Learn from experience

BELAJAR.NET-"Life is a journey to be experienced, not a problem to be solved".

Grateful Every Time

BELAJAR.NET-"Do something today that your future self will thank you for".

the Road to Success

BELAJAR.NET-"Work hard in silence. Success be your noise"..

Learning Without Limits

BELAJAR.NET-"Don't stop learning because life doesn't stop teaching"

Focus on What you Want

BELAJAR.NET-"Your time is limited, so don't waste it living someone else's life".

Showing posts with label agama. Show all posts
Showing posts with label agama. Show all posts

Pengertian Ushul Fiqh menurut para ahli

Pengertian Ushul Fiqh Menurut Para Ahli

-Menurut Khudary Beik
Yaitu ilmu tentang kaedah/aturan-aturan dimana dengan kaedah tersebut seseorang mujtahid sampai menemukan hukum syar’i yang diambil dari dalilnya.
-Menurut Ali Hasaballah

IJTIHAD, ITTIBA’, TAQLID, DAN FATWA BAB III

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan 
Fiqh adalah ilmu yang mempelajari hukum Allah yang berhubungan dengan segala amaliah atau perbuatan mukallaf baik yang wajib, sunnah, mubah, makruh, ataupun haram yang di dasari atas dalil-dali yang jelas. Ushul fiqh ialah ilmu yang mempelajari pembentukan hukum-hukum yang mengatrur kehidupan masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya.
Ijtihad ialah usaha yang sungguh-sungguh dengan segenap usahanya untuk mencari ilmu, dan kemudian dapat memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengikuti sumber atau alasannya. Dan ittiba’ adalah perbandingannya taqlid, yaitu mengikuti seseorang atau suat ucapan dengan hujjah.
Fatwa adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau penafsiran pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum islam. Yang harus kita ketahui bahwasanya keempat pembahasan ini saling berkaitan dan bisa dipakai untuk menjahui dari kesesatan. 


B. Saran 
Semoga makalah ini dapat menambah sedikit ilmu pembaca tentang ijtihad, taqlid, ittiba’, dan fatwa. Serta mengambil manfaat dari seisinya, walau masih banyak kekurangan dari makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

Wahab, Abdul. Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Chalil, Moenawar. Kembali Kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Effendi, Satria. Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2005.
Amirudin, Zen. Ushul Fiqh, Yoqyakarta: Teras, 2009.

IJTIHAD, ITTIBA’, TAQLID, DAN FATWA BAB II PART II

Imam Al-Ghazali mengungkapkan ijtihad merupakan upaya maksimal seorng mujtahid dalam mendapatkan pengetahuan tentang hukum-hukum syara’. Hanafi juga berpendapat bahwa pengertian adalah mencurahkan tenaga untuk menemukan hukum agama melalui salah satu dalil syara’ dan dengan cara-cara tertentu.
Untuk menjadi seorang mujtahid, harus mencukupi  beberapa syarat yang kemudian menjadi hukum sah nya melakukan ijtihad. Yang kemudian syarat-syarat ini telah ditetapkan oleh para ulama ahli ushul adalah sebagai berikut:
a. Mahir tentang bahasa arab dan alat-alatnya serta kaidah-kaidahnya seperti ilmu nahwu, sharaf, dan lain sbagainya, sehingga ia mengerti benar-benar  akan susunan kata ayat-ayat  Al-Qur’an dan hadist-hadist Nabi.

b. Mengerti tentang nash-nash Al-Qur’an, yakni mengerti bagian-bagian dalil, seperti mana ayat mujmal, yag muhkam, yang khas dan lain sebagainya, hingga mengerti akan sebab-sebab diturunkan, dimana ayat diturunkan, dan demikianlah seterusnya  hingga hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
c. Mengerti tentang hadist-hadist dan bagian-bagiannya, seperti hadist mutawatir, ahad, shahih, dan lai sebagainya dengan tidak mesti menghafal hadist-hadistnya, asal sudah dapat membedakan mana yang shahih dan dan mana yang tidak, dan lain sebagainya. 
d. Mengerti tentang ushul fiqh. Ilmu ushul inlah yang pokok atau alat yang penting bagi seorang mujtahid, karena dengan ilmu inilah seorang mujtahid dapat berinstinbat dari Al-Qur’an dan Hadist untuk menetapkan sesuatu hukum syar’i. 

