Learn from experience

BELAJAR.NET-"Life is a journey to be experienced, not a problem to be solved".

Grateful Every Time

BELAJAR.NET-"Do something today that your future self will thank you for".

the Road to Success

BELAJAR.NET-"Work hard in silence. Success be your noise"..

Learning Without Limits

BELAJAR.NET-"Don't stop learning because life doesn't stop teaching"

Focus on What you Want

BELAJAR.NET-"Your time is limited, so don't waste it living someone else's life".

Sejarah Perkembangan Fiqh


1.         PENGERTIAN USHUL FIQH.
Ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah,hukum-hukum dasar tentang manusia yang sudah dewasa dsn berakal sehat.
·      Pengertian ushul fiqh menurut yova adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah, hukum-hukum dasar tentang manusia yang sudah dewasa dan berakal sehat.
·      menurut husna reva yanti adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah,teori-teori,sumber-sumber yang ada pada islam.


2.         PENGERTIAN FIQH
Fiqh menurut bahasa adalah  berarti paham atau tahu.menurut istilah,berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syar’a yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang di peroleh dari dalil-dalil tafsil(jelas).
·      menurut yova adalah berarti paham atau tahu,berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang di peroleh dari dalil-dalil tafsil(jelas).
·      menurut husna reva yanti adalah suatu ilmu pengetahuan tentang islam yang berkenaan dengan perbuatan manusia.
 3.    SEJARAH PERKEMBANGAN FIQH
A.      periode rasulullah
1.        massa mekkah dan madinah
 periode ini dimulai sejak di angkatnyamuhammad SAW. Menjadi nabi dan rasul sampai wafatnya.periode ini singkat,hannya sekitar 22tahun dan beberapa bulan saja.akan tetapi sangat menentukan,pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu fiqh selanjutnya berat sekali.masa rasulullah inilah mewariskan nash-nash hukum baik dari Al-QUR’AN maupun Al-sunnah,mewariskan prinsip-prinsip hukum islam baik yang tersurat dalam dalil-dalil kulli maupun yang tersirat dari semangat dari Al-Qur’an dan Al-sunnah.
 Periode rasulullah ini di bagi dua macam yaitu;massa maekkah dan massa madinah.pada massa mekkah,di arahkan untuk memperbaiki akidah,karena akidah inilah yang mendasi ponfasi hidup.oleh karena itu,dapat kita pahami bahwah apabila rasulullah pada massa itu memulai dakwahnya dengan mengubah keyakinan masyarakat yang musyrik menuju  masyarakat yang beraqidah tauhid,membersihkan  hati dan menghiasi diri dengan al-akhlaq al-karimah,masa mekkah ini di mulai sejak  diangkatnya muhammad rasulullah Saw menjadi  rasul sampai beliau hijjrah ke madinah yaitu kurang lebih dua belas tahun lebih.[1]


2.Sumber hukum masa rasulullah.
a. Al-Qur’an
              Al-Qur’an di turunkan kepada rasulullah tidak sekaligus.berbeda dengan turunnya taurat kepada nabi musa.Al-Qur’an turun sesuai dengan kejadian/peristiwa dan kasus-kasus tertentu dan menjelaskan hukum-hukumnya,memberikan pertanyaan-pertanyaan atau jawaban terhadap permintaan.
  Contoh kasus seperti;larangan menikahi wanita musyrik.peristiwa berkenaan dengan martsad al-Ganawi yang meminta izin kepada nabi untuk menikahi wanita musyrikah,maka turun ayat:
‘’dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,sebelum mereka beriman’’.(Al-Baqarah:221)
Adapun untuk memberi jawaban atau fatwah,misal nya dalam ayat-ayat:
’mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan’’.(al-Baqarah:215)
‘’dan mereka bertanya kepadamu tentang haid’’.(al-Baqarah:222)
‘’mereka bertanya kepadamu tentang apa yang di halalkan kepada mereka’’.(al-Maidah:4)
‘’dan mereka meminta fatwah kepadamu tentang para wanita,katakanlah;allah memberi fatwah kepada mereka tentang wanita-wanita’’.An-Nisa:127).
               Pada umumnya hukum-hukum dalam Al-qur’an bersifat kulli dan bersifat umum,demikian pula dalalahnya(penunjukannya) terhadap hukum kadang-kadang bersifat qath’i yaitu jelas dan tegas,tudak bisa di tafsirkan lain.dan kadang-kadang bersifat dhaniyaitu memungkinkan terjadinya beberapa penafsiran.
b.Al-sunnah
               seperti telah di uraikan dalam bab-bab tedahuluAl-sunnah menjelaskan tentang hukum-hukum yang telah di jelaskan di Al-qur’an.seperti shalat di jelas kan cara-cara nya di dalam sunnah.di samping itu juga penguat bagi hukum-hukum yang telah di terapkan di dalam Al-qur’an.ada pula hadits yang memberi hukum tertentu,sedangkan prnsip-prinsipnya telah di terapkan dalam Al-Qur’an.
              Penjelasan rasulullah tentang hukum ini sering di nyatakan dalam perbuatan rasulullah sendiri,atau dalam keputusan-keputusannya dan kebijaksanaannya ketika menyelesaikan satu kasus,atau karena menjawab pertanyaan hukum yang di ajukan kepadanya,bahkan bisa terjadi karena diamnya rasulullah dalam menghadapi perbuatan sahabat yang secara tidak langsung menunjukkan kepada perbuatan tersebut.[2]


