi putrinya sendiri,putri dari anak putrinyaa,dan putri dari anak laki-lakinya.
Anak-anak orangtua, mereka saudara perempuan secara mutlak,baik sekandung atau yang bukan sekandung, putri saudara laki-laki,putri saudara perempuan,putri dari anaknya saudara laki-laki,puti dari anaknya perempuan,putri dari anaknya saudara perempuan sampai ke bawah.
Anak-anak kakeknya dan anak-anak neneknya dengan syarat terpisah satu tingkat. Saudara perempuan bapak haram atas laki-laki,karena mereka terpisah dari kakek ke bapak satu tingkat, saudara perempuan ibu haram atasnya karena mereka terpisah dari kakek ke ibunya satu tingkat, bibinya bapak dari pihak bapak (kakek) haram karena terpisah dari kakek ayahnya satu tingkat.
b. Keharaman sebab persambungan (Mertua):
Ada empat tipe wanita yang haraam selamamya bagi laki-laki untuk menikahinya sebab hubungan persambungan,yaitu sebagai berikut:
Orangtua isteri, baik telah bercampur dengan istri atau belum. Ibunya isteri dan neneknya haram bagi seorang laki-laki dukarenakan akad nikah dengan isteri semata.
Anak-anak istri yang telah dicampuri. Jika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan dan telah bercampur, bagi wanita ini mempunyai anak-anak putri dari orang lain atau mempunyai cucu putri dari anak laki-laki atau cucu perempuan maka tidak halal bagi laki-laki tersebut menikahi satu wanita dari mereka itu
Istri-istri orang tua walaupun belakangan sebagai penengah nasab antara ia dan mereka. Istri kakek,dan istri kakek, dan istri bapaknya kakek haram atasnya selamanya, baik apabila mereka telah bercampur atau belum karena nikah secara mutlak berpihak kepada akad.
Istri-istri anak walaupun belakangan sebagai penengah nasab antara ia dan mereka. Istri anak,istri cucu dari anak laki-laki dan istri cucu dari anak perempuan ke bawah,haram bagi bapak dan kakek ke atas selama anak tersebut masih keterunannya, bukan anak angkat (adopsi)
c. Keharaman Sebab Persusuan
Sebab ketiga di antarasebab keharaman abaddi  adalah persususan. Agar kalian paham kami harus memaparkan subtansi persusuan,syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga berkesimpulan haram dan faktor-faktor penyebab keharamannya.
1. Faktor keharaman sebab persusuan
Orang tua seseorang sepersusuan ke atas
Anak-anak seorang sepersusuan
Anak-anak kedua orangtua sepersusuan
Anak-anak kakek dan nenenk sepersusuan
Istri orangtua sepersusuan
Istri anak sepersusuan
Orangtua istri sepersusuan
Anak-anak istrinya sepersusuan

2. Syarat-syarat persusuan yang mengharamkan
Susu keturunan adam perempuan
Wanita adam masih hidup
Usia wanita yang menyusui 9 tahun komariah ke atas
Dapat dibuktikan sampainya susu ke dalam perut anak yang menyusui melalui cara alami, walaupun dimuntahkan seketika karena ia sampai ke perut tempat makanan
Usia anak yang menyusui dalam dua tahun awal
Penyusuan terjadi lima kali yang terpisah

2. Wanita Haram Sementara
a. Wanita-wanita yang Dinikahi dan Sesamanya
Maksudnya, wanita ber-iddah baik karena ditalak atau dipisah karena dicampuri syubhat, atau karena dipisahkan. Baik talaknya raj’i (talak satu dan dua) atau ba’in (talak tiga), baik talak ba’in shuqhra atau kubra. Alasannya, karena masih ada hubungan hak suami bagi wanita yabg dinikahi atau ber-iddah karena talak raj’i.
