Learn from experience

BELAJAR.NET-"Life is a journey to be experienced, not a problem to be solved".

Grateful Every Time

BELAJAR.NET-"Do something today that your future self will thank you for".

the Road to Success

BELAJAR.NET-"Work hard in silence. Success be your noise"..

Learning Without Limits

BELAJAR.NET-"Don't stop learning because life doesn't stop teaching"

Focus on What you Want

BELAJAR.NET-"Your time is limited, so don't waste it living someone else's life".

MAQASHID AL – TASYRI’I AW SYARI’AH

BAB 1
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Setiap manusia pastilah membutuhkan interaksi dengan orang lain, baik dalam urusan umum atau keagamaan. Manusia tidak dapat terlepas dar hal ini karena manusia adalah makhluk social, dan bukanlah makhluk individu yang dapat hidup sendirian tanpa membutuhkan orang lain. Selain berhubungan dengan orang lain, pastilah berhubungan juga dengan tuhan melalui ibadah yang di lakukan setiap hari. Islam dalam hal ini telah di atur semuanya dalam ilmu fiqh dengan segala ketentuan yang berlaku. Ilmu fiqh telah membahas semua tanpa kecuali, akan tetapi pada masalah yang dahulu belum ada dan belum terpikirkan.

RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian  Fiqh ?
2.      Apa pengertian darii Ushul Fiqh ?
3.      Pengertian Maqashid al-syariah
4.      Tujuan umum Maqasid al- Tasryi aw Syari’ah ?
5.      Apa saja macam-macam hukum  Al-Tasryi’ ?

TUJUAN PEMBAHASAN
Makalah ini di susun bertujuan agar kita mengetahui, memahami dan mengerti hal-hal yang berhubungan dengan ilmu ushul fiqh, mulai dari pengertian, definisi,macam-macam apa yang harus kita lakukan dengan benar, dan lain sebagainya.


 BAB 2
 PEMBAHASAN
Pengertian Fiqh dan Ushul fiqh
Pengertian Fiqh
Menurut bahasa, Fiqh berarti pemahaman yang mendalam. Dan menurut istilah Fiqh dapat dipahami dua bahasan pokok dari ilmu fiqh, yaitu bahasan pokok ilmu fiqh, yaitu bahasan tentang hokum-hukum syara’ yang bersifat amali dan keduanya tentang dalil-dalil tafsili.[1]
Beberapa pendapat tentang definisi fiqh. Definisi yang di ajukan Abu Hanafiah ini sejalan dengan keadaan ilmu pengetahuan keislaman di masanya, di mana belum ada pemilihan antara ilmu fikih dalam pengertian yang lebih khusus dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Oleh karena itu sesuai dengan pengertian fiqih yang di sebutkannya itu, istilah fiqih mempunyai pengertian umum, mencakup hukum yang berhubungan dengan akidah seperti kewajiban beriman dan sebagainya, ilmu akhlak, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan amal perbuatan manusia, seperti hukun ibadah, dan mu’amalah.
Jadi fiqh adalah ilmu untuk mengetahui hokum allah yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili). Definisi fiqh secara umum,ialah suatu ilmu yang mempelejari bermacam-macam syariat atau hukum  islam dan berbagai macam aturan hudup bagi manusia, baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat social.
Pengertian Ushul Fiqh
Abdul Wahab Khalaf memberikan definisi bahwa ushul fiqh adalah pengetahuan tentang kaidah dan pembahasannya yang digunakan untuk menetapkan hokum-hukum syara’ yang berhubungan dengan pebuatan manusia dari dalil-dalilnya yang terperinci.[2]
Tujuan  yang ingin dicapai dari ushul fiqh yaitu untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terperinci agar sampai pada hokum-hukum syara’ yang bersifat amali. Dengan ushul fiqh pula dapat di keluarkan suatu hokum yang tidak memiliki nash dengan cara qiyas, istihsan, istishhab dan berbagai metode pengambilan hokum yang lain. Selain itu dapat juga di jadikan sebagai pertimbangan tentang sebab terjadinya perbedaan madzhab di antara para imam mujtahid.