c.Ijtihad pada masa rasulullah
                  pada zaman rasulullah pun ijtihad itu di lakukan oleh rasulullah dan juga para sahabat ,bahkan ada kesan rasulullahmendorong para sahabat nya untuk berijtihad seperti kesan rasulullah mendorong para sahabatnya untuk berijtihad seperti terbukti cara rasulullah sering bermustawarah dengan dan para sahabatnya dan juga dari kasus muadz bin jabal yang di utus ke yunan.hanya saja ijtihad pada zaman rasulullah ini tidak seluas pada zaman rasulullah,karena banyak permasalahan-permasalahan  yang di tanyakan kepada rasulullah kemudian di jawab dan di selesaikan oleh rasulullah sendiri.
                 Ijtihad rasulullah dan pemberian izin kepada para sahabat untuk berijtihat untuk memberikan hikmah yang besar karena:’’memberikan contoh bagaimana cara beristinbat dan memberikan latihan kepada para sahabat bagaimana cara penarikan hukum dari dalil-dalil yang kulli,agar para ahli hukum islam (para fuqaha)sesudah beliau dengan potensi yang ada  padanya bisa memecahkan masalah-masalah baru dengan mengembalikannya kepada prinsip-prinsip di dalam al-qur’an dan al-sunnah.
B.Periode sahabat
               Pada masa ini dunia islam sudah meluas,yang mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang timbu,oleh karena itu tidak mengherankan apabila periode para sahabat ini di bidang hukum di tandai dengan penafsiran para sahabat dan ijtihadnya dalam kasus yang tidak ada nash-nya.di samping itu juga  terjadi hal-hal yang tdak menguntunkan yaitu pecahnya masyarakat islammenjadi beverapa kelompok yang bertentangan secara tajam.yang menurut ameer Ali,pada hakikatnya:’’permusuhan suku dan permusuhan padang pasir yang di kobarkan oleh perselisihan di nasti’’.
              Perselisihan suku itu memang ada pada zaman jahiliah,kemudian pada zaman rasulullah di netralisasi dengan konsep dan pelaksanaan ukhuwah islamiyah.periode ini di mulai sejak wafatnya rasulullah SAW .sampaiakhir abad pertama hijrah.
1.Sumber Hukum
             Pada periode sahabat ini ada usaha positif yaitu terkumpulnya ayat-ayat a;-qur’an dalam satu mushaf.ide untuk mengumpulkan ayat-ayat al-qur’andalam satu mushaf datang dari umar bin khattab,atau dasar karena banyak para sahabat yang banyak hafal al-qur’an gugur dalam perperangan.ide ini di sampaikan umar kepada abu bakar  pada mulanya abu bakar menolat saran tersebut ,karena hal tersebut tidak pernah  di lakukan oleh rasulullah tetapi pada akhirnya abu bakar menerima ide yang baik dari Umar ini. Maka beliau menugaskan Zaid bin Thabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-qur’an yang terpencar-pencar tertulis dalam pelepah-pelepah kurma,kulit-kulit binatang,tulang-tulang dan yang di hafal para sahabat.mushaf ini di simpan pada abu bakar,kemudian setelah Umarmeninggal di simpan pada Hafshah binti umar.kemudian pada zaman usman bin afwan,Usman meminjam mushaf  yang ada pada hafsah kemudian kemudian menugaskan lagi kepada zaid bin tsabit untuk memperbanyak dan membagikannya ke daerah-daerah islam yaitu ke madinah,mekkah,kuffah,basrah dan damaskus,mushaf itulah yang sampai pada kita sekarang.[3]
            Adapun hadits pada masa ini belum terkumpul dalam satu kitab memang pekerjaan lebih sulit mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an karena:Ayat-Ayat Al-Qur’an waktu nabi meninggal telah                             tertulis,hannya ,masih berpencar-pencar belum disatukan,nabi selalu meminta untuk menuliskan Al-Qu’an dan melarang menuliskan hadits.dengan demikian tidak akan tercampur antara ayat Al-Qur’an dan Hadits.di samping itu Al-Qur’an  banyak di hafal oleh para sahabat.bahkan banyak sahabat yang hafal keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an.
          tidak tertulisnya dan tidak terkumpulnya hadits dalam satu mushaf pada permulaan islam, maka para ulama-ulama islam pada periode selanjutnya harus meneliti keadan perawi hadits dari berbagai segi,sehingga menimbulkan berbagai hadits serta muncul ilmu muthalah hadits.akibat lain adalah timbulkan berbeda dalam menanggapi satuhadits tertentu.
2.Ijtihad sahabat
Seperti telas di jelaskan masa para sahabat ini islam telah menyebar luas misalnya ke negri persia,irak,syam,dan mesir.negara-negara tersebut telah memiliki kebudayaan yang tinggi,mempunyai adat-adat kebiasaan tertentu,peraturan-peraturan dan ilmu pengetahuan.bertemunya islam di luar jazirah arab ini mendorong pertemuan fiqh islam pada periode-periode selanjutnya.bahkan mendorong ijtihad para sahabat.seperti misalnya pada kasus usyuur(bea masuk barang-barang impor),tanah-tanah yang luas dikuasai di jadikan tanah khardj.kasus mualaf dan lain-lain pada zaman umar bin khatab.
           Adapun cara berijtihad para sahabat adalah pertama –tama di cari nash nya dalam Al-Qur’an,apabila tidak ada,di cari di dalam hadits.apabila tidak di temukan baru berijtihad dengan bermusyawarah dengan sahabat.inilah bentuk ijtimak jama’i,apabila mereka bersepakat terjadilah ijma sahabat.keputusan musyawarah ini kemudian menjadi pegangan umat secara formal.khalifah umar bin khattab mempunyai mempunyai dua cara musyawarah yaitu:’’musyawarah yang bersifat khusus dan musyawarah yang bersifat umum’’,musyawarah yang bersifatkan khusus beranggotakan para sahabat muhajirin dan anshor,yang berupa musyawarah yang masalah-masalah yang berkaitan dengan musyawarah pemerintahan.adapun musyawarah yang bersifat umum di hadiri oleh seluruh penduduk madinah yang di kumpulkan di mesjid,yaitu apabila ada masalah yang sangat penting  seperti kasus tanah di irak yang di jadikan tanah khardj.
           Walaupun demikian tidak menutup adanya kemungkinan ijtihad para sahabat-sahabat yang sifatnya pribadi,tidak berkaitan langsung dengan kemasalahatan umum mereka menanyakan masalahnya kepada seseorang ke[ada sahabat nabi dan di beri jawabannya.dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kemasalahatan umum dan dengan ijtihad fardi dalam hal-hal yang bersifat pribadi.untuk bentuk ijtihad fardi ada kemungkinann terjadi perbedaan pendapat di kalangan para sahabat,sebab.
         Petama;tidak semua ayat Al-Qur’an dan Sunnah itu Qath’i dalalahnya atau petunjuknya kepada maksud tertentu,sehingga memberikan kemungkinan penafsiran-penafsiran yang berbeda.
          Kedua;hasits belum terkumpul dalam satu kitab tertentu dan tidak semua sahabat hafal hadits.
  Ketiga;mikieu dimana para sahabat berdomisili tidaklah sama.keperluannya berbeda-beda dan kemaslahatannya judga bisa berlainan.

