BAB V
LANDASAN SOSIAL BUDAYA
Sumber. Google-image |
Sosial mengacu kepada hubungan antarindividu, antarmasyarakat, dan individu dengan masyarakat. Unsur sosial ini merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu, aspek sosial melekat pada diri individu yang perludikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar menjadi matang. Di samping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak dalam upaya mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan.
Bagaimana dengan aspek budaya? Sama halnya dengan sosial, aspek budaya inipun sangat berperan dalam proses pendidikan. Malah dapat dikatakan tidah ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Dengan demikian budaya tidak pernah lepas dari proses pendidikan itu sendiri.
Bab ini membahas landasan sosial budaya dalam pendidikan. Uraiannya diatur secara berturut-turut dan (1) sosiologi dan pendidikan, (2) kebudayaan dan pendidikan, (3) masyarakat dan sekolah, (4) masyarakat indonesia dan pendidikan, dan (5) implikasi konsep pendidikan.
- Sosiologi dan pendidikan
Ada sejumlah definisi tentang sosiologi, namun walaupun berbeda-beda bentuk kalimatnya, semuanya memiliki makna yang mirip. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi, sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.
Sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai uraian berikut:
- Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
- Teoretis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
- Komulatif, sebagai akibat dari perciptaan terus-menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori-teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori-teori yang lebih baik.
- Nonetis, kerena teori itu menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu-individudi dalamnya, menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Sejalan dengan lahirnya pemikiran tentang pendidikan kemasyarakatan, maka pada abaad ke-20 sosiologi memerankan peranan penting dalam dunia pendidikan. Dalam bab landasan sejarah telah dijelaskan bahwa akibat aliran liberalisme dan positivisme manusia di dunia tidak pernah merasa hidup damai, yang merangsang munculnya aliran kemasyarakatan dalam pendidikan. Aliran ini berusaha membuat manusia bisa merasa tenang melalui pendidikan. Ini berarti proses pendidikan harus diubah.
Pendidikan yang diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini ialah proses pendidikan yang bisa mempertahankan dan meningkatkan kesehatan hidup dalam pergaulan manusia. Untuk mewujutkan cita-cita pendidikan sangat membutuhkan bantuan sosiologi. Konsep atau teori sosiologi memberi petunjuk kepada guru-guru tentang bagaimana seharusnya mereka membina para siswa agar memreka memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman. Para guru dan pendidik lainnya akan menerapkan konsep sosiologi dilembaga pendidikannya masing-masing.
Salah satu bagian sosiologi yang dapat dipandang sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan ini membahas sosiologi yang terdapat pada pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi: (1) interaksi guru-siswa, (2) dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah, (3) struktur dan fungsi sistem pendidikan, dan (4) sistem-sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.
Sosiologi dan sosiologi pendidikan saling terkait. Mari kita lihat bagaimana bagian-bagian sosiologi memberi bantuan kepada pendidikan dalam wujud sosiologi pendidikan. Pertama-tama adalah tentang konsep proses sosial, yaitu suatu cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Proses sosial atau sosialisasi ini menjadikan seseorang atau kelompok yang belum tersosialisasi atau masih rendah tingkat sosialnya menjadi tersosialisasi atau sosialisasinya semakin meningkat. Dia atau mereka semakin kenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak lain, dan sebagainya.
Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh faktor-faktor berikut:
1. Imitasi
2. Sugesti
3. Identifikasi
4. Simpati
Proses sosial bisa terjadi karena salah satu dari faktor di atas atau gabungan beberapa daripadanya.
Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Kalau anaknya meniru orangtuanya atau gurunya berpakaian rapi, maka anak ini sudah mensosialisasi diri secara positif baik terhadap orang tuanya maupun terhadap gurunya. Tetapi kalau anak meniru orang-orang lain meminum minuman keras, maka ia melakukan sosialisasi negatif, ia masuk kekelompok orang-orang yang minum minuman keras.
Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas. Sugesti ini memberi jalan bagi anak itu untuk mensosialisasi dirinya. Namun kalau anak terlalu sering mensosialisasi lewat sugesti dapat membuat daya berpikir yang rasional terhambat.
Seorang anak dapat juga mensosialisakikan dirinya lewat indentifikasi. Ia berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun dibawah sadar. Seorang anak bisa saja mengidentifikasi gurunya dalam lompat tinggi sebab guru itu juara dalam lompat tinggi. Atau anak lain akan mengidentifikasi guru pitri yang cantik. Anak ini ingin secantik gurunya, paling sedikit dalam caranya berdandan.
Simpati adalah faktor terakhir yang membuat anak mengadakan proses sosial. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Faktor perasaan memegang peranan penting dalam simpati. Sebab itu hubungan yang akrap perlu dikembangkan antara guru dengan peserta didik agar simpati itu mudah muncul, sosialisasi mudah terjadi, dan anak-anak akan tertib mematuhi peraturan-peraturan kelas dalam belajar.
Keempat faktor tersebut diatas yang mendasari sisialisasi anak-anak adalah merupakan suatu tingkatan keterlibatan hati anak-anak dalam mengadakan proses sosial. Hati mereka paling terlibat adalah pada faktor terakhir yaitu simpati. Proses sosial ini ada kalanya disebabkan atau didasari oleh salah satu atau beberapa faktor itu, tetapi sering pula terjadi didasari oleh keempat faktor itu secara berturut-turut mulai dari imitasi sampai dengan simpati.
Untuk memudah terjadi sosialisasi dalam pendidikan, maka guru perlu menciptakan situasi, terutama pada dirinya sendiri, agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul pada diri anak-anak. Begitu halnya dengan kondisi kelas, perlu dibina dengan baik agar sosialisasi anak-anak tidak terhambat.
Coleman (1984) menulis bahwa suatu yang terpenting fungsi sekolah ialah memberikan dan membangkitkan kebutuhan sosial dan rekreasi. Kebutuhan rekreasi di sini membuat anak-anak merasa gembira, antusias, dan tidak merasa dipaksa datang kesekolah. Perasaan seperti ini bertalian erat dengan perasaan sosial. Sudah tentu hal ini membuat mereka senang dan puas belajar disekolah. Untuk Melanjutkan Klik http://irmansiswantoaceh.blogspot.co.id/2015/12/lanjutan-resume-landasan-sosial-budaya.html
loading...