Learn from experience

BELAJAR.NET-"Life is a journey to be experienced, not a problem to be solved".

Grateful Every Time

BELAJAR.NET-"Do something today that your future self will thank you for".

the Road to Success

BELAJAR.NET-"Work hard in silence. Success be your noise"..

Learning Without Limits

BELAJAR.NET-"Don't stop learning because life doesn't stop teaching"

Focus on What you Want

BELAJAR.NET-"Your time is limited, so don't waste it living someone else's life".

Showing posts sorted by relevance for query ilmu. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query ilmu. Sort by date Show all posts

MAQASHID AL – TASYRI’I AW SYARI’AH


BAB 1
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Setiap manusia pastilah membutuhkan interaksi dengan orang lain, baik dalam urusan umum atau keagamaan. Manusia tidak dapat terlepas dar hal ini karena manusia adalah makhluk social, dan bukanlah makhluk individu yang dapat hidup sendirian tanpa membutuhkan orang lain. Selain berhubungan dengan orang lain, pastilah berhubungan juga dengan tuhan melalui ibadah yang di lakukan setiap hari. Islam dalam hal ini telah di atur semuanya dalam ilmu fiqh dengan segala ketentuan yang berlaku. Ilmu fiqh telah membahas semua tanpa kecuali, akan tetapi pada masalah yang dahulu belum ada dan belum terpikirkan.

B.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian  Fiqh ?
2.      Apa pengertian darii Ushul Fiqh ?
3.      Pengertian Maqashid al-syariah
4.      Tujuan umum Maqasid al- Tasryi aw Syari’ah ?
5.      Apa saja macam-macam hukum  Al-Tasryi’ ?

C.      TUJUAN PEMBAHASAN
Makalah ini di susun bertujuan agar kita mengetahui, memahami dan mengerti hal-hal yang berhubungan dengan ilmu ushul fiqh, mulai dari pengertian, definisi,macam-macam apa yang harus kita lakukan dengan benar, dan lain sebagainya.



                                                                  BAB 2
                                                       PEMBAHASAN
A.      Pengertian Fiqh dan Ushul fiqh
1.      Pengertian Fiqh
Menurut bahasa, Fiqh berarti pemahaman yang mendalam. Dan menurut istilah Fiqh dapat dipahami dua bahasan pokok dari ilmu fiqh, yaitu bahasan pokok ilmu fiqh, yaitu bahasan tentang hokum-hukum syara’ yang bersifat amali dan keduanya tentang dalil-dalil tafsili.[1]
Beberapa pendapat tentang definisi fiqh. Definisi yang di ajukan Abu Hanafiah ini sejalan dengan keadaan ilmu pengetahuan keislaman di masanya, di mana belum ada pemilihan antara ilmu fikih dalam pengertian yang lebih khusus dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Oleh karena itu sesuai dengan pengertian fiqih yang di sebutkannya itu, istilah fiqih mempunyai pengertian umum, mencakup hukum yang berhubungan dengan akidah seperti kewajiban beriman dan sebagainya, ilmu akhlak, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan amal perbuatan manusia, seperti hukun ibadah, dan mu’amalah.
Jadi fiqh adalah ilmu untuk mengetahui hokum allah yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili). Definisi fiqh secara umum,ialah suatu ilmu yang mempelejari bermacam-macam syariat atau hukum  islam dan berbagai macam aturan hudup bagi manusia, baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat social.


2.      Pengertian Ushul Fiqh
Abdul Wahab Khalaf memberikan definisi bahwa ushul fiqh adalah pengetahuan tentang kaidah dan pembahasannya yang digunakan untuk menetapkan hokum-hukum syara’ yang berhubungan dengan pebuatan manusia dari dalil-dalilnya yang terperinci.[2]
Tujuan  yang ingin dicapai dari ushul fiqh yaitu untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terperinci agar sampai pada hokum-hukum syara’ yang bersifat amali. Dengan ushul fiqh pula dapat di keluarkan suatu hokum yang tidak memiliki nash dengan cara qiyas, istihsan, istishhab dan berbagai metode pengambilan hokum yang lain. Selain itu dapat juga di jadikan sebagai pertimbangan tentang sebab terjadinya perbedaan madzhab di antara para imam mujtahid.