SEJARAH PERKEMBANGAN FIQH DAN USHUL FIGH
Setiap ilmu mengalami pertumbuhan  dan perkembangan,tidak terkecuali dengan ilmu ushul figh.banyak orang bertanya tentang peletak dasar ilmu ushul fiqh.Cik Hasan Bisri pun bertanya tentang siapa yang menciptakan kaidah-kaidah ushul fiqh itu?siapa yang mula-mula menggunaunkaidah al-ashl fi al-amr lilwjub?pertanyaan tersebut menunjukkan dua hal,yaitu:(1)banyak orang yang belum mengetahui peletak dasar ushul fiqh dan pencipta berbagai kaidahnya;(2)banyak orang yang ingin mengetahui jawabannya agar jika ada yang menanya perihal yang sama,ia mampu menjawabnya.
Rachmat syafi’i[4]mengatakan bahwa benih-benih ushul fiqh sudah ada sejak zaman rasulullah SAW.dan sahabat.masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqh,seperti ijtihd,qiyas.nasakh,dan takhsis  sudah ada pada zaman rasulullah dan sahabat.[5] sebagai mana sejak zaman rasulullah SAW. Sudah ada ijtihad.salah satu hadit yang populer tentang ijtihad adalah penggunaan ijtihad yang di lakukan oleh Muadz ibnu jabal.[6]konsekuensi dari ijtihad ini adalah qiyas,karena penerapan ijtihad dalam persoalan-persoalan yang bersifat juz’iyah harus dengan qiyas.
1.       Tahap Awal (abad ke-3H)
Pada abad ke 31-H,di bawah pemerintahan abbasyiah,wilayah islam semakin meluas di bagian timur. Khalifah –khalifah abbasyiah yang berkuasa  dalam abad ini adalah Al-Mutawakkil (w.218 H),Al-Mu’tashim(w.227 H),Al-wasiq(w.232 H),dsan Al-Mutawakkil(w.247 H), pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah di kalangan islam,yang dimulai sejak masa pemerintahan khalifahAr-rasyid.kebangkitan pemikiran pada masa ini di tandai dengan timbulnya semangat pada penerjemahan dikalangan ilmuan muslim.buku-buku filsafat yunani di terjemahkan dalam bahasa arab,kemudian di berikan penjelasan (syarah).di samping itu,ilmu-ilmu keagaman juga berkembang dan semakin meluas objek pembahasannya.hampir di katakan bahwah tidak ada ilmu keislaman yang berkembang sesudah Abbasyiah,kecuali yang telah di rintis atau di letakkan dasar-dasarnya pada zaman dinasti Abbasyiah ini.
Salah satu hasil dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan islam ketika itu adalah berkembang nya bidang fiqh,yang pada gilirannya mendorong untuk di susunnya metode berfikir fiqh yang di sebut ushul fiqh.