C. Taqlid 
Kata taqlid berasal dari kata qallada-yuqallidu-taqlidah yang artinya mengukangi, meniru, dan mengikuti. Taqlid secara istilah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber atau alasannya. 
Adapun pengertian Taqlid menurut beberapa para ahli, yaitu:
a. Imam Al-Ghazali “Menerima suatu perkataan dengan tidak ada huddjah. Dan tidak ada taqlid itu menjadi jalan kepada pengetahuan (keyakinan), baik dalam urusam ushul maupun dalam urusan furu’.
b. Ibnu Subki  “Mengambil suatu perkataan tanpa mengetahui dalil”.
Dari beberapa pengertian pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pengertian Taqlid adalah mengakui kebenaran pendapat seseorang yang dipercayainya tanpa tahu sumber atau atas dalil apa pendapata yang dibenarinya tersebut.
Imam Abu Abdullah Khuwaz Mandad Al-Maliki berkata “Taqlid itu artinya pada syara’ ialah kembali berpegang kepada perkataan yang tidak ada alasan bagi orang yang mengatakannya”. Imam Al-Ghazali berkata “Taqlid itu ialah menerima perkataan tidak dengan alasan”. Dan banyak lagi pengertian yang artiya serupa dengan pengertian tersebut. Maka, dapat disimpulkan bahwa “Taqlid itu ialah menerima, mengambil perkataan atau pendapat orang lain yang tidak ada hujjahnya (alasannya) dari Al-Qur’an ataupun dari Sunnah Rasul”.
Lalu muncullah pertanyan “Bolehkah ber-taqlid dalam urusan keagamaan ?” Jika Anda telah memahami pengertian taqlid diatas, maka sangat jelas bahwa bertaqlid dalam urusan agama itu satu perbuatan yang tercela dan satu perbuatan yang membawa ke arah kesesatan. Dalam surah Al-Baqarah ayat seratus tujh puluh menjelaskan kepda kita bahwa orang yang sudah bertaqlid akan dibeci oleh Allah. Karena, apabila mereka diajak kembali mengikut pimpinan Allah dan kepada tutunan Rasul, mereka menjawab, “Kami hanya akan menuruti cara-cara yang telah dilakukan oleh orang tua kami, nenek-nenek moyang kami, dan datuk-dtuk kami”. Atau “Cukuplah bagi kami kami agama yang telah dijalankan oleh nenek moyang kami dan datuk-datuk kami”. Mereka berkata begitu, karena sudah penuh sangkaan dan anggapan bahwa yang dilakukan oleh nenek moyang mereka itu sudah benar, sudah menurut pimpinan agama yang sebenarnya, dengan tidak mencari atau meminta keterangan yang menunjukkan kebenaran agama yang telah dipeluk oleh nenek moyang mereka. Maka, sangat jelaslah bahwa islam benar-benar melarang bertaqlid khususnya dalam urusan agama. 
Tidak semua perbuatan taqlid itu dilarang dalam agama, akan tetapi ada juga taqlid yang dibolehkan oleh agama. Yaitu taqlid kepada para mujtahid dengan syarat yang dibolehkan adalah orang awam yang tidak mengerti cara-cara mencari hukum-hukum syariat. Adapun orang yang mengerti dan sanggup mencar sendiri hukum-hukum suariat, maka harus berijtihad sendiri. Akantetapi, bila waktuny sudah sempit dan dikhawatirkan akan ketinggalan waktu untuk mengerjakan yang lain maka menurut suatu pendapat boleh mengikuti pendapat orang lain.