3.      Pengertian Maqashid Al-Syari’ah
Secara bahasa maqashid al-syariah terdiri dari dua kata yakni Maqashid dan al-syariah. Maqashid bentuk dari jamak “maqashid” yang berarti tujuan atau kesengajaan. AL-Syari’ah di artikan sebagai “ilal maa” yang berarti jalan menuju sumber air ini dapat pula dikatakan sebagai jalan kea rah sumber pokok kehidupan.[3]
Jadi, dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa yang di maksud dengan Maqashid Al-syari’ah adalah tujuan segala ketentuan allah yang disyariatkan kepada umat manusia.
Syekh Muhammad abu Zahra dalam kitabnya ushul fiqh merumuskan tiga tujuan kehadiran hokum islam:
a.       Membina setiap individu agar menjadi sumber kebaikan bagi orang lain, tidak menjadi sumber keburukan bagi orang lain.
b.      Menegakkan keadilan dalam masyarakat baik  sesama muslim maupun nonmuslim.
c.       Merealisasikan kemaslahatan.
Tujuan ketiga ini merupakan tujuan puncak yang melekat pada hokum islam secara keseluruhan.maka tidak ada syariat yang berdasarkan al-qur’an dan hadis kecuali didalamnya terdapat kemaslahatan yang hakiki dan berlaku secara umum.
4.      Tujuan umum maqasyid syariah
Imam al-syatibi dalam kitab al-muwafaqat berkata : “sekali-kali tidaklah syariat itu dibuat kecuali untuk merealisasikan manusia baik di dunia maupun di akhirat dan rangka mencegah kemafsadatan yang akan menimpa mereka.”
Tujuan umum dari hokum syariat adalah untuk merealisasikan kemaslahatan hidup manusia dengan mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat. Kemaslahatan yang menjadi tujuan hokum islam adalah kemaslahatan yang hakiki yang beroriebtasi kepada terpeliharanya lima perkara yaitu agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan. Dengan kelima perkara inilah manusia dapat menjalankan kehidupannya yang mulia.[4]
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari maqashid al-syariat, maka berikut ini akan dijelaskan kelima pokok kemaslahatan dengan peringkatnya masing-masing, sebagaimana dijelaskan oleh fathurrahman djamil. Uraian ini bertitik tolak dari kelima pokok kemaslahatan yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kemudian dari kelima pokok itu akan dilihat berdasarkan tingkat kepentingan atau kebutuhannya masing-masing.
a.      Memelihara agama (hifz al-din)
Menjaga dan memelihara agama berdasarkan kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat.
1.      Memelihara agama dalam tingkat daruriyat (pokok), yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban agama yang termasuk tingkat primer seperti melaksanakan shalat lima waktu.
2.      Memelihara agama dalam tingkat hajiyat, yaitu melaksanakan ketentuan agama dengan maksud menghindari kesulitan seperti shalat jama’ dan qashar bagi orang yang berpergian.
3.      Memelihara agama dalam tingkat tahsiniyat,yaitu mengikuti petunjuk agama dan menjunjung tinggi martabat manusia sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap tuhan.
b.     Memelihara jiwa (hifz an-nafs)
Memelihara jiwa berdasarkan kepentingannya dapat dibedakan tiga peringkat yaitu:
1.      Memelihara jiwa dalam tingkat daruriyat seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup.
2.      Memelihara jiwa dalam tingkat hajiyat seperti dibolehkannya berburu dan menikmati makanan dan minuman yang lezat.
3.      Memelihara jiwa dalam peringkat tahsiniyat seperti ditetapkannya tata cara makan dan minum.
c.      Memelihara akal (hifz al-aql)
Memelihara akal dapat dilihat dari segi kepentingannya yaitu :
1.      Memelihara akal dalam tingkat daruriyat seperti diharamkannya meminum minuman keras.
2.      Memelihara akal dalam tingkat hajiyat seperti anjuran untuk menuntut ilmu pengetahuan .
3.      Memelihara akal pada tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari menghayalatau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah.
d.     Memelihara keturunan (hifz an-nasl)
Memelihara keturunan,dilihat dari tingkat kebutuhannya yaitu :
1.      Memelihara keturunan dalam peringkat daruriyat seperti disyariatkannya nikah dan larangan zina.
2.      Memelihara keturunan dalam tingkat hajiyat,seperti ditetapkannya menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikannya hak talak pada suami.
3.      Memelihara keturunan dalam tingkat tahsiniyat, seperti disyariatkan khitbah (meminang) atau walimah dalam perkawinan.
e.      Memelihara harta (hifz al-mal)
Memelihara harta dapat dibedakan beberapa tingkat yaitu :
1.      Memelihara harta dalam tingkat daruriyat, seperti disyariatkannya tata cara pemilikikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan  cara tidak sah.
2.      Memelihara harta dalam tingkat hajiyat, seperti disyariatkan jual beli dengan cara salam.
3.      Memelihara harta dalam tingkat tahsiniyat,seperti adanya ketentuan agar menghindarkan diri dari usaha penipuan.