2.       Tahap perkembangan (Abad ke-4 H)
Abad ke 41-H hijriyah merupakan abad permulaan kelemahan di nasti abbasyiah dalam bidang politik.pada abad ini,di nasti abbasyiah terpecah-pecah menjadi daulah-daulah kecil yang masing-masing di pimpin oleh seorang sultan.namun demikian,kelemahan bidang politik ini tidak memengaruhi perkembangan semangat keilmuan di kalangan para ulama ketika itu.bahkan,ada yang mengatakan bahwah perkembangan keislaman pada abad ke-4 H ini jauh lebih maju di bandingkan dengan masa-masa sebelumnya.hal ini antara lain di sebabkan oleh masing-masing pengembangan.
3.       Tahap penyempurnaan (abad ke-5-6 H)
    Kelemahan politik di baqdad,di tandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil,membawa arti bagi         perkembangan peradaban dunia islam,peradaban islam tidak lagi terpusat di baqhdat,tetapi juga di kota-kota  seperti kairo,bukhara,gahznah,dan markusy,hal itu di sebabkan adanya perhatian besar dari para sultan,raja-raja penguasa daulah-daulah kecil yang tehadap perkembangan ilmu dan peradaban.[7]
Salah satu dampak dari perkembangan itu ialah kemajuan di bidang ilmu ushul fiqh yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mendalaminya;antara lain Al-abqilani,Al-Qahdhi abd jabar,abd al-wahab al-baqhdadi,abuzayd ad-dabusy,abu hu al-ghazali,dan lain-lain.mereka itulah pelopor keilmuan islam pada zaman itu.para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti metode jejak mereka untuk mewujudkan aktivitas ilmiah dalam bidang ushul fiqh,itulah sebabnya,pada zaman itu,generasi islam di kemudian hari semakin menunjukkan minatnya pada produk-produk ushul fiqh dan menjadi sebagai sumber pemikiran.
1.       definisi fiqh pada abad 1(pada masa sahabat)
definisi pada masa ini ialah ilmu pengetahuan yang tidak mudah di ketahui oleh masyarakat umum.sebab untuk fiqh atau ilmu fiqh hannya dapat di ketahui oleh orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang mendalam sehingga mereka bisa membahas dengan meneliti buku-buku yang besar dalam masalah fiqh.[8]mereka inilah yang di sebut liyatafaqqahufiddin yaitu untuk mereka yang bertafaqquh dalam agama islam.
Sabda Nabi SAW.yang berbunyi
‘’Barang siapa yang di kehendaki allah akan di berikan kebaikan dan keutamaan niscaya diberikan kepadanya faham mendalam dalam agama’’.
(HR.Bukhari dan Muslim).                         




2.       definisi figh pada abad II(masa telah lahirnya mazhab-mazhab)
pada abad ll ini telah lahir pemuka-pemuka mujtahid yang mendirikan mazhab-mazhab yang terbesar di kalangan umat islam,pengertian/definisi fiqh waktu itu diperkecil skopnya,yaitu untuk membahas satu cabang ilmu pengetahuan dari bidang-bidang ilmu agama.maka lafaz fiqh di khususkan untuk nama dari hukum-hukum yang di petik dari kitabullah dan sunnatur rasul.
3.       definisi fiqh menurut ahli ushul dari ulama-ulama
Definisifiqh menurut ulama-ulama hanafiah ialah:
Artinya:
‘’ibnu yang menerangkan segala hak dan kewajiban berhubung dengan amalan para mukallaf’’.[9]
4.       definisi fiqh yang di kemukakan oleh pengikut-pengikut imam syafi’i ialah:

Artinya:
 ‘’ ilmu yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan perbuatan para mulallaf yang di gali(diistinbatkan)dari dalil-dalil yang jelas(tafshily)’’.
5.       Definisi fiqh menurut ibnu khaldun,dalam muqaddimah al mubtada wal khabar ialah:
Artinya:
‘’fiqh ialah ilmu yang dengannya di ketahui segala hukum allah yang berhubungan dengan segala pekerjaan mukallaf baik yang wajib,nadb,makruh dan yang harus (mubah)yang di ambil (diistinbatkan)dari al-kitab dan as-sunnah dan dari dalil-dalil yang telah di tegas kan syara.apabila di keluarkan hukum-hukum dengan jalan ijtihad dari dalil-dalilnya,maka yang di keluarkan itu di namai ‘’fiqh’’.
6.       Definisi fiqh menurut jalalul malali,sebagai berikut:

Artinya:
‘’ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’yang berhubungan dengan amaliyah yang di usahakan memperolehnya dari dalil-dalil yang jelas(tafshill)’’.