b. Wanita Tertalak Tiga Kali bagi Suaminya
Wanita yang ditalak tiga tidak boleh dinikahi kembali oleh suaminya kecuali telah dinikahi suami lain secara sah menurut syara’ dan telah bercampur’ kemudian dipisah karena meninggal dunia atau di talak dan telah habis masa iddahnya.hikmah keharaman ini mendorong suami agar tidak terburu-buru menjatuhkan talak dan memberikan hukuman terhadap pasangan yang buruk akhlaknya yang semakin menguat dengan talak tiga. Di antara maslahat diharamkan wanita ini sementara waktu (temporer) sehingga berpengalaman hidup dengan pasangan suami lain.
c. Poligami antara Dua Wanita Mahram
Haram bagi seseorang berpoligami dua orang wanita yang ada hubungan hubungan kerabat atau persusuan yakni sekiranya ditaktirkan mempunyai anak laki-laki maka haram yang lain atasnya. Keharaman disini dari dua sisi, seorang yang menikahi seseorang wanita haram menikahi saudara perempuannya, baik saudara perempuan kandung atau tunggal bapak atau tunggal ibu. Demikian juga haram mengumpulkan antara seorang wanita dan paman wanitanya atau bibi wanitanya karena akan mendatangkan perpecahan keluarga dandan permusuhan yang disebabkan kecemburuan antara dua istri tersebut.
d. Poligami Melebihi Empat Orang wanita
Tidak halal bagi seseorang yang telah beristri empat wanita menikahi wanita lagi. Keharaman ini berlangsung sampai ada yang mati atau dicerai salah satunya dan keluar dari masa iddahnya. Sebagaimana haram bagi laki-laki menikahi istri yang kelima, jika dibawahnya masih ada empatorang istri, haram pula menikahinya jika ia talak satunyadan masih dalam iddah , karena hukumnya ia masih menjadi isterinya.
e. Wanita yang Bukan Beragama Samawi
Tidak boleh menikahi wanita athies yang ingkar terhadap semua agama dan tidak beriman wujudnya tuhana. Demikian juga tidak boleh menikahi wanita yang beriman kepada agama selain agama samawi,seperti agama-agama yang diciptakan manusia seperti agama Majusi yang menyembah api, Watsaniyah yang mnyembah Berhala, Shabiah yang menyembah bintang-bintang dan benda-benda di langit,dan Hindu yang menyembah sapi. Demikian pula muslim tidak sah menikahi wanita yang dilahirkan dari campuran antara Kitabi dan Majusi, sekalipun bapaknya Kitabi karena memenangkan keharaman. Hikmah keharaman ini adalah membedakan antara muslim dan dan antara orang yang tidak beragama,karena tidak akan tercapai ketenangan dan kasih sayang sebagaimana yang dicita-citakan dalam pernikahan.
f. Wanita Murtad
Tidak boleh bagi seseorang menikahi wanita yang keluar dari agama islam, ia tdiak beragama karena tidak menetap pada agamnya. Ia bukan muslim karena karena ia tidak lebih sebagai orang kafir seperti warsaniyah(penyembah berhala). Ia tidak tergolong orang kafir karena masih ada hubungan dengan islam dan tidak tergolong orang murtad. Sebagaimna orang murtadtidak boleh menikahi wanita muslimah, ia tidaak boleh menikahi kitabiyah dan wanita murtadah sesamanya. Karena pernikahan itu mempunyai karakter dan berindikasi agama, orang murtad tidak beraga karena ia juga tidak berpendirian pada agamanya walaupun telah berpindah agama samawi lain.

E. THALAK(PENCERAIAN)
Menurut bahasa, talak berarti melapas tali dan membebaskan. Misalnya naqah thaliq (unta yang terlepas tanpa diikat). Menurut syar’, melepas tali nikah dengan lafal talak atau sesamanya. Menurut imam nawawi dalam bukunya Tahdzib, talak adalah tindakan orang terkuasai terhadap suami yang terjadi tanpa sebab kemudian memutus nikah.