5.      Macam-macam Tasyri’
Secara umum tasyri’ dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilihat dari sudut sumbernya dan dari sudut kekuatannya.
Tasyri’ dilihat dari sudut sumbernya dibentuk pada periode Rasulullah SAW yaitu al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan tasyri’ kedua yang dilihat dari kekuatan dan kandungannya mencakup ijtihad sahabat, tabi’in dan ulama sesudahnya. Tasyri’ tipe kedua ini dalam pandangan Umar Sulaiman al-Asyqar dapat dibedakan menjadi dua bidang. Pertama bidang ibadah dan kedua bidang muamalat.[5]
Dalam bidang ibadah, fiqh dibagi menjadi beberapa topik, yaitu :
a. Thaharah
b. Shalat
c .Zakat
d. Puasa
e. I’tikaf
f. Jenazah
g. Haji, umrah, sumpah, nadzar, jihad, makanan, minuman, kurban dan sembelihan.
Akan tetapi ulama Hanafiah seperti Ibnu Abidin berbeda pendapat dalam pembagian fiqh. Dia membagi fiqh menjadi tiga bagian yaitu ibadah, muamalat dan uqubat.
Cakupan fiqh ibadah dalam pandangan mereka shalat, zakat, puasa, haji dan jihad. Cakupan fiqh muamalat adalah pertukaran harta seperti jual beli, titipan, pinjam meminjam, perkawinan, mukhasamah (gugatan), saksi, hakim dan peradilan.Sedangkan cakupan fiqh uqubat dalam pandangan ulama Hanafiah adalah qishash, sanksi pencurian, sanksi zina, sanksi menuduh zina dan sanksi murtad.
Ulama syafi’iyah berbeda pendapat dengan mereka. Fiqh dibedakan menjadi empat yaitu fiqh yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat ukhrawi (ibadah), fiqh yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat duniawi (muamalat), fiqh yang berhubungan dengan masalah keluarga (munakahat) dan fiqh yang berhubungan penyelenggaraan ketertiban negara (uqubat).[6]


BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Secara bahasa maqashid al-syariah terdiri dari dua kata yakni Maqashid dan al-syariah. Maqashid bentuk dari jamak “maqashid” yang berarti tujuan atau kesengajaan. AL-Syari’ah di artikan sebagai “ilal maa” yang berarti jalan menuju sumber air ini dapat pula dikatakan sebagai jalan kea rah sumber pokok kehidupan. Jadi, dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa yang di maksud dengan Maqashid Al-syari’ah adalah tujuan segala ketentuan allah yang disyariatkan kepada umat manusia.
B.SARAN
Semoga dengan adanya pembahasan makalah kami dapat menjadi masukan dan sumber pengetahuan bagi semua orang dan semoga bermanfaat.dan apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah kami memohon maaf Karena kami juga dalam masa belajar.




[1]Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh,(Mesir:Maktabah al- Da’wah al – Islamiyah, tt.).hal:4.
[2] Ibid 5.
[3] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah, tt.),hlm:197.
[4] Khalid Ramadhan Hasan, Mu’jam Ushul Fiqh, (al-Raudhah, 1998), Cet. Ke-1, hlm: 268.
[5] Umar Sulaiman al-Asygar, Tarikh al-Fiqh al- Islamy, (Amman:Dar al-Nafais,1991), hal:21

[6] Umar Sulaiman al-Asygar, Tarikh al-Fiqh al-Islamiyah,(Amman: Dar al-Nafais, 1991), hlm:21

IJTIHAD, ITTIBA’, TAQLID, DAN FATWA BAB II

BAB II
PEMBAHASAN

A. Fiqh dan Ushul Fiqh 

a. Pengertian Fiqh 
Sacara bahasa fiqh  berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqihan yang artinya pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal. Dan secara istilah, fiqh merupakan suatu ilmu yang mendalami hukum yang diperoleh melalui dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah.  
Adapun pengertian fiqh menurut beberapa para ahli, yaitu:
a. Ashshiddieqy “Ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang tafshily”.
b. Hanafi “Mengetahui hukum-hukum syara’ yang mengenai perbuatan dengan melalui dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dari pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan pemikiran dan perenungan.
c. Rosyada “Mengetahuii hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang di kaji dari dalil-dalilnya yang terinci.
Dari beberapa pengertian pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pengertian Fiqh yaitu memahami sesuatu secara mendalam atau sebagai ilmu pengetahuan. 
Hukum mempelajari ilmu fiqh ini adalah wajib atau fardhu ‘ain bagi setiap laki-laki maupun wanita. Dan hukum mempelajari hukum ini bisa berubah tergantung amal yang akan dilakukannya. Yang pertama, kalau amal yang akan dilakukan itu wajib, maka hukum mempelajarinya juga wajib. Seperti shalat lima waktu, hukum mempelajari ilmu yang membahas tata cara shalat lima waktu akan menjadi wajib. Yang kedua, kalau amalannya sunnah, maka mempelajarinyapun menjadi sunnah contohnya shalat rawatib. Akan tetapi, walaupun hukumnya sunnah kalau itu akan dijalankan, maka hukum mempelajariya manjadi wajib pula.

Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang dikehendaki oleh Allahkebaikan atasnya, maka Allah akan menjadikannya paham dalam masalah agamanya” (H.R. Bukhari-Muslim, dari Muawiyah R.A.). Maka dapat disimpulkan bahwa, fiqh ini adalah suatu ilmu yang mempelajari hukum-hukum islam yang mana hukum ini sudah dikumpulkan oleh para ulama’, yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.dan hukum mempelajarinya adalah fardu ‘ain, ketika ingin melakukan suatu amal, karena amalan tersebut harus dikerjakan dengan syarat-syarat tertentu hingga menjadi wajib hukum mempelajarinya.

b. Pengertian Ushul Fiqh 
Secara bahasa, ushul fiqh terdiri dari dua kata. Yang pertama yaitu ushul, ushul adalah bentuk jamak dari al-ashlu yang bararti pondasi, asas, akar, atau dasar atas segala sesuatu. Sedangkan menurut istilah, kata al-ashlu adalah dalil. Misalnya, para ulama mangatakandalil tentang hukum masalah ini ialah ayat sekian dalam Al-Qur’an. Yang kedua fiqh, kata ini berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqihan yang artinya pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal seperti yang telah dibahas secara rinci diatas. 
Adapun pengertian fiqh menurut beberapa para ahli, yaitu:
a. Ibnu Qudamah “Dalil-dalil fiqh yang menunjukkan kepadanya secara garis besar, tidak secara terperinci (Raudhatun Nazhir, 1:60-61)”.
b. Imam Al-Ghazali “Sesungguhnya ushul fiqh itu keterangan tentang dalil-dalil hukum ini dan pengetahuan akan aspek-aspek penunjukkan terhadap hukum-hukum secara garis besar tidak secara terperinci (Lihat, Al-Mustashfa,1:5)”.
c. Ibnu Burhan “Keterangan tentang dalil-dalil hukum secara garis besar (Al-Wushul, 1:51)”.
Dari beberapa pengertian pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pengertian Ushul fiqh mengenai dalil-dalil dan pengetahuan secara garis besar bukan terperinci.
Jadi, pengertian ushul fiqh adalah dalil-dali fiqh yang termasuk kedalam ilmu hukum islam yang mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori, dan sumber-sumber secara umum dalam rangka menghasilkan hukum islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut.Dalil-dalil yang dimaksud adalah kaidah atau kajian umum yang bersifat universal, sedangkan dalil-dalil rinci dibahas dalam ilmu fiqh dan jelas berbeda.

B. Ijtihad 
Kata ijtihad barasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang artinya barsungguh-sungguh. Sedangkan menurut istilah ijtihad adalah mencurahkan segala upaya sekuat tenaga dalam memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas secara menditeil atau kejelasannya masih umum didalam Al-quran maupun hadis Nabi dengan menggunakan logika sehat dan pertimbangan matang.  
Adapun pengertian Ijtihad menurut beberapa para ahli, yaitu:
a. Imam Mahdi “Mencurahkan segala kemampuan untuk mencari hukum syara’ yang bersifat zhanni sampai dirinya merasa tak mampu mencari tambahan kemampuan.
b. Ibrahim Hoesen “Ijtihad tidak diterapkan pada konsep pengertian sesuatu yang mudah atau ringan”.
c. Ulama Ushul “Usaha seorang ahli fiqih menggunakan seluruh kemampuan untuk menggali hukum yang bersifat amaliah (praktis) dari dalil-dalil yang terperinci”.
Dari beberapa pengertian pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pengertian Ijtihad adalah usaha yang dilakukan dengan sunguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilakukan dengan siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al-Qur’an maupun hadist atau dengan kata lain, menggali dan kemudian mengistinbatkan hukum-hukum syara’ yang kemudian dipublikasikan kepada orang awam dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. 
Ijihad biasa sering kita dengar sebagai jihad yang biasa diartikan perang, hal ini dikarenakan berjihad tentu dilakukan dengan bersusah payah. Suatu perbuatan dapat diktakan jihad apabila dilakukan dengan segenap kekuatan yang dimilikinya. Maka, dapat dikatakan bahwa ijtihad adalah menghabiskan kesanggupan dalam memperoleh suatu hukum syara’ yang ‘amali dengan jalan mengeluarkan dari kitab dan sunnah. 