7.       Definisifiqh menurut Al-imam ibnu hazm
8.       Definisi ijtihad islam(ulama) lainnya mengemukakan definisi fiqh:

Artinya:‘’suatu ilmu yang dengan ilmuitu kita mengetahui hukum-hukum syara’yang amaliyah yang di peroleh dari dalil-dalilnya yang secara rinci’’
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli,ilmu fiqh, ( jakarta : kencana,2006 )
Beni ahmad saebeni,fiqh dan ushul fiqh, (jakarta : CV pustaka setia,2008)
Ibd’
Salah seorang guru besar,ushul figh, (fakultas syari’i dan hukum UIN sunan gunung pjati bandung )
Abu daud,ushul fiqh,(jakarta : mutiara,2005 )


[1] Dzajuli ilmu fiqh dan ushul fiqh,(jakarta,kencana 2006)hal. 139.
[2] Dzajuli ilmu fiqh dan ushul fiqh (jakarta,kencana 2006) hal. 141.
[3] Dzajuli ilmu fiqh dan ushul fiqh (jakarta,kencana 2006) hal. 141.
[4] Salah seorang Guru Besar Ilmu Ushul Fiqh di Fakultas Syar’i dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
[5] Ibid., hlm. 26.
[6] Abu Daud,Sunan Abu Dawud,jilid IX,hlm. 509.
[7] Ibd., hlm. 29.
[8] Ibd., hlm. 30.
[9] Beni Ahmad Saebani,januri,fiqh ushul fiqh,(jakarta,CV PUSTAKA Setia 2008). Hlm. 30-39.

Manfaat dan kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Diketahui bahwa fiqh itu wajib ein hukumnya untuk dipelajari bagi tiap mukalaf. sebagai umat islam tentu wajib melaksanakan kewajibannya untuk melakukan ibadah yang berbentuk amaliyah.
Fiqh lahir dari ushul fiqh, yakni ushul fiqh adalah pencetus lahirnya hukum fiqh. Ushul fiqh berperan sebagai penetapan segala hukum fiqh sedangkan fiqh adalah hasil dari pada ushul fiqh. Ushul fiqh tidak lahir dengan begitu saja, dalam menetapkan hukumada peran imam ijtihad yang mensyarahkan nash yang masih ijmali dan mengeluarkan fatwa hukum yang belum ada pada masa Rasulullah SAW.
Hukum ijtihat tidak terlepas dan melenceng dari  AL-QURAN dan Assunah karena tidak sembarangan orang dapat mengijtihadkan hukum dan tentu ada kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi imam mujtahid. Oleh karena itu kami akan mencoba menjelaskan pengertian fiqh dan ushul fiqh serta manfaat dan kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh mudah-mudahan penjelasan kami dalam makalah ini dapat menambah wawasan kita dalam belajar fiqh dan ushul fiqh. Kritik dan saran dari dosen bidang studi serta teman-teman selalu kami harapkan.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian fiqh dan ushul fiqh?
2.      Manfaat mempelajari fiqh dan ushul fiqh?
3.      Kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh?




C.     Tujuan masalah
Dari rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa tujuan penulis dalam makalah ini tidak lepas dari rumusan masalah yang penulis paparkan, yakni: 1. Dapat mengetahui apa pengertian fiqh dan ushul fiqh.
2. manfaat serta kegunaan memplajari fiqh dan ushul fiqh.
3. kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh.

 sebagai umat islam kita wajib belajar fiqh dan sebagai orang awam mengetahui ushul fiqh sebagai sumber asal ilmu fiqh, yang tujuannya meskipun tidak mencetuskan hokum layaknya imam mujtahid fiqh menfatwakan hukum setidaknya mempelajari, mengetahui, serta menghafal sedikit kaidah fiqh.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian fiqh dan ushul fiqh
Istilah ushul fiqh dilihat dari dua sisi. Dari sisi tarkib idhofi dan dari sisi laqab (sebagai istilah untuk ilmu tertentu). Ushul fiqh sebagai takrib idhofi terdiri dari kata ( أصول ) dan fiqh yang mempunyai makna tersendiri. Kata ushul merupakan jama’ dari ashl yaitu berarti sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lain. Atas dasar ini  ushul fiqh dipandang sebagai sandaran bagi fiqh dan sebagai alat untuk melahirkan fiqh.
Secara istilah kata ashal mempunyai beberapa arti, yaitu[1]
1.      Al- kaidah al- kulliyah (kaidah umum), yakni suatu ketentuan yang bersifat umum yang berlaku untuk seluruh cakupannya. Misalnya ketentuan tentang keharaman bangkai bagi setiap muslim dengaan berlandaskan pada firman Allah  QS: al-baqarah;173:
“sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang ketika disembelih disebut (nama) selain Allah.
2.      Dalil (landasan hokum) seperti ungkapan para ahli ushul fiqh bahwa aslu lilwujubi al-sholat al-kitabu wa al-sunnah (dalil wajib sholat adalah alquran dan sunnah)
3.      Rajih (yang terkuat) seperti ungkapan para ahli usul fiqh:
الاصل في الكلا م الحقيقه
“Yang dipandang kuat dari suatu ungkapan adalah makna hakikat”.
Dengan demikian setiap perkataan yang dibaca dan didengar yang menjadi patokan adalah makna hakikat dari bacaan dan perkataan itu.