Pengertian Maqashid Al-Syari’ah
Secara bahasa maqashid al-syariah terdiri dari dua kata yakni Maqashid dan al-syariah. Maqashid bentuk dari jamak “maqashid” yang berarti tujuan atau kesengajaan. AL-Syari’ah di artikan sebagai “ilal maa” yang berarti jalan menuju sumber air ini dapat pula dikatakan sebagai jalan kea rah sumber pokok kehidupan.[3]
Jadi, dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa yang di maksud dengan Maqashid Al-syari’ah adalah tujuan segala ketentuan allah yang disyariatkan kepada umat manusia.
Syekh Muhammad abu Zahra dalam kitabnya ushul fiqh merumuskan tiga tujuan kehadiran hokum islam:
    Membina setiap individu agar menjadi sumber kebaikan bagi orang lain, tidak menjadi sumber keburukan bagi orang lain.
     Menegakkan keadilan dalam masyarakat baik  sesama muslim maupun nonmuslim.
 Merealisasikan kemaslahatan.
Tujuan ketiga ini merupakan tujuan puncak yang melekat pada hokum islam secara keseluruhan.maka tidak ada syariat yang berdasarkan al-qur’an dan hadis kecuali didalamnya terdapat kemaslahatan yang hakiki dan berlaku secara umum.
Tujuan umum maqasyid syariah
Imam al-syatibi dalam kitab al-muwafaqat berkata : “sekali-kali tidaklah syariat itu dibuat kecuali untuk merealisasikan manusia baik di dunia maupun di akhirat dan rangka mencegah kemafsadatan yang akan menimpa mereka.”
Tujuan umum dari hokum syariat adalah untuk merealisasikan kemaslahatan hidup manusia dengan mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat. Kemaslahatan yang menjadi tujuan hokum islam adalah kemaslahatan yang hakiki yang beroriebtasi kepada terpeliharanya lima perkara yaitu agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan. Dengan kelima perkara inilah manusia dapat menjalankan kehidupannya yang mulia.[4]
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari maqashid al-syariat, maka berikut ini akan dijelaskan kelima pokok kemaslahatan dengan peringkatnya masing-masing, sebagaimana dijelaskan oleh fathurrahman djamil. Uraian ini bertitik tolak dari kelima pokok kemaslahatan yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kemudian dari kelima pokok itu akan dilihat berdasarkan tingkat kepentingan atau kebutuhannya masing-masing.
Memelihara agama (hifz al-din)
Menjaga dan memelihara agama berdasarkan kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat.
1.      Memelihara agama dalam tingkat daruriyat (pokok), yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban agama yang termasuk tingkat primer seperti melaksanakan shalat lima waktu.
2.      Memelihara agama dalam tingkat hajiyat, yaitu melaksanakan ketentuan agama dengan maksud menghindari kesulitan seperti shalat jama’ dan qashar bagi orang yang berpergian.
3.      Memelihara agama dalam tingkat tahsiniyat,yaitu mengikuti petunjuk agama dan menjunjung tinggi martabat manusia sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap tuhan.
Memelihara jiwa (hifz an-nafs)
Memelihara jiwa berdasarkan kepentingannya dapat dibedakan tiga peringkat yaitu:
1.      Memelihara jiwa dalam tingkat daruriyat seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup.
2.      Memelihara jiwa dalam tingkat hajiyat seperti dibolehkannya berburu dan menikmati makanan dan minuman yang lezat.
3.      Memelihara jiwa dalam peringkat tahsiniyat seperti ditetapkannya tata cara makan dan minum.
 Memelihara akal (hifz al-aql)
Memelihara akal dapat dilihat dari segi kepentingannya yaitu :
1.      Memelihara akal dalam tingkat daruriyat seperti diharamkannya meminum minuman keras.
2.      Memelihara akal dalam tingkat hajiyat seperti anjuran untuk menuntut ilmu pengetahuan .
3.      Memelihara akal pada tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari menghayalatau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah.
Memelihara keturunan (hifz an-nasl)
Memelihara keturunan,dilihat dari tingkat kebutuhannya yaitu :
1.      Memelihara keturunan dalam peringkat daruriyat seperti disyariatkannya nikah dan larangan zina.
2.      Memelihara keturunan dalam tingkat hajiyat,seperti ditetapkannya menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikannya hak talak pada suami.
3.      Memelihara keturunan dalam tingkat tahsiniyat, seperti disyariatkan khitbah (meminang) atau walimah dalam perkawinan.
 Memelihara harta (hifz al-mal)
Memelihara harta dapat dibedakan beberapa tingkat yaitu :
1.      Memelihara harta dalam tingkat daruriyat, seperti disyariatkannya tata cara pemilikikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan  cara tidak sah.
2.      Memelihara harta dalam tingkat hajiyat, seperti disyariatkan jual beli dengan cara salam.
3.      Memelihara harta dalam tingkat tahsiniyat,seperti adanya ketentuan agar menghindarkan diri dari usaha penipuan.