SAMBUNGAN >>> BAB II PART III

Manfaat dan kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Diketahui bahwa fiqh itu wajib ein hukumnya untuk dipelajari bagi tiap mukalaf. sebagai umat islam tentu wajib melaksanakan kewajibannya untuk melakukan ibadah yang berbentuk amaliyah.
Fiqh lahir dari ushul fiqh, yakni ushul fiqh adalah pencetus lahirnya hukum fiqh. Ushul fiqh berperan sebagai penetapan segala hukum fiqh sedangkan fiqh adalah hasil dari pada ushul fiqh. Ushul fiqh tidak lahir dengan begitu saja, dalam menetapkan hukumada peran imam ijtihad yang mensyarahkan nash yang masih ijmali dan mengeluarkan fatwa hukum yang belum ada pada masa Rasulullah SAW.
Hukum ijtihat tidak terlepas dan melenceng dari  AL-QURAN dan Assunah karena tidak sembarangan orang dapat mengijtihadkan hukum dan tentu ada kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi imam mujtahid. Oleh karena itu kami akan mencoba menjelaskan pengertian fiqh dan ushul fiqh serta manfaat dan kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh mudah-mudahan penjelasan kami dalam makalah ini dapat menambah wawasan kita dalam belajar fiqh dan ushul fiqh. Kritik dan saran dari dosen bidang studi serta teman-teman selalu kami harapkan.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian fiqh dan ushul fiqh?
2.      Manfaat mempelajari fiqh dan ushul fiqh?
3.      Kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh?




C.     Tujuan masalah
Dari rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa tujuan penulis dalam makalah ini tidak lepas dari rumusan masalah yang penulis paparkan, yakni: 1. Dapat mengetahui apa pengertian fiqh dan ushul fiqh.
2. manfaat serta kegunaan memplajari fiqh dan ushul fiqh.
3. kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh.

 sebagai umat islam kita wajib belajar fiqh dan sebagai orang awam mengetahui ushul fiqh sebagai sumber asal ilmu fiqh, yang tujuannya meskipun tidak mencetuskan hokum layaknya imam mujtahid fiqh menfatwakan hukum setidaknya mempelajari, mengetahui, serta menghafal sedikit kaidah fiqh.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian fiqh dan ushul fiqh
Istilah ushul fiqh dilihat dari dua sisi. Dari sisi tarkib idhofi dan dari sisi laqab (sebagai istilah untuk ilmu tertentu). Ushul fiqh sebagai takrib idhofi terdiri dari kata ( أصول ) dan fiqh yang mempunyai makna tersendiri. Kata ushul merupakan jama’ dari ashl yaitu berarti sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lain. Atas dasar ini  ushul fiqh dipandang sebagai sandaran bagi fiqh dan sebagai alat untuk melahirkan fiqh.
Secara istilah kata ashal mempunyai beberapa arti, yaitu[1]
1.      Al- kaidah al- kulliyah (kaidah umum), yakni suatu ketentuan yang bersifat umum yang berlaku untuk seluruh cakupannya. Misalnya ketentuan tentang keharaman bangkai bagi setiap muslim dengaan berlandaskan pada firman Allah  QS: al-baqarah;173:
“sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang ketika disembelih disebut (nama) selain Allah.
2.      Dalil (landasan hokum) seperti ungkapan para ahli ushul fiqh bahwa aslu lilwujubi al-sholat al-kitabu wa al-sunnah (dalil wajib sholat adalah alquran dan sunnah)
3.      Rajih (yang terkuat) seperti ungkapan para ahli usul fiqh:
الاصل في الكلا م الحقيقه
“Yang dipandang kuat dari suatu ungkapan adalah makna hakikat”.
Dengan demikian setiap perkataan yang dibaca dan didengar yang menjadi patokan adalah makna hakikat dari bacaan dan perkataan itu.



4.      Mustashhab, yaitu memberlakukan hokum yang ada sejak semula selama belum ada dalil yang membatalkan atau merubahnya. Misalnya, seseorang yang menyakini bahwa ia telah berwudhu, lalu ia ragu apakah masi ataupun sudah batal. Namun ia merasa yakin belum melakukan sesuatu yang membatalkan wudhunya maka berdasarkan kaidah tadi orang tersebut tetap masi suci karena pada mulanya memang dia telah bersuci (wudhu).
5.      Al- maqis (cabang) seperti tindakan para ulama mengqiaskan terjadinya riba pada beras dan gandum adalah ashl karena ada ketentuan hukum mengenai ribanya dalam hadis nabi.