4.      Mustashhab, yaitu memberlakukan hokum yang ada sejak semula selama belum ada dalil yang membatalkan atau merubahnya. Misalnya, seseorang yang menyakini bahwa ia telah berwudhu, lalu ia ragu apakah masi ataupun sudah batal. Namun ia merasa yakin belum melakukan sesuatu yang membatalkan wudhunya maka berdasarkan kaidah tadi orang tersebut tetap masi suci karena pada mulanya memang dia telah bersuci (wudhu).
5.      Al- maqis (cabang) seperti tindakan para ulama mengqiaskan terjadinya riba pada beras dan gandum adalah ashl karena ada ketentuan hukum mengenai ribanya dalam hadis nabi.

Dari lima pengertian ushul secara bahasa, ushul dengan pengertian dalil yang biasa dipakai dalam ilmu ushul fiqh. Pandangan seperti ini dianut oleh al- syatibi dalam kitabnya al-munawarah fi ushul as-syariah  yang memehami ushul fiqh dalam dua bentuk. Pertama sebagai al-kuliyat al-khams yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah atau disebut pula dengan al-adilah (ushul-ushul al fiqh. Bentuk pertama ini semuanya qath’i. Kedua sebagi al-Qawanin yang diistinbathkan dari Al-Qur’an dan sunnah. Bentuk terakhir ini lazim dikenal banyak orang dengan ushul fiqh.
Sementara kata fiqh secara etimologi berasal dari kata فقها yang merupakan masdar dari fiil madhi fakiha dan fiil mudharik yafkahu berarti paham . selain itu ada yang berpandangan bahwa fiqh berarti paham yang mendalam untuk sampai kepadanya perlu mengerahkan pemikiran secara ijtihad (sungguh-sungguh). Kedua arti fiqh ini dipakai para ulama dan masing-masing mempunyai alasan yang kuat. Kata fiqh juga digunakan untuk menunjukkan pemahaman terhadap sesuatu dengan baik secara zahir maupun batin.
Kata fiqh berkembang dikalangan ulama secaara khusus berarti paham yang mendalam. Orang yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang fiqh disebut faqih. Kata fuqaha atau yang seakar dengannya muncul dalam Al-Qur’an sebanyak 20 kali yang sebagian besaarnya mengacu kepada makna pemahaman mendalam[2].

Fiqh merupakan hasil kreatifitas mujtahid dalam menggali dalil-dalil tentang suatu persoalan hokum baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunnah, hal itu bukan diproleh melalui taqlid, disisi lain juga bukan dikatakan fiqh bila mengetahui hukum Allah melalui ketentuan yang termasuk dalam kategori ma’lum bi al-dharurah.
Kalangan syaf’iyaah mendefinisikan: fiqh adalah ilmu tentang hokum syara’ yang bersifat amaliyah diproleh melalui dalili-dalil yang terperinci.
Sementara kalangan Hanafiyah mendefinisikan:fiqh adalah: fiqh adalah pengetahuaan seseorang tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban.
Kalangan syafi’iyah muta’akhirin seperti imam al-ghazali memberi definisi: fiqh adalah sumber bagi ilmu tentang akhirat.
Fiqh sebagai hasil ijtihad mujtahid dapat berubah, beragam dan dikembangkan mujtahid berikutnya. Kemungkinan berubahnya fiqh mengambarkan keelastisannya. Fiqh memiliki relativitas dari sisi kepada siapa fiqh tersebut dinisbahkan (dinisbahkan) kepada imam syafi’i, Abu hanifah dan imam malik. Relativitasnya dapat diamati dari kawasan mana fiqh dilahirkan, dari kawasan Madinah, Irak, Andalusia dan kawasan lain. Meskipun fiqh bersifat zhan tetapi harus diamalkan mujtahid yang melahirkannya dan siapa yang menyakini.
Dengan membandingkan urairan diatas dan uraian sebelumnya tentang fiqh terlihat bahwa antara fiqh dan ushul fiqh mempunyai hubungan erat. Ushul fiqh membicarakan tentang kaidah-kaidah umum,sedangkan penerapan kaidah-kaidah tersebut kepada ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi merupakan objek kajiaan fiqh sehingga melahirkan fiqh itu sendiri.
Menurut Rizka Agustin) ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah dan hukum fiqh atau disebut dengan ashal, yakni sebelum ditetapkan hukum fiqh maka harus berpedoman terlebih dahulu kepada kaidah fiqh. Fiqh adalah hasil ijtihat atau buah dari ushul fiqh, yang merupakan buah fikir, atau gagasan para imam mujtahid yang telah sampai standar untuk menjadi mujtahid, dan karyanya disebut fatwa yang bisa digunakan oleh masyarakat awam untuk dijadikan panduan, dan pedoman.
Menurut (Eka Nofiya Sari) ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari metode penetapan hukum fiqh yang mana terdapat cara dan kaidah ushul fiqh. Fiqh adalah sekumpulan hukum syarak yang berhubungan dengan perbuatan yang diketahui melalui dalil-dalil yang terperinci, dan dihasilkan dengan jalan ijtihad.
B.     Manfaat mempelajari fiqh dan ushul fiqh
Menurut para ahli ushul fiqh, manfaat utama ilmu ini adalah untuk mengetahui kaidah-kaidah yang bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili (terperinci) sehingga dapat diistinbathkan hukum syara’ yang ditunjukkannya. Melalui kaidah-kaidah ushul fiqh diketahui nash-nash syara’ dan hukum-hukum ditunjukkannya. Dengan ushul fiqh dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan bertentangan satu sama lain. Melalui dalil-dalil yang ada dalam kajian ushul fiqh, seperti qiyas, istihsan, istishab, urf dapat dijadikan landasan menetapkan persoalan yang hukumnya tidak dijelaskan langsung oleh nash.
Sementara manfaat utama fiqh untuk dapat menerapkan hukum syara’ terhadap segala perbuatan dan perkataan mukallaf. Fiqh meupakan rujukan bagi hakim dalam menetapkan keputusan dan menjadi pedoman bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan, fiqh menjadi petunjuk berharga bagi setiap mukallaf dan menetapkan hukum perkataan dan perbuatannya sehari-hari.
Selain itu tujuan yang hendak dicapai dari ilmu ushul fiqh ialah untuk:[3]
1.      Menerapkan kaidah-kaidah dalil syara’yang terinci agar sampai kepada hukum-hukum syara’yang bersifat amali;
2.      Dengan kaidah ushul serta bahasannya itu dapat dipahami nash-nash syara’dan hokum yang terkandung didalamnya.
3.      Mampu memahami secara baik dan tepat  apa-apa dirumuskan ulama mujtahid dan bagaimana mereka sampai kepada rumusan itu.
Ø  Mukalaf mengetahui cara beribadah hukum syar’i kepada allah yang berhubungan dengan amalan yang di instibatkan dengan dalil-dalil yang jelas. Hukum syar’i islam bersumber dari la-qur’an dan dalil-dalil syar’i yang berhubungan  dengan segala tindakan manusia baik ucapan dan perbuatan.
Ø  Mempelajari ilmu figh juda memudahkan mengerjakan hal-hal yang sunah yang bersangkutan dengan ibadah baik yang madha dan ghairu madha.[4]