1. Hukum Talak
Para ulama berbeda pendapat  tentang hukum talak. Pendapat yang lebih benar adalah makruh jika tidak ada hajat yang menyebabkannya, karena talak berarti kufur terhadap nikmat allah. Pernikahan itu adalah suatu nikmat dari beberapa nikmat allah, mengkufuri nikmat allah haram hukumnya. Talak tidak halal kecuali karena darurat, misalnya suami ragu terhadap perilaku istri atau hati sang suami tidak ada rasa tertarik pada istri karena allah maha membalikkan segala hati. Jika tidak ada hajat yang mendorong talak berarti kufur terhadap nikmat Allah Secara murni dan buruk adab terhadap suami,hukumnya makruh.
2. Rukun Talak
a. Pencerai
pencerai merupakan tindakan kehendak yang berpengaruh dalam hukum syara’. oleh karena itu penceraian dapat diterima apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu sebagai berikut:
Mukallaf
Ulama sepakat bahwa suami yang diperbolehkan menceraikan istrinya dan talaknya diterima apabila ia berakal,balig,dan berdasarkan pilihan sendiri. Tidak sah talak seseorang suami yang masih kecil,gila,mabuk dan tidur, baik talak menggunakan kalimat yang tegas maupun bergantung.
pilihan sendiri
Tidak sah talaknya orang yang dipaksa tanpa didasarkan kebenaran. Maksud tertupup disini orang yang terpaksa itu tertutup segala pintu,tidak dapat keluar melainkan harus talak. Adapun jika pemaksaan itu didasarkan kepada kebenaraan seperti kondisi keharusan talak yang dipaksakan oleh hakim,hukumnya sah karena paksaan ini dibenarkan. Selanjutnya, akan dijelaskan lebih terperinci.
b. Ungkapan Cerai(SHIQHAT TALAK)
1. Ungkapan Talak dengan Bahasa Jelas (Sharih)
Talak terjadi dengan segala sesuatu yang menunjukkan putusnya hubungan pernikahan,baik dengan menggunakan ucapan,tulisan yang ditunjukkan kepada istri, isyarat dari seseorang suami bisu, maupun dengan utusan.
2. Ungkapan Talak dengan Sindiran (Kinayah)
Suatu kalimat yang mempunyai arti cerai atau yang lain. Kalimatnya banyak dan tidak terhitung, tetapi berikut ini disebutkan beberapa contoh saja bukan berarti menjumlah hitungan. Ungkapan kata yang tidak berarti talak,tidak menyerupainya, dan tidak menunjukkan c,erai seperti perkataan seseorang kepada istrinya , misalnya duduklah,engkau cantik,semoga allah memberkahi engkau,dan sesamanya. Dengan menggunakan kata-kata tersebut tidak terjadi talak sekalipun berniat talak,karena kata-kata tersebut tidak ada kemungkinan di dalamnya makna talak. Andaikata dijatuhkan, talak hanya sekedar niat belaka.
Berikut ini beberapa contoh talak sindiran, misalnya engkau bebas, engkau terputus, engkau terpisah, melanggarlah, bebaskan rahimmu, pulanglah ke orangtuamu,talimuterhadapaku keanehanmu, jauhkanlah aku, pergilah, dan lain-lainnya.
3. Talak dengan Isyarat
Di sini akan saya sebutkan apakah terjadi talak dengan isyarat? Dan apakah isyarat ini tergolong talak yang jelas(sharih) atau talak sindiran(kinayah) jawaban ini tidak lepas dari dua hal, yaitu sebagai berikut:
a. Isyarat bagi orang bisu
Isyarat bagi orang bisu sebagai alat berkomunikasi. Ia menempati lafal dalam menjatuhkan talak. Jika ia memberi  isyarat yang menunjuk pada maksudnya yaitu menghentikan hubungan pasangan suami istri dan semua orang paham,maka talak itu SHARIH (jelas).jika isyarat itu tidak dapat dipahami melainkan orang-orang cerdassaja,ad dua pendapat;adakalanya sharih dan adakalnya kinayah.
b. Isyarat bagi orang yang dapat Berbicara
Ulama berbeda pendapat tentang isyarat orang yang dapat berbicara.Pertama, isyarat talak dari orang yang dapatberbicara tidak sah talaknya,karena isyarat yang diterima dan menempati ucapan bagi haknya orang bisu diposisikan karena darurat,sedangkan disini tidak ada darurat.