Dari lima pengertian ushul secara bahasa, ushul dengan pengertian dalil yang biasa dipakai dalam ilmu ushul fiqh. Pandangan seperti ini dianut oleh al- syatibi dalam kitabnya al-munawarah fi ushul as-syariah  yang memehami ushul fiqh dalam dua bentuk. Pertama sebagai al-kuliyat al-khams yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah atau disebut pula dengan al-adilah (ushul-ushul al fiqh. Bentuk pertama ini semuanya qath’i. Kedua sebagi al-Qawanin yang diistinbathkan dari Al-Qur’an dan sunnah. Bentuk terakhir ini lazim dikenal banyak orang dengan ushul fiqh.
Sementara kata fiqh secara etimologi berasal dari kata فقها yang merupakan masdar dari fiil madhi fakiha dan fiil mudharik yafkahu berarti paham . selain itu ada yang berpandangan bahwa fiqh berarti paham yang mendalam untuk sampai kepadanya perlu mengerahkan pemikiran secara ijtihad (sungguh-sungguh). Kedua arti fiqh ini dipakai para ulama dan masing-masing mempunyai alasan yang kuat. Kata fiqh juga digunakan untuk menunjukkan pemahaman terhadap sesuatu dengan baik secara zahir maupun batin.
Kata fiqh berkembang dikalangan ulama secaara khusus berarti paham yang mendalam. Orang yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang fiqh disebut faqih. Kata fuqaha atau yang seakar dengannya muncul dalam Al-Qur’an sebanyak 20 kali yang sebagian besaarnya mengacu kepada makna pemahaman mendalam[2].

Fiqh merupakan hasil kreatifitas mujtahid dalam menggali dalil-dalil tentang suatu persoalan hokum baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunnah, hal itu bukan diproleh melalui taqlid, disisi lain juga bukan dikatakan fiqh bila mengetahui hukum Allah melalui ketentuan yang termasuk dalam kategori ma’lum bi al-dharurah.
Kalangan syaf’iyaah mendefinisikan: fiqh adalah ilmu tentang hokum syara’ yang bersifat amaliyah diproleh melalui dalili-dalil yang terperinci.
Sementara kalangan Hanafiyah mendefinisikan:fiqh adalah: fiqh adalah pengetahuaan seseorang tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban.
Kalangan syafi’iyah muta’akhirin seperti imam al-ghazali memberi definisi: fiqh adalah sumber bagi ilmu tentang akhirat.
Fiqh sebagai hasil ijtihad mujtahid dapat berubah, beragam dan dikembangkan mujtahid berikutnya. Kemungkinan berubahnya fiqh mengambarkan keelastisannya. Fiqh memiliki relativitas dari sisi kepada siapa fiqh tersebut dinisbahkan (dinisbahkan) kepada imam syafi’i, Abu hanifah dan imam malik. Relativitasnya dapat diamati dari kawasan mana fiqh dilahirkan, dari kawasan Madinah, Irak, Andalusia dan kawasan lain. Meskipun fiqh bersifat zhan tetapi harus diamalkan mujtahid yang melahirkannya dan siapa yang menyakini.
Dengan membandingkan urairan diatas dan uraian sebelumnya tentang fiqh terlihat bahwa antara fiqh dan ushul fiqh mempunyai hubungan erat. Ushul fiqh membicarakan tentang kaidah-kaidah umum,sedangkan penerapan kaidah-kaidah tersebut kepada ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi merupakan objek kajiaan fiqh sehingga melahirkan fiqh itu sendiri.
Menurut Rizka Agustin) ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah dan hukum fiqh atau disebut dengan ashal, yakni sebelum ditetapkan hukum fiqh maka harus berpedoman terlebih dahulu kepada kaidah fiqh. Fiqh adalah hasil ijtihat atau buah dari ushul fiqh, yang merupakan buah fikir, atau gagasan para imam mujtahid yang telah sampai standar untuk menjadi mujtahid, dan karyanya disebut fatwa yang bisa digunakan oleh masyarakat awam untuk dijadikan panduan, dan pedoman.
Menurut (Eka Nofiya Sari) ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari metode penetapan hukum fiqh yang mana terdapat cara dan kaidah ushul fiqh. Fiqh adalah sekumpulan hukum syarak yang berhubungan dengan perbuatan yang diketahui melalui dalil-dalil yang terperinci, dan dihasilkan dengan jalan ijtihad.
B.     Manfaat mempelajari fiqh dan ushul fiqh
Menurut para ahli ushul fiqh, manfaat utama ilmu ini adalah untuk mengetahui kaidah-kaidah yang bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili (terperinci) sehingga dapat diistinbathkan hukum syara’ yang ditunjukkannya. Melalui kaidah-kaidah ushul fiqh diketahui nash-nash syara’ dan hukum-hukum ditunjukkannya. Dengan ushul fiqh dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan bertentangan satu sama lain. Melalui dalil-dalil yang ada dalam kajian ushul fiqh, seperti qiyas, istihsan, istishab, urf dapat dijadikan landasan menetapkan persoalan yang hukumnya tidak dijelaskan langsung oleh nash.
Sementara manfaat utama fiqh untuk dapat menerapkan hukum syara’ terhadap segala perbuatan dan perkataan mukallaf. Fiqh meupakan rujukan bagi hakim dalam menetapkan keputusan dan menjadi pedoman bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan, fiqh menjadi petunjuk berharga bagi setiap mukallaf dan menetapkan hukum perkataan dan perbuatannya sehari-hari.
Selain itu tujuan yang hendak dicapai dari ilmu ushul fiqh ialah untuk:[3]
1.      Menerapkan kaidah-kaidah dalil syara’yang terinci agar sampai kepada hukum-hukum syara’yang bersifat amali;
2.      Dengan kaidah ushul serta bahasannya itu dapat dipahami nash-nash syara’dan hokum yang terkandung didalamnya.
3.      Mampu memahami secara baik dan tepat  apa-apa dirumuskan ulama mujtahid dan bagaimana mereka sampai kepada rumusan itu.
Ø  Mukalaf mengetahui cara beribadah hukum syar’i kepada allah yang berhubungan dengan amalan yang di instibatkan dengan dalil-dalil yang jelas. Hukum syar’i islam bersumber dari la-qur’an dan dalil-dalil syar’i yang berhubungan  dengan segala tindakan manusia baik ucapan dan perbuatan.
Ø  Mempelajari ilmu figh juda memudahkan mengerjakan hal-hal yang sunah yang bersangkutan dengan ibadah baik yang madha dan ghairu madha.[4]