Macam-macam Tasyri’
Secara umum tasyri’ dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilihat dari sudut sumbernya dan dari sudut kekuatannya.
Tasyri’ dilihat dari sudut sumbernya dibentuk pada periode Rasulullah SAW yaitu al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan tasyri’ kedua yang dilihat dari kekuatan dan kandungannya mencakup ijtihad sahabat, tabi’in dan ulama sesudahnya. Tasyri’ tipe kedua ini dalam pandangan Umar Sulaiman al-Asyqar dapat dibedakan menjadi dua bidang. Pertama bidang ibadah dan kedua bidang muamalat.[5]
Dalam bidang ibadah, fiqh dibagi menjadi beberapa topik, yaitu :
a. Thaharah
b. Shalat
c .Zakat
d. Puasa
e. I’tikaf
f. Jenazah
g. Haji, umrah, sumpah, nadzar, jihad, makanan, minuman, kurban dan sembelihan.
Akan tetapi ulama Hanafiah seperti Ibnu Abidin berbeda pendapat dalam pembagian fiqh. Dia membagi fiqh menjadi tiga bagian yaitu ibadah, muamalat dan uqubat.
Cakupan fiqh ibadah dalam pandangan mereka shalat, zakat, puasa, haji dan jihad. Cakupan fiqh muamalat adalah pertukaran harta seperti jual beli, titipan, pinjam meminjam, perkawinan, mukhasamah (gugatan), saksi, hakim dan peradilan.Sedangkan cakupan fiqh uqubat dalam pandangan ulama Hanafiah adalah qishash, sanksi pencurian, sanksi zina, sanksi menuduh zina dan sanksi murtad.
Ulama syafi’iyah berbeda pendapat dengan mereka. Fiqh dibedakan menjadi empat yaitu fiqh yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat ukhrawi (ibadah), fiqh yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat duniawi (muamalat), fiqh yang berhubungan dengan masalah keluarga (munakahat) dan fiqh yang berhubungan penyelenggaraan ketertiban negara (uqubat).[6]


BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Secara bahasa maqashid al-syariah terdiri dari dua kata yakni Maqashid dan al-syariah. Maqashid bentuk dari jamak “maqashid” yang berarti tujuan atau kesengajaan. AL-Syari’ah di artikan sebagai “ilal maa” yang berarti jalan menuju sumber air ini dapat pula dikatakan sebagai jalan kea rah sumber pokok kehidupan. Jadi, dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa yang di maksud dengan Maqashid Al-syari’ah adalah tujuan segala ketentuan allah yang disyariatkan kepada umat manusia.
B.SARAN
Semoga dengan adanya pembahasan makalah kami dapat menjadi masukan dan sumber pengetahuan bagi semua orang dan semoga bermanfaat.dan apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah kami memohon maaf Karena kami juga dalam masa belajar.



[1]Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh,(Mesir:Maktabah al- Da’wah al – Islamiyah, tt.).hal:4.
[2] Ibid 5.
[3] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah, tt.),hlm:197.
[4] Khalid Ramadhan Hasan, Mu’jam Ushul Fiqh, (al-Raudhah, 1998), Cet. Ke-1, hlm: 268.
[5] Umar Sulaiman al-Asygar, Tarikh al-Fiqh al- Islamy, (Amman:Dar al-Nafais,1991), hal:21

[6] Umar Sulaiman al-Asygar, Tarikh al-Fiqh al-Islamiyah,(Amman: Dar al-Nafais, 1991), hlm:21

SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM (AL QUR’AN, HADIST, IJMA’, QIYAS)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
                  Hukum islam merupakan istilah khas di Indonesia,sebagai terjemahan dari al-fiqh al-islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syariah al islamy.Istilah ini dalam wacana ahli Hukum Barat disebut Islamic Law.Dalam Al-Qur’an dan Sunnah,istilah al-hukm al-Islam tidak ditemukan.Namun yang digunakan adalah kata syari’at islam,yang kemudian dalam penjabarannya disebut istilah fiqih.Uraian diatas memberi asumsi bahwa hukum dimaksud adalah hukum islam.Sebab,kajiannya dalam perspektif hukum islam,maka yang dimaksudkan  pula adalah hukum syara’ yang bertalian dengan akidah dan akhlak.
                  Penyebutan hukum islam sering dipakai sebagai terjemahan dari syari’at islam atau fiqh islam.Apabila syari’at islam diterjemahkan sebagai hukum islam,maka berarti syari’at islam yang dipahami dalam makna yang sempit.Pada dimensi lain penyebutan hukum islam selalu dihubungkan dengan legalitas formal suatu Negara,baik yang sudah terdapat dalam kitab-kitab fiqh maupun yang belum.Menurut T.M,Hasbi Ashshiddiqy mendefinisikan hukum islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan syariat atas kebutuhan masyarakat.Dalam khazanah ilmu hukum islam di Indonesia,istilah hukum islam dipahami sebagai penggabungan dua kata,hukum dan islam.Hukum adalah seperangkat peraturan tentang tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu Negara atau masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.Kemudian kata hukum disandarkan kepada kata islam.Jadi,dapat dipahami bahwa hukum islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk agama islam.  
B. Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang dapat disimpulkan rumusan masalah seperti berikut :
  1. Bagaimana pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh?
  2. Macam-m,acam dalil hukum yang disepakati ?
  3. Macam-macam dalil yang tidak disepakati ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh/Ushul Fiqh
            Menurut bahasa “Fiqh” berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqihan yang berarti mengerti atau paham berarti juga paham yang mendalam. Dari sini ditariklah perkataan fiqh yang memberi pengertian kepahaman dalam hukum syariat yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Jadi, fiqh adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah,makrruh, atau haram yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshilli).
            Ushul fiqh berasal dari dua kata, yaitu ushul dan fiqh. Ushul adalah bentuk jamak dari kata Ashl (    اصل   )  yang artinya kuat (rajin), pokok sumber, atau dalil tempat berdirinya sesuatu. Jadi ushul fiqh itu adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar atau jalan yang harus ditempuh didalam melakukan istimbath hukum dari dalil-dalil syara’.

B. Pengertian Sumber Hukum Islam
            Pengertian sumber hukum ialah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat,yaitu peraturan yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber Hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah SAW).Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa pada prinsipnya sumber utama hukum islam adalah Al-Qur’an dan Hadist.Disamping itu terdapat beberapa bidang kajian yang erat berkaitan dengan sumber hukum islam yaitu : ijma’, ijtihad, istishab, istislah, istihsun, maslahat mursalah, qiyas,ray’yu, dan ‘urf.[1]
C. Macam-macam dalil yang disepakati
1. Al-Qur’an
            Al-Qur’an adalah sumber atau dasar hukum yang utama dari semua ajaran dan syari’at islam. Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur’an yaitu  105. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat[347],
            Definisi tentang Al-Qur’an telah banyak dirumuskan oleh beberapa ulama’,akan tetapi dari beberapa definisi tersebut terdapat empat unsur pokok,yaitu :
1.      Bahwa Al-Qur’an itu berbentuk lafazt yang mengandung arti bahwa apa yang disampaikan Allah melalui Jibril kepada Nabi Muhammad dalam bentuk makna dan dilafazkan oleh Nabi dengan ibaratnya sendiri tidaklah disebut Al-Qur’an.
2.      Bahwa Al-Qur’an itu adalah berbahasa Arab
3.      Bahwa Al-Qur’an ini diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
4.      Bahwa Al-Qur’an itu dinukilkan secara mutawatir
Ayat Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan beberapa cara dan keadaan,antara lain, yaitu :
1.      Malaikat memasukkan wahyu ke dalam hati Nabi Muhammad SAW
2.      Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-katanya
3.      Wahyu datang seperti gemirincing lonceng
4.      Malaikat menampakkan diri kepada Nabi Muhammad SAW benar-benar sebagaimana rupanya yang asli
Ayat-ayat yang diturunkan tadi dibagi menjadi dua bagian/jenis,yaitu :
1.      Ayat-ayat Makkiyah
2.      Ayat-ayat Madaniyah
Di dalam ajaran islam terdapat ketentuan-ketentuan untuk membentuk sesuatu hukum,yaitu ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Ushul Fiqih.Pengertian bahasa arab “Ushul Fiqih” secara harfiah adalah akar pikiran,dan secara ibarat (tamsil) adalah sumber hukum atau prinsip-prinsip tentang ilmu fiqih.Pada umumnya para fuhaka sepakat menetapkan dan Qiyas.[2]