D. Ittiba’ 
Kata ittiba’ barasal dari kata ittiba’a-yattabi’u-muttabi’un, dan kata ini diambil dari tabi’a-yatba’u-tabi’un, yang artinya menikuti atau menuruti, menelusuri jejak, bersuri tauladan, dan berpanutan. Adapun secara istilah Ittiba’ adalah mengikuti seseorang atau suatu ucapan dengan hujjah dan dalil. Jika taqlid mengikuti seseorang ataupun ucapannya tanpa alasan. Maka, ittiba’ mengikuti seseorang atau suatu ucapan dengan hujjah dan dalil padanya. Jadi, ittiba’ terhadap A-Qur’an berarti menjadikan Al-Qur’an sebagai imam dan mengamalkan isinya. Ittiba’ kepada Rasul berarti menjadikannya sebagai panutan yang patut diteladani dan ditelusuri langkahnya. 
Allah memerintahkan agar semua kaum muslimin dan muslimat ber-ittiba’ kepada Rasulullah seperti firmannya, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kesenangan) hari akhirat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab: 21)  Maka wajib hukumnya berittiba’ dan dilarang untuk bertaqlid kepada yang tidak memenuhi syarat mujtahid. Disinilah letak yang membedakan antara ittiba’ dengan taqlid.
 Kata Imam Dawud dalam hadistnya “Saya pernah mendengar Imam Ahmad berkata ‘Ittiba’ itu ialah seorang yang mengikuti apa-apa yang datang dari Nabi dan para sahabatnya’.” Maka, dapat disimpulkan bahwa ittiba’ ialah mengikuti, menuruti apa-apa yang diperintakan oleh Rasulullah S.A.W. atau dengan kata lain, mengerjakan perintah agama dengan meuruti apa-apa yang yang pernah diterangkan atau dicontohkan Nabi, dan juga menjauhi apa-apa yang telah dilarang, dan orang yang mengerjakan demikian itu namanya muttabi’. 
Dari beberapa pengertian pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pengertian ittiba’ adalah menerima pendapat seseorang atau mengikuti perbuatan seseorang dengan mengetahui dasar pendapat atau perbuatannya tersebut.
A. Fatwa 
Menurut Ensiklopedia Islam, fatwa secara bahsa arinya nasihat, petuah, jawaban, atau pendapat.  Maka, definisi fatwa adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau penafsiran pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum islam. Imam Ibnu Mandzur menyatakan, “Aku menyampaikan atau menfatwakan kepada si Fulan sebuah pendapat yang dia baru mengetahui pendapat itu jika aku telah menjelaskan kepada dirinya tentang pendapat itu. Aku berfatwa mengenai jawaban atas masalah itu”.
Secara istilah, fatwa adalah penjelasan hukum syara’ atas berbagai macam persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, dan juga merupakan salah satu metode dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam menerangkan hukum-huku syara’, ajaran-ajarannya, dan arahan-arahannya. Kadang penjelasan itu diberikan tanpa adanya pertanyaan, dan kadang juga datang setelah adanya pertanyaan mengenai suatu permasalahan hukum syara’ tersebut.
Adapun pengertian Fatwa menurut beberapa para ahli, yaitu:
a. Ahamd Hasan “Bahasa arab yang berarti jawaban pertannyaan atau ketetapan hukum, maksudnya ialah ketetapan atau keputusan hukum tentang suatu masalah atau peristiwa yang nyata oleh seorang mujtahid, sebagai hasil ijtihadnya.
b. Ibnu Qayyim “Pernyataan yang disampaikan oleh seorang mufti tentang persoalan agama yang belum diketahui hukumnya.
Dari beberapa pengertian pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pengertian Fatwa adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum islam. 

Jika fatwa adalah penjelasan hukum syariat atas persoalan tertentu. Maka, fatwa harus di dasari dari dalil-dalil syariat. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk mengetahui hukum syariat dari dalil-dalil syariat adalah dengan ijtihad. Jika mujtahid ini memberikan fatwa (seorang muftiy berfatwa), haruslah kita menjadi muttabi’nya. Akan tetapi, apabila dia bukan seorang mujtahid, secara tidak sengaja ia telah bertaqlid dan menjadi orang yang dibenci oleh Allah serta orang-orang yang juga mempercayai fatwanya (bertaqid atasnya). 


LANJUTAN BAB III

Pengertian Metodologi Studi Islam

1.    Pengertian Metodologi Studi Islam
            Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk memcapai tujuan (dalam ilmu pengetahuan dsb). Atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
            Metode juga dapat diartikan sebagai cara yang paling cepat dan tepat dalam melakukan sesuatu. Studi mengandung arti memahami, mempelajari, mengkaji dan meneliti. Penelitian atau riset adalah suatu metode studi yang dilakukan seorang melalui peyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoreh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. Sebagian ulama' mendefinisikan islam sebagai:
            "Wahyu allah yang disampaikan kepada nabi muhammad saw. sebagaimana terdapat dalam al-qur'an dana as-sunnah , berupa undang-undang serta aturan-aturan hidup sebagai petunjuk bagi seluruh manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat."
            Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya adalah melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Adapun istilah metodologi berasal dari kata metoda dan logi. Logi berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti akal atau ilmu. Jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
            Ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu cara untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu tersebut. Ada pula yang mengatakan metode adalah suatu jalan untuk mencapai suatu tujuan,
            Jalan untuk mencapai tujuan itu bermakna ditempatkan pada posisinya sebagai suatu cara untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya suatu pemikiran.
            Metodologi studi islam adalah suatu kajian atas seperangkat konsep-konsep tentang paradigma, pendekatan dan metode yang dipergunakan untuk mengkaji dan meneliti islam sebagai obyek studi.
            Istilah metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam. Metodologi studi islam mengenal metode- metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN TEOLOGI DALAM STUDI ISLAM