Manfaat ushul figh bagi seorang mujtahid adalah menjadi pedoman dalam menentukan/menetapkan sesuatu hukum syara’ berdasarkan  dalil yang ia dapatkan, sedangkan bagi seorang muttabi’ karna ia mengetahui dasar hukum dari suatu amal yang ia ikut kerjakan ata yang ia ikuti maka ia terhindar dari perbuatan taglid.
Ushul figh juga sangat berfaedah bagi seorang mujtahid dalam menetapkan hukum syara’. Demikian bagi mahasiswa sarjana agama yang berstatus cendikiawan tentu ia tidak mungkin beramal taglid artinya ia selalu berfikir kritis sebelum melakukan suatu amalan perbuatan[5].


   Ushul fiqh bagi umat yang mendatang, dalam hal ini ada dua maksud mengetahui  ushul fiqh itu:
Pertama, bila kita sudah mengetahui metode ushul fiqh yang dirumuskan ulama terdahulu maka bila suatu ketika kita menghadapi masalah baru yang tidak mungkin ditemukan hukumnya dalam kitab fiqh terdahulu,maka kita dapat mencari jawaban hokum terhadap masalah baru itu dengan cara menerapkan kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.
Kedua, bila kita menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam kitab-kitab fiqh, tetapi mengalami kesukaran dalam penerapannyakarena sudah begitu jauhnya perubahan yang terjadi, dan kita ingin mengkaji ulang rumusan fuqaha lama itu atau ingin merumuskan hokum yang sesuai dengan kemaslahatan dan tuntutan kondisi yang mengkehendakinya, maka usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan kaidah baru yang memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqh. Kaji ulang terhadap suatu kaidah atau menentukan kaidah baru itu tidak mungkin dapat dilakukan bila tidak mengetahui secara baik usaha dan cara ulama lama dalam merumuskan kaidahnya. Hal itu akan diketahui secaa baik dalam ilmu ushul fiqh.
C.     Kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh[6]
v  Kegunaan mempelajari ushul figh adalah untuk mengetahui hukum dengan jalan yakin dan pasti atau dengan jalan dhan yaitu perkiraan yang lebih kuat pada kebenaran. Disamping itu juga ushul figh sangat berguna menghindarkan diri dari mengikuti alasan-alasannya. Dengan kata lain menghindarkan diri dari tag’lid.
Adapun mempelajari kaidah figh berguna untuk menentukan sikap dan kearifan dalam menarik kesimpulan serta menerapkan aturan-aturan figh terhadap kenyataan-kenyataan yang ada, sehingga tidak menimbulkan ekses yang tidak  perlu karena  diperhatikan skala prioritas penerapannya. Tidak bersifat ifrath yaitu lebih dari batas dan tidak pula besikap tafrith yaitu kurang dari batas.
v  Kegunaan mempelajari ilmu figh dirumuskan sebagai berikut:
Ø  Mempelajari figh berguna dalam memberi pemahaman tentang berbagai aturan secara mendalam. Dengan itu kita tahu aturan-aturan secara rinci mengenai kewajiban dan tangung jawab manusia terhadap tuhannya, hak dan kewajiban dalam rumah tangga dan bermasyarakat mengetahui cara bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, nikah, talak, rujuk, warisan dan lain-lain.
Ø  Mempelajari ilmu figh berguna sebagai patokan untuk brsikap dalam menjalani hidup dan kehidupan dengan mngetahui figh kita tahu perbuatan wajib, sunnah, mubah, makruh, haram, sah, batal. Dengan memahami ilmu figh kita brusaha untuk bersikap dan bertingkah laku menuju pada rizha allah.
D.    Contoh-contoh fatwa lama dan sekarang
Dalam hal zakat menurut imam yang empat[7]
Ø  Dalam mazhab hanafi sabilillah adalah fakir-fakir yang menyediakan dirinya dalam perang sabil.