Kedua:isyarat orang yang dapat berbicara dikatagorikan talak sendirian(kinayah) karena secara global memberi pemahaman talak.
4. Talak dengan Tulisan
Talak dapat terjadi dengan tulisan walaupun penulis mampu berkata-kata. Sebagaimana suami boleh menalak istri dengan lafal atau ucapan,ia juga boleh menalak dengan tulisan.
Fuaqaha’ mensyaratkan bahwa tulisan itu hendaknya jelas dan terlukis. Maksudnya jelas adalah jelas tulisannya sehingga terbaca ketika ditulis di lembaran  kertas dan sesamanya. Maksudterlukis, tertulis ke alamat istri. Misalnya suami menulis menulis surat kepada istri: hai fulanah engkau tercerai’. Jika tulisan itu tidak dialamatkan kepada istri maka tidak tercerai kecuali dengan niat. Misalnya suami menulis di atas kertas :’Engkau tercerai atau istriku tercerai’. Tulisan tersebut ada kemungkinan tidak  bermaksud talak, tetapi hanya sebuah kaligrafi misalnya. Pendapat lain mengatakan,tulisan tersebut termasuk sharih, maka terjadilah talak.
5. Talak Bebas dan Bergantung
Shiqhat talak adakalanya bebas tidak terikat(manjizah), adakalanya bergantung (mu’allaq),dan adakalanya disandarkan pada maa yang akan datang. Shiqhat talak yang bebas adalah siqhat yang tidak bergantung pada syarat dan tidak disandarkan pada waktu yang akan datang. Ia  dimaksudkan oleh yang mengucapkannya terjadinya talak sekaligus, seperti ucapan suami: “engkau tertalak”. Hukum talak ini menjatuhkan talak seketika, kapan saja diucapkan oleh ahlinya dan padatempatnya.
Shiqhat talak bergantung adalah apa yang dijadikan suami untuk mencapai talak digantungkan pada syaratsuatu sifat. Seperti ucapan seorang suami kepada istri: ‘jika engkau pergi ke teater maka engkau tertalak”.
c. Shiqhat Talak pada Masa yang Akan Datang
Talak terkadang disandarkan pada masa yang akan datang dengan tujuan talak kapan waktu itu datang. Seperti perkataan suami kepada istrinya : Engkau tertalak besok atau besok Awal Tahun”. Talak terjadi besok atau pada awal tahun apabila wanita itu masih miliknya pada saat datangnya waktu yang disandari tersebut.
d. Persaksian Talak
Bertepatan bicara shiqhat, kami mempertanyakan,apakah perlu syarat persaksian pada talak? Jawabannya: Menurutnya pendapat jumhur fuqaha’ baik salaf maupun khalak menjatuhkan talak tidak perlu bukti atau saksi untuk melaksanaknnya haknya. Talak  ada semua bahwa persaksian itu wajib dan menjadi syarat sahnya talak adalah hak suami,allah jadikannya di tangan suami dan allah tidak jadikan hak pada orang lain.
Berbeda pendpat dengan fuqaha “syiah Imamiyah yang mengatakan bahwapersaksian itu menjadi syarat sahnya talak. Dan juga Ath-Thabarsi menyebutkan, bahwa lahirya persaksian dalam talak itu diperintahkan.diriwayatkan oleh ahli bait semua bahwa persaksian itu wajib dan menjadi syarat sahnya talak. Di antara sahabat yang berpendapat wajibnya saksi dan menjadi syarat sahnya talak adalah Ali bin Abi Thalib.
e. Pemberian Kekuasaan/Penyerahan Talak (kepada istri)
Sebagaimnana kami katakan bahwa talak itu di antara hak suami. Ia boleh mencerai istri sendiri dan boleh menyerahkannya pada wanita untuk menceraikan dirinya. Fugaha’ telah membicarakan yang kedua ini, misalnya seorang suami berkata kepada istri:’talaklah diri engkau sendiri jikaengkau mau’. Fuqaha juga menyebutkan contoh bentuk lain misalnya, “pilihlah dirimu urusanmu di tanganmu”.