A.    Defenisi Teologi
             Teologi berasal dari bahasa Yunani theos, yang berarti “Tuhan” dan logia, “kata-kata, ucapan”, atau wacana-wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama spiritualitas dan Tuhan. Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan  keyakinan beragama.
            Sebagaimana dilihat dari pengertian diatas teologi membahas tentang dasar-dasar ajaran agama, maka dalam bahasa arab ajaran-ajaran dasar tentang agama disebut usul al-din, ajaran-ajaran dasar agama disebut juga aqa’id yang artinya keyakinan-keyakinan.
            Teologis normative dalam memahami agama secara harkiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud nyata dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling besar dibandingkan dengan yang lainnya.
            Pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bebtuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan aliran yang lainnya salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa fahamnyalah yang paling benar sedangkan faham yang lainnya salah, sehingga memandang orang lain keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya.





Beberapa istilah kunci dalam Teologi Islam yaitu, tauhid, kalam, dan Aqidah
A.      TAUHID
*  Defenisi Tauhid
          Tauhid berasal berasal dari bahasa arab dari kata wahada, yuwahhidu, tauhid, asal arti tauhid ialah mengesakan, maksudnya mengi’tiqodkan bahwa Allah adalah Esa.
* Lahirnya Tauhid sebagai Komponen Ilmu
          Sumber Ilmu adalah Al-Qur’an dan hadist yang dikembangkan dengan dalil-dalil aqal disuburkan denganpola fikir filsafat dan unsur-unsur lainnya sekitar dua abad setelah wafatnya Rasulullah SAW.
          Menurut Muhammad Amin dalam bukunya islam dan faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya ilmu tauhid ada dua yaitu:
·    Faktor eksternal
Yang datangnya dari dalam diri sendiri, misalnya:
a.       Al-Qur’an, disamping berisi ketauhidan, kenabuan dan sebagainya.
b.       Pada mulanya, keimanan umat umat islam tidak dipermasalahkan secara mendalam, tetapi setelah nabi wafat dan umat islam telah bersentuhan dengan kebudayaan asing mereka baru mengenal, dan merasa penting untuk memperdalam ilmu tauhid.
c.       Masalah polotik terutama tentang khilafah menjadi faktor pula dalam kelahiran ilmu tauhid.
·    Faktor Eksternal
          Faktor yang datangnya dari luar kalangan islam seperti pola pikir ajaran agama lain yang masuk ke ajaran islam


B.       Kalam

  1. Pengertian Ilmu Kalam
            Menurut Ibnu Khaldun, sebagai mana dikutip A. Hanafi bahwa ilmu kalam adalah “ilmu yang berisikan alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan. Iman dengan menggunakan dalil-dalil fikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap orang yang menyelewengkan dari kepercayaan aliran golongan, salaf dan sunnah’.
            Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan dengan bukti-bkti yang meyakinkan. Di dalam ilmu ini dibahas tentang cara ma’rifah (mengetahui secara mendalam) tentang sifat-sifat Allah dan para rasulNya dengan menggunakan dalil yang pasti untuk mencapai kehidupan abadi. Ilmu ini termasuk induk ilmu agama dan paling utama dan paling mulia, karena berkaitan dengan Zat Allah dan para RasulNya.

C.  Aqidah

  1. Pengertian Aqidah
            Aqidah kepada Islamiyyah adalah ilmu kepada Allah, para  MalaikatNya,  kitab-kitabNya, para Rasulnya hari akhir kepada Qoda dan Qodar baik dan buruk keduanya dari Allah.
            Sedangkan pengertian aqidah/iman : aqidah adalah ajaran tentang keimanan terhadap keesaan Allah iman artinya: Percaya disebut juga Aqoid atau aqidah segala yang berhubungan dengan kepercayaan disebut dengan iman, iman itu sejenis ibadah yang dilakukan dengan hati, dengan ringkas dapat dikatakan tempat iman itu ada di dalam hati.
v  Ruang Lingkungan Aqidah/Iman meliputi:
1.      Iman kepada Allah
2.      Iman kepada Malaikat Allah
3.      Iman kepada Kitab-kitab Allah
4.      Iman kepada Nabi dan Rasul Allah
5.      Iman kepada Hari Akhir
6.      Iman kepada Qodo dan Qodar
            Dalam hadist riwayat Muslim dinyatakan bahwa iman itu memiliki 60 sampai 70 cabang, dan cabang yang paling tinggi kualitasnya adalah ikrar. Ikrar dari  Syahadat tauhid ini memiliki arti sesembahan yang hak selain Allah dalam Syahadat ia memiliki dua rukun.
1.      An-Nafyu atau peniadaan (Lailaha) yakni membatalkan syirik dengan segala bentuk dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah.
2.      Al-Isbat atau penetapan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai konsekuensinya.