Manfaat ushul figh bagi seorang mujtahid adalah menjadi pedoman dalam menentukan/menetapkan sesuatu hukum syara’ berdasarkan  dalil yang ia dapatkan, sedangkan bagi seorang muttabi’ karna ia mengetahui dasar hukum dari suatu amal yang ia ikut kerjakan ata yang ia ikuti maka ia terhindar dari perbuatan taglid.
Ushul figh juga sangat berfaedah bagi seorang mujtahid dalam menetapkan hukum syara’. Demikian bagi mahasiswa sarjana agama yang berstatus cendikiawan tentu ia tidak mungkin beramal taglid artinya ia selalu berfikir kritis sebelum melakukan suatu amalan perbuatan[5].


   Ushul fiqh bagi umat yang mendatang, dalam hal ini ada dua maksud mengetahui  ushul fiqh itu:
Pertama, bila kita sudah mengetahui metode ushul fiqh yang dirumuskan ulama terdahulu maka bila suatu ketika kita menghadapi masalah baru yang tidak mungkin ditemukan hukumnya dalam kitab fiqh terdahulu,maka kita dapat mencari jawaban hokum terhadap masalah baru itu dengan cara menerapkan kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.
Kedua, bila kita menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam kitab-kitab fiqh, tetapi mengalami kesukaran dalam penerapannyakarena sudah begitu jauhnya perubahan yang terjadi, dan kita ingin mengkaji ulang rumusan fuqaha lama itu atau ingin merumuskan hokum yang sesuai dengan kemaslahatan dan tuntutan kondisi yang mengkehendakinya, maka usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan kaidah baru yang memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqh. Kaji ulang terhadap suatu kaidah atau menentukan kaidah baru itu tidak mungkin dapat dilakukan bila tidak mengetahui secara baik usaha dan cara ulama lama dalam merumuskan kaidahnya. Hal itu akan diketahui secaa baik dalam ilmu ushul fiqh.
C.     Kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh[6]
v  Kegunaan mempelajari ushul figh adalah untuk mengetahui hukum dengan jalan yakin dan pasti atau dengan jalan dhan yaitu perkiraan yang lebih kuat pada kebenaran. Disamping itu juga ushul figh sangat berguna menghindarkan diri dari mengikuti alasan-alasannya. Dengan kata lain menghindarkan diri dari tag’lid.
Adapun mempelajari kaidah figh berguna untuk menentukan sikap dan kearifan dalam menarik kesimpulan serta menerapkan aturan-aturan figh terhadap kenyataan-kenyataan yang ada, sehingga tidak menimbulkan ekses yang tidak  perlu karena  diperhatikan skala prioritas penerapannya. Tidak bersifat ifrath yaitu lebih dari batas dan tidak pula besikap tafrith yaitu kurang dari batas.
v  Kegunaan mempelajari ilmu figh dirumuskan sebagai berikut:
Ø  Mempelajari figh berguna dalam memberi pemahaman tentang berbagai aturan secara mendalam. Dengan itu kita tahu aturan-aturan secara rinci mengenai kewajiban dan tangung jawab manusia terhadap tuhannya, hak dan kewajiban dalam rumah tangga dan bermasyarakat mengetahui cara bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, nikah, talak, rujuk, warisan dan lain-lain.
Ø  Mempelajari ilmu figh berguna sebagai patokan untuk brsikap dalam menjalani hidup dan kehidupan dengan mngetahui figh kita tahu perbuatan wajib, sunnah, mubah, makruh, haram, sah, batal. Dengan memahami ilmu figh kita brusaha untuk bersikap dan bertingkah laku menuju pada rizha allah.
D.    Contoh-contoh fatwa lama dan sekarang
Dalam hal zakat menurut imam yang empat[7]
Ø  Dalam mazhab hanafi sabilillah adalah fakir-fakir yang menyediakan dirinya dalam perang sabil.