Meraka berpendapat bahwa ungkapan kalimat: “pilihlah dirimu” dapat menjatuhkan talak, karena syra’ menjadikannya di antara shiqhat talak.

F. RUJU’ (RUJUK)
Rujuk berasal dari kata arab raj’ah yang berarti kembali. Dimaksud disini adalah kembali hiduo bersuami istri antara laki-laki dan perempuan yang melakukan pencaraian dengan talak raj’i selama masih dalam masa ‘iddh tanpa akad nikah baru.
a. Syarat-syarat rujuk
Rujuk dapat dilakukan suami apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Bekas isteri sudah pernah dicampuri. Dengan demikian penceraian yang terjadi antara suami isteri yang belum pernah berhubungan badan tidak memberikan hak rujuk kepada bekas suami.
2. Talak yang dijatuhkan suami tanpa pembayaran ‘iwadl dari pihak istri. Dengan demikian, apabila suami menjatuhkan talak atas permintaan istri dengan pembayaran ‘iwadl, baik dengan jalan khuluk atau terpenuhinya ketentuan-ketentuan taklil talak, tidak berhak merujuk bekas istri.
3. Rujuk dilakukan pada waktu bekas istri masih dalam masa ‘iddah. Dengan demikian apabila masa ‘iddah telah habis, maka hak suami merujuk istri menjadi habis pula
4. Persetujuan istri yang akan dirujuk. Syarat ini sejalan dengan prinsip su ka rela dalam perkawinan.

b. Pelaksaan Rujuk
Jumhur fuqada memandang sah rujuk yang dilakukan dengan perbuatan tanpa kata-kata apapun juga, misalnya dengan jalan mengumpuli jalan bekas istri atau dengan perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan antara suami istri. Menurut pendapat imam syafi’i, rujuk harus dilakukan dengan pernyataan lisan dari bekas suami kepada istri. Sejalan dengan adanya syarat persaksian dalam talak,dalam hal rujuk harus dipersaksian. Imam syafi’i berpendapat bahwa persaksian dalam talak hukumnya sunat, tetapi dalam rujuk hukumnya wajib.
Pelaksanaa rujuk di indonesia telah diatur amat rapii dalam aturan peraturan menteri agama nomor3 tahun 1975 tentang kewajiban pegawai pencatatnikah dan tat kerja pengadilan agama,bab X1 pasal 32,33dan 34. Peraturan menteri agama tersebut antaralain menentukan bahwa rujuk dilakukan dengan persetujuan istri dihadapan pegawai pencatat Nikah atau P3.NTR.dari ketentuan ini saja,menurut hukum yang berlaku di indonesia, rujuk harus dilakukan secaralisan oleh suami dengan persetujuan istri di dalam saksi-saksi yang terdiri dari Para Pegawai Pencatat nikah atau P.3NTR

c. Hak ruju
Menurut ketentuan QS.al-baqarah:228, yang mempunyai hak rujuk  adalah suami,sebagai imbangan hak talak yang dipunyainya.

G. MENGASUH ANAK (HADLANAH)
Hadhanah berasal dari kata hadlanayang disamping atau di bawah ketiakak. Dimaksud didini adalah mendidik atau merawat seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena mereka tidak bisa mengerjakan keperluan sendiri.

a. Yang lebih berhak Mengasuh
Apabila perceraian terjadi antara suami istri yang telah berketurunan,pihak yang berhak mengasuh anak pada dasarnya adalah istrinya, ibu dari anaknya. Apabila ibu anak tidak ada, yang berhak adalah neneknya, yaitu ibu dari ibu anak dan seterusnya ke atas. Apabila dari pihak ibu tidak ada, hak mengasuh beralih kepada ibu ayah dan seterusnya ke atas.