D.    ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM
a.    Khawarij
Secara etimologis katakhawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu khuraja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Ini yang mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij terhadap orang yang memberontak imam yang sah. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu skte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
Doktrin Teologi  aliran Khawarij adalah :
Ø Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama islam.
Ø Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan Islan sebagaimana yang dipahami dan diamalkan golongan lain tidak benar.
Ø Orang-orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang mereka pahami dan amalkan.
Ø Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka  pemerintahan.
Ø Mereka bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan mereka.

b.  Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja atu arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh ampunan Allah. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan dibelakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
Doktrin-doktrin teologi Murji’ah :

  •    Iman adalah percaya kepada Allah dan rasulnya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
  •   Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.

c.       Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Di dalam Al-munjid, dijelaskan bahwa Jabariyah berasal dari kata jabara  yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Kalau dikatakan, Allah mempunyai sifat Al-Jabbar (dalam bentuk mublaghah), itu artinya Allah maha memaksa. Ungkapan al-insan majbur (dalam bentuk isim maf’ul) mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya, kata jabara (bentuk pertama) setelah ditarik menjadi jabariyah (dengan menambah ya nisbah), memiliki arti suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan, bahwa faham al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.


Para pemuka Jabariyah beserta doktrin-doktrinnya :
Menurut Asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan moderat. Di antara Jabariyah ekstrimadalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan pebuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya..
Diantara pemuka jabariyah ekstrim adalah:
1.         Jahm bin Sofwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan teologinya adalah: Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Surga dan neraka tidak kekal. Iman adalah ma’rifat atau pembenaran dalam hati. Kalam Tuhan adalah makhluk.
2.         Ja’d binDirham
Doktrin pokok ja’d secara umum sama dengan fikiran Jahm. Al-  Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut: Al-Qur’an adalah makhluk. Allah tidak mempunyi sifat yang serupa dengan makhluk, sepeti berbicara, melihat, dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Berbeda dengan Jabariyah ekstrim, Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai efek untuk mewujudkannya.
Yang termasuk tokoh Jabariyah moderat berikut ini adalah:
1.        An Najjar Diantara pendapatnya adalah:

  • Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
  • Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.
2.       Adh-Dhirar
Doktrin-doktrinnya adalah:

  • Manusia tidak hanya dalang yang digerakkan oleh wayang.
  • Tuhan dapat dilihat diakhirat melalui indera keenam.

d.  Qadariyah
            Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan atau kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan.
Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
            Seharusnya, sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tinglah laku manusia, baik yang bagus maupun jahat. Namun, sebutan tersebut telah nelejat kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak.
Doktrin-doktrin Qadariyah
Ø Mewujudkan tindakan manusia tanpa campur tangan tuhan.
Ø Manusia hidup mempunyai daya, ia berkuasa atas perbuatannya.
Ø Berhak mendapatkan pahala atas kebaikannya ysng dilakukannya dan berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.

e.       Mu’tajilah
            Secara harfiah, kata Mu’tajilah berasal dari kata i’tajala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah murji’ah menunjuk pada dua golongan.
            Golongan pertama(selanjutnya disebut Mu’tajilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik,khususnya dalam arti bersikap lunak da menandatangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya,terutama Mua’wiyah, Aisyah dan Abdullah bin Jubair’. Menurut seorang penulis,golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu’tajilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah.
            Golongan kedua(selanjutnya disebut Mu’tajilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang dikalangan Khawarij dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini  muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Murji’ah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.


DAFTAR PUSTAKA


  • Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam, Raja Grafindo Persada. Jakarta,2011.
  • Hup/tsalatsin.Blogspot.com/2009/11/Sejarah munculnya teologi islam.Html.
  • Rozak, Abdul, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung,2001.
  • Muhammad, Tengku, Ash-Shiddiqy,Hasbi, Ilmu Tauhid/Kalam,Pustaka Rezki Putra, Semarang, 2010.
  • Monang, Sori, Diktat Ilmu Tauhid