Ø  Dalam mazhab maliki sabilillah yang mujahid yakni lascar yang berperang
Ø  Dalam mazhab hambali sabilillah adalah yang berperang dengan tidak dibelanjai oleh suatu badan yang memberi gaji
Ø  Dalam mazhab syafi’I sabilillah yaitu mujahid yang dengan suka rela berperang
Bagaimana dengan fatwa mufti saat ini disaat Negara aman damai tanpa ada perperangan siapa yang dijadikan kategori sabilillah? Ternyata di Indonesia disebagian desa atau suatu daerah khususnya ACEH mengkategorikan guru TPA yang tidak digaji adalah fisabilillah karena ditarik kesimpulan yang bahwa mereka memberikan ilmu bagi anak-anak muslim untuk pemahaman ilmu agama tentunya sebagai bekal anak muslim dengan suka rela tanpa mengharapkan gaji atau pun hanya menagih iuaran listrik atau peralatan lain namun jasa nya tetap secara suka rela diberikan untuk kemaslahatan umat. Kemudian fatwa tentang itu tidak dipakai lagi dalam kesepakatan ulama Aceh, yang membagikan anggota yang mendapatkan zakat hanya amil zakat,faqir, miskin, mualaf,dan ibnu sabil.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan pemakalah mengenai pokok bahasan dapat kita simpulkan bahwa fiqh dan ushul fiqh sangat erat tekait. Untuk mengeluarkan hokum fiqh atau ingin menfatwakan sesuatu hukum yang bersifat amaliyah dalam hal ibadah, muamalah, munakahat, jinayah dan sebagainya perlu belajar ilmu ushul fiqh. Bila kita tidak jadi seorang mufti yang bisa menfatwakan suatu hokum maka cukup menjadi mufti dalam hal yang ringan saja seperti contoh yang pemakalah sebutkan dalam pembahasan makalah ini yakni mengambil atau menyimpulkan sesuatu hukum bersuci yang bisa kita ambil kesimpulan yang haqqul yaqin.
B.     Saran
Dalam sebuah karya ilmiah tentu pentingnya saran dari pada dosen pembimbing dan teman-teman sekalian. Agar dapat memperbaiki makalah ini untuk memenuhi syarat, menurut prosedur makalah yang telah ada maka pemakalah sngat mengharapkan saran kritik bagi makalah ini yang sangat jauh dari kesempurnaan dan keterbatasan referensi yang mungkin saran dari dosen dan teman-teman mampu meningkatkan hasil makalah yang baik bagi masa yang mendatang.









DAFTAR PUSTAKA
Abbas, siradjuddin. 2008. Empat Puluh Masalah Agama. Jakarta selatan: Pustaka Tarbiyah Baru
Amiruddin, zen. 2009. Ushul fiqh , cet I. Yogyakarta: Teras
Firdaus. 2004. Ushul fiqh. Jakarta timur: Zikrul Hakim
Nata, ubuddin. 2010. Metodelogi studi islam, cet,17, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Syarifuddin, amir. 2008. Ushul fiqh. Jakarta: Kencana Preneda Media Group
Tina Siska hardiansyah, penting belajar figh untuk kehidupan sehari-hari, diakses dari http://www.ummi-online.com.html, pada tanggal 7 juni 2017 pukul 09:20


[1] Firdaus, ushul fiqh (JakartaTimur: Zikrul Hakim, 2004) hlm.1.
[2] Sapiudin shidiq, ushul fiqh (Jakarta: Kencana prenada media group, 2014), hlm.9.
[3] Amir Syarifuddin, ushul fiqh (Jakarta: Kencana prenada  media group, 2008), hlm.48.
[4] Tina Siska hardiansyah, penting belajar figh untuk kehidupan sehari-hari, diakses dari http://www.ummi-online.com.html, pada tanggal 7 juni 2017 pukul 09:20
[5] Amiruddin, zen, ushul fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 12
[6] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet. 3, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 298
[7] Siradjuddin Abbas, Empat Puluh Masalah Agama (Jakarta Selatan: Pustaka Tarbiyah baru, 2008) hlm.135.