2. Hadist
             Hadist adalah ucapan Rasulullah SAW tentang suatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia atau tentang suatu hal,atau disebut pula sunnah Qauliyyah.Hadist merupakan bagian dari sunnah Rasulullah.Pengertian sunnah sangat luas,sebab sunnah mencakup dan meliputi:
  1. Semua ucapan Rasulullah SAW yang mencakup sunnah qauliyah
  2. Semua perbuatan Rasulullah SAW disebut sunnah fi’liyah
  3. Semua persetujuan Rasulullah SAW yang disebut sunnah taqririyah
   Pada prinsipnya fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an sebagai penganut hukum yang ada dalam Al-Qur’an.Sebagai penganut hukum yang ada dalam Al-Qur’an,sebagai penjelasan/penafsir/pemerinci hal-hal yang masih global.Sunnah dapat juga membentuk hukum sendiri tentang suatu hal yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.Dalam sunnah terdapat unsur-unsur sanad (keseimbangan antar perawi),matan (isi materi) dan rowi (periwayat).
Dilihat dari segi jumlah perawinya sunnah dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu :

  1. Sunnah Mutawattir : sunnah yang diriwayatkan banyak perawi
  2. Sunnah Masyur : sunnah yang diriwayatkan 2 orang atau lebih yang tidak mencapai tingkatan mutawattir
  3. Sunnah ahad : sunnah yang diriwayatkan satu perawi saja.
Pembagian hadist dapat pula dilakukan melalui pembagian berdasarkan rawinya dan berdasarkan sifat perawinya.
1.      Matan, teks atau bunyi yang lengkap dari hadist itu dalam susunan kalimat yang tertentu.
2.      Sanad, bagian yangg menjadi dasar untuk menentukan dapat di percaya atau tidaknya sesuatu hadist. Jadi tentang nama dan keadaan orang-orang yang sambung-bersambung menerima dan menyampaikan hadist tersebut, dimulai dari orang yang memberikannya sampai kepada sumbernya Nabi Muhammad SAW yang disebut rawi.
Ditinjau dari sudut periwayatnya ( rawi ) maka hadist dapat di golongkan ke dalam empat tingakatan yaitu:
·               Hadist mutawir, hadist yang diriwayatkan oleh kaum dari kaum yang lain hingga sampai pada Nabi Muhammad SAW.
·               Hadist masyur, hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang, kemudian tersebar luas. Dari nabi hanya diberikan oleh seorang saja atau lebih.
·               Hadist ahad, hadist yang diriwayatkan oleh satu, dua atau lebih hingga sampai kepada nabi muhammad.
·               Hadist mursal, hadist yang rangkaian riwayatnya terputus di tengah-tengah,se hingga tidak sampai kepada Nabi Muhammad SAW.        
3. Al-Ijma’
Ijma’ menurut hukum islam pada prinsipnya ijma’ adalah kesepakatan beberapa ahli istihan atau sejumlah mujtahid umat islam setelah masa rasulullah tentang hukum atau ketentuan beberapa masa yang berkaitan dengan syariat atau suatu hal. Ijma merupakan salah satu upaya istihad umat islam setalah qiyas.