Ø  Dalam mazhab maliki sabilillah yang mujahid yakni lascar yang berperang
Ø  Dalam mazhab hambali sabilillah adalah yang berperang dengan tidak dibelanjai oleh suatu badan yang memberi gaji
Ø  Dalam mazhab syafi’I sabilillah yaitu mujahid yang dengan suka rela berperang
Bagaimana dengan fatwa mufti saat ini disaat Negara aman damai tanpa ada perperangan siapa yang dijadikan kategori sabilillah? Ternyata di Indonesia disebagian desa atau suatu daerah khususnya ACEH mengkategorikan guru TPA yang tidak digaji adalah fisabilillah karena ditarik kesimpulan yang bahwa mereka memberikan ilmu bagi anak-anak muslim untuk pemahaman ilmu agama tentunya sebagai bekal anak muslim dengan suka rela tanpa mengharapkan gaji atau pun hanya menagih iuaran listrik atau peralatan lain namun jasa nya tetap secara suka rela diberikan untuk kemaslahatan umat. Kemudian fatwa tentang itu tidak dipakai lagi dalam kesepakatan ulama Aceh, yang membagikan anggota yang mendapatkan zakat hanya amil zakat,faqir, miskin, mualaf,dan ibnu sabil.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan pemakalah mengenai pokok bahasan dapat kita simpulkan bahwa fiqh dan ushul fiqh sangat erat tekait. Untuk mengeluarkan hokum fiqh atau ingin menfatwakan sesuatu hukum yang bersifat amaliyah dalam hal ibadah, muamalah, munakahat, jinayah dan sebagainya perlu belajar ilmu ushul fiqh. Bila kita tidak jadi seorang mufti yang bisa menfatwakan suatu hokum maka cukup menjadi mufti dalam hal yang ringan saja seperti contoh yang pemakalah sebutkan dalam pembahasan makalah ini yakni mengambil atau menyimpulkan sesuatu hukum bersuci yang bisa kita ambil kesimpulan yang haqqul yaqin.
B.     Saran
Dalam sebuah karya ilmiah tentu pentingnya saran dari pada dosen pembimbing dan teman-teman sekalian. Agar dapat memperbaiki makalah ini untuk memenuhi syarat, menurut prosedur makalah yang telah ada maka pemakalah sngat mengharapkan saran kritik bagi makalah ini yang sangat jauh dari kesempurnaan dan keterbatasan referensi yang mungkin saran dari dosen dan teman-teman mampu meningkatkan hasil makalah yang baik bagi masa yang mendatang.









DAFTAR PUSTAKA
Abbas, siradjuddin. 2008. Empat Puluh Masalah Agama. Jakarta selatan: Pustaka Tarbiyah Baru
Amiruddin, zen. 2009. Ushul fiqh , cet I. Yogyakarta: Teras
Firdaus. 2004. Ushul fiqh. Jakarta timur: Zikrul Hakim
Nata, ubuddin. 2010. Metodelogi studi islam, cet,17, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Syarifuddin, amir. 2008. Ushul fiqh. Jakarta: Kencana Preneda Media Group
Tina Siska hardiansyah, penting belajar figh untuk kehidupan sehari-hari, diakses dari http://www.ummi-online.com.html, pada tanggal 7 juni 2017 pukul 09:20


[1] Firdaus, ushul fiqh (JakartaTimur: Zikrul Hakim, 2004) hlm.1.
[2] Sapiudin shidiq, ushul fiqh (Jakarta: Kencana prenada media group, 2014), hlm.9.
[3] Amir Syarifuddin, ushul fiqh (Jakarta: Kencana prenada  media group, 2008), hlm.48.
[4] Tina Siska hardiansyah, penting belajar figh untuk kehidupan sehari-hari, diakses dari http://www.ummi-online.com.html, pada tanggal 7 juni 2017 pukul 09:20
[5] Amiruddin, zen, ushul fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 12
[6] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet. 3, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 298
[7] Siradjuddin Abbas, Empat Puluh Masalah Agama (Jakarta Selatan: Pustaka Tarbiyah baru, 2008) hlm.135.