Apabila keluarga gariis vertikal tersebut tidak ada berpindah kepada keluarga hubungan horizontal, yaitu saudara perempuan kandung, kemudian saudara perempuan seibu,kemudian saudara perempuan seayah, kemenakan (anak perempuan saudara perempuan kandung, kemudia anak perempuan saudara perempuan ibu).urutan berikutnya, apabila kemenakan-kemenakan tersebut tidak ada,hak hadlanah berpindah kepada bibi kandung (saudara saudara kandungan ibu), kemudian bibi seibu, kemudian bibi seayah. Apabila bibi itu tidak ada, maka berpindah
kepadakemenakan (anak perempuan saudara perempuan seayah). Dan seterusnya.

b. Syarat-syarat Hadhanah
Ibu atau penggantinya yang dinyatakan lebih berhak mengasuh anak itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Berakal sehat
2. Baliqh
3. Mampu mendidik
4. Dapat dipercaya dan berakhlak mulia
5. Beragama islam

c. Biaya Mengasuh anak
Biaya mengasuh anak dibebankan kepada ayah anak. Segala sesuatu yang diperlukan anak diwajibkan kepada ayah untuk mencukupannya. Apabila ibu yang mengasuh tidak mempunya tempat tinggal, maka ayah harus menyediakannya, agar ibu dapat mengasuh anak dengan sebaik-baiknya. Apabila untuk keperluan asuhan yang baik diperlukan pembantu rumah tangga, maka jika ayah memang mampu diwajibkan menyediakan pembantu rumah tangga itu. Jika anak masih dalam masa menyusu,dan untuk dapat menyusui anak dengn baik ibu memerlukan makanan sehat, obat-obat vitamin dan sebagainya, maka semuanya itu menjadi beban ayah. Apabila anak sudah waktunya masuk sekolah, maka biaya pendidikan itu menjadi tanggungan ayah juga.
d. Berakhirnya masa asuhan
Hak ibu mengasuh anak berakhir apabila anak telah mencapai umur tujuh tahun.pada umur ini anak disuruh memilih, apakah akan ikut ibu teru atau akan ikut ayah. Satu hal yang perlu diperhatikan, siapapun yang akhirnya dipilih untuk diikuti, keberhasilan pendidikan agar menjadi tanggung jawab bersama ayah dan ibunya. Segala sesuatu harus dimusyawarahkan bersama, perceraian ayah ibu jangan sampai berakibat si anak menjadi korban. Kepada anak jagan sekali-kali di tanamkan rasa benci kepada orang tua , ibu tidak boleh memburukkan nama ayah di depan anak, ayahpun jangan memburukkan nama ibu di depan muka anak. Anak yang mengikuti ayah jangan sampai dipisahkan sama sekali dari ibunya dan anak yang ikut ibu jangan sekali-kali sampai terpisah hubungan dari ayahnya.

H. MAWARIS
1.  Pengertian mawaris
Kata mawaris secara etomologis adalah bentuk jamak dari kata tunggal mirats artinya warisan. Mawaris juga disebut faraid, bentuk jamak dari kata faridah.kata ini berasal dari kata farada yang artinya ketentuan, atau menentukan.
Dengan demikian kata faraid atau faridah artinya adalah ketentuan-ketentuan tentang sia-siapa yang termasuk ahli waris yang berhak mendapatkan warisan, ahli waris yang tidak berhak mendapatkannya.
Jadi mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima warisan, siapa-siapa yang tidak berhak menerima warisan, serta bagian-bagian tertentu yang diterimanya, dan bagaimana cara penghitungannya.
           2. Hukum kewarisan sebelum islam dan perkembangannya
Menurut masyarakat jahiliyah, ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisan dari keluarganya yang meninggal, adlah mereka yang  laki-laki, berfisik kuat, dan memiliki kemampuan untuk menganggul senjata dan mengalahkan musuh dalam setiap peperangan. Kepentingan suku (qabilah) menjadi sangat diutamakan. Karena dari prestasi dan eksisten sukunya itulah, martabat seseorang sebagai anggota suku dipertaruhkan.
Konsekuensinya adalah, anak-anak baik laki-laki maupun perempuan dilarang dan tidak diberi hak mewarisi harta peninggalan keluarganya. Mereka tidak bisa menghargai kaum perempuan yang nantinya menurut perspektif Al-Qur’an,mempunyai kedudukan sederajad dengan laki-laki. Bagi mereka, kaum perempuan tidak ubahnya bagaikan barang, bisa diwariskan dan diperjualbelikan, bisa dimiliki dan dipindah-pindahkan.
3.Sumber-sumber hukum kewarisan islam
a. Al-Qur’an
Isinya menghapus ketentuan-ketentuan hukum masa Jahiliyah dan ketentuan yang berlaku pada-pada masa awal islam. Rinciannya dapat ditegaskan:
Menghapuskan ketentuan bahwa penerima warisan adalah kerabat yang laki-laki dan dewasa saja.
Penghapusan ikatan persaudaraan antara golongan Muhajirin dan Ansar sebagai dasar mewarisi melalui QS. Al-Ahzab: 6.
Penghapusan pengangkatan anak yang diperlukan sebagai anak kandung swbagai dasar pewarisan.
b. Al-Sunnah
Riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim atau sering disebut dengan istilah muttafaq ‘alaih.
Riwayat al-Bukhari dan Muslim
Riwayat dari Sa’ad ibn Abi oleh al-Bukhari dan Muslim tentang batas maksimal pelaksanaan wasiat.
c. Al-ijma’
Yaitu kesepakatan kaum muslimin menerima ketentuan hukum warisan yang terdapat didalam Al-Qur’an dan al-Sunnah, sebagai ketentuan hukum yang harus dilaksanakan dalam upaya mewujudkan keadilan dalam masyarakat.
d. Al-ijtihad
Yaitu pemikiran sahabat atau ulama yang memiliki cukup syarat dan kriteria sebagai mujtahid, untuk mrnjawb persoalan-persoalan yang muncul, termasuk didalamnya tentang persoalan pembagian warisan.
4.Syarat dan rukun pembagian warisan
Adapun rukun pembagian warisan ada tiga, yaitu:
a. Al-mawaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan hartanya.
b. Al-waris atau ahli waris, yaitu orang yang ditanyakan mempunyai hubungan kekerabatan baik karena darah, hbungan sebab perkawinan, atau karena akibat memerdekakan hamba sahaya.
c. Al-maurus atau Al-miras, yaitu harta peninggalan simati telah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat di simpulkan bahwa Munakahat disebut juga dengan pernikahan, jadi pernikahan adalah  Seseorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat islam. Di dalam mukahat terdapat beberapa bagian yaitu
1. Khitbah (meminang)
2. Nikah
3. Al-muharraman (wanita-wanita yang diharamkan)
4. Thalak (perceraian)
5. Rujuk
6. Mengasuh anak
7. Mawaris
B. Kritik dan Saran
Diharapkan kepada pembaca dapat memahami makalah ini dan dapat  mengembangkan lebih sempurna lagi, kritik dan saran sangat kami harapkan, agar dalam penyelesaian makalah ini bisa memperbaiki diri dari kesalahan, atas partisipasinya kami ucapkan trimaksih.


DAFTAR PUSTAKA
Abdul aziz muhammad azzam dan abdul wahhab sayyed hawwas,fiqh munakahat,  Jakarta: imprin bumi aksara, 2009.
Ahmad Robiq, FIQH MAWARIS,Jakarta: raja grapindo persada, 2001.
Hamid sarong,hukum perkawinan islam di indonesia, Banda aceh: PeNA, 2010.
Totok Jumantoro, kamus ushul fiqh, Jakarta: sinar gravika, 2005