Kata ijma’ berasal dari kata jam’ artinya maenghimpun atau mengumpulkan. Ijma’ mempunyai dua makna, yaitu menyusun mengatur suatu hal yang tak teratur,oleh sebab itu berarti menetapkan memutuskan suatu perkara,dan berarti pula istilah ulama fiqih (fuqaha). Ijma berati kesepakatan pendapat di antara mujtahid, atau persetujuan pendapat di antara ulama fiqih dari abad tertentu mengenai masalah hukum.[3]
Apabila di kaji lebih mendalam dan mendasar terutama dari segi cara melakukannya, maka terdapat dua macam ijma’ yaitu :
  1. Ijma’ shoreh (jelas atau nyata) adalah apabila ijtihad terdapat beberapa ahli ijtihad atau mujtahid menyampaikan ucapan atau perbuatan masing-masing secara tegas dan jelas.
  2. Ijma’ sukuti (diam atau tidak jelas) adalah apabila beberapa ahli ijtihad atau sejumlah mujtahid mengemukakan pendapatnya atau pemikirannya secara jelas.
Apabila ditinjau dari segi adanya kepastian hukum tentang suatu hal, maka ijma’ dapat digolongkan menjadi :
  1. Ijma’ qathi yaitu apabila ijma’ tersebut memiliki kepastian hukum ( tentang suatu hal)
  2. Ijma’ dzanni yaitu ijma’ yang hanya menghasilkan suatu ketentuan hukum yang tidak pasti.
Pada hakikatnya ijma’ harus memiliki sandaran, danya keharusan tersebut memiliki beberapa aturan yaitu :
Pertama: bahwa bila ijma’ tidak mempunyai dalil tempat sandarannya, ijma’ tidak akan sampai kepada kebenaran.
Kedua: bahwa para sahabat keadaanya tidak akan lebih baik keadaan nabi, sebagaimana diketahui, nabi saja tidak pernah menetapkan suatu hukum kecuali berdasarkan kepada wahyu.
Ketiga: bahwa pendapat tentang agama tanpa menggunakan dalil baik kuat maupun lemah adalah salah.kalau mereka sepakat berbuat begitu berati mereka sepakat berbuat suatu kesalahan yang demikian tidak mungkin terjadi.
Keempat: bahwa pendapat yang tidak didasarkan kepada dalil tidak dapat diketahui kaitannya dengan hukum syara’ kalau tidak dapat dihubungkan kepada syara’ tidak wajib diikuti.[4]

4. Al-Qiyas
Qiyas ialah menyamakan suatu peristiwa yang tidak ada hukumnya dalam nash kepada kejadian yang lain yang hukumnya dalam nash karena adanya kesamaan dua kejadian dalam illat hukumnya.Seterusnya dalam perkembangan hukum islam kita jumpai qiyas sebagai sumber hukum yang keempat. Arti perkataan bahasa arab “Qiyas” adalah menurut bahasa ukuran, timbangan. Persamaan (analogy) dan menurut istilah ali ushul fiqih mencari sebanyak mungkin  persamaan antara dua peristiwa dengan mempergunakan cara deduksi (analogical deduction).
Yaitu menciptakan atau menyalurkan atau menarik suatu garis hukum yang baru dari garis hukum yang lama dengan maksud memakaiakan garis hukum yang baru itu kepada suatu keadaan, karena garis hukum yang baru itu ada persamaanya dari garis hukum yang lama.Sebagai contoh dapat dihadirkan dalam hal ini yaitu surat Al-Maidah ayat 90,yakni :

“ hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk berhala) mengundi nasb dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”(QS.Al-Maidah : ayat 90)
Menurut ketentuan nash, khamar dilarang karena memabukkan da dampak negatifnya akan menyebabkan rusaknya badan, pikiran dan pergaulan. Dengan  demikian sifat memabukkan dimiliki sebagai sebab bagi ketentuan hukum haram. Hal ini dapat diqiyaskan bahwa setiap minuman yang memabukkan haram hukumnya jadi dilarang di dalam hukum islam.[5]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sumber Hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah SAW).
 Al-Qur’an adalah sumber atau dasar hukum yang utama dari semua ajaran dan syari’at islam.
Hadist adalah ucapan Rasulullah SAW tentang suatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia atau tentang suatu hal,atau disebut pula sunnah Qauliyyah.
Ijma’ menurut hukum islam pada prinsipnya ijma’ adalah kesepakatan beberapa ahli istihan atau sejumlah mujtahid umat islam setelah masa rasulullah tentang hukum atau ketentuan beberapa masa yang berkaitan dengan syariat atau suatu hal.
Qiyas ialah menyamakan suatu peristiwa yang tidak ada hukumnya dalam nash kepada kejadian yang lain yang hukumnya dalam nash karena adanya kesamaan dua kejadian dalam illat hukumnya.
B.     SARAN
Kami menyadari makalah ini terbatas dan banyak kekurangan untuk dijadikan landasan kajian ilmu, maka kepada para pembaca agar melihat referensi lain yang terkait dengan pembahasan makalah ini demi relevansi kajian ilmu yang akurat. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca sekalian, terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Zainuddin,  Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika, Sudarsono, 2005
Hamidi Jazim, Hukum islam, Teori Penemuan Hukum islam, Yogyakata, 2004.





[1] Ali Zainuddin,  Hukum Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, Sudarsono, 2005), hal. 13.

[2] Ali Zainuddin,  Hukum Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, Sudarsono, 2005), hal. 16.

[3] Ali Zainuddin,  Hukum Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, Sudarsono, 2005), hal. 18.

[4] Hamidi Jazim, Hukum islam, Teori Penemuan Hukum islam, (Yogyakata, 2004), hal. 13.

[5] Hamidi Jazim, Hukum islam, Teori Penemuan Hukum islam, (Yogyakata, 2004), hal. 17.

DAFTAR INDONESIA TERINDEKS SCOPUS

                           DAFTAR JURNAL ILMIAH INDONESIA TERINDEKS SCOPUS PER OKTOBER 2017

                            
No.
Name of Journal
ISSN
Indexed by Scopus
Publisher’s Name
website
1
Acta Medica Indonesiana
01259326
2004-ongoing
Indonesian Society of Internal Medicine
2
Agrivita
01260537
2013-
ongong
University of Brawijaya
3
Al-Jami’ah
0126012x
2014-ongoing
UIn Sunan Kalijaga
4
ASEAN Journal of Chemical Engineering
16554418
2012-ongoing
Gadjah Mada University
jurnal ini mirip Journal De La Salle University, Manila
5
Biodiversitas
1412033X
2014-ongoing
Biology Dept, Sebelas Maret university Surakarta
6
Biotropia
02156334
2010-0ngoing
Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP)
7
Bulletin of Chemical Reaction Engineering  anc Catalysis
19782993
2011-ongoing
Diponegoro University
8
Critical Care and Shock
14107767
2002-0ngoing
Infonesian Society of Critical Care Medicine
9
Electronic Journal of Graph Theory and Appications
23382287
2017-ongoing
Indonesian Combinatorics Society
10
Gadjah Mada International Journal of Business
14111128
2010-ongoing
Gadjah Mada University
11
Indonesian Journal of Applied Linguistics
23019468
2012-ongoing
Indonesia University of Education
12
Indonesian Journal of Chemistry
14119420
2012-ongoing
Gadjah Mada University
13
Indonesian Journal of Electrical Engineering and Computer Science
25024752
2016-ongoing
Institute of Advanced Engineering and Science (IAES)
14
Indonesian Journal of Geography
00249521
2015-ongoing
Gadjah Mada University
15
Internasional Journal of Electrical and Computer Engineering
20888708
2014-ongoing
Institute of Advanced Engineering and Science (IAES)
16
Internasional Journal of Power Electronics and Drive Systems
2088894
2011-0ngoing
Institute of Advanced Engineering and Science (IAES)
17
Internasional  Journal of Technology
20869614
2010-ongoing
Faculty of Engineering, University Indonesia
18
Internasional Journal on Advance Science, Egineering and Information Tecnology
20885334
2015-ongoing
INSIGHT-Indonesian Scociety for Knowledge and Human Development
19
Internasional Journal on Electrical Engineering and Informatic
20856830
2009-ongoing
The School of Electrical Engineering and Informatics, ITB
20
Journal of Engineering and Technological Sciences
23375779
2013-0ngoing
Institut Teknologi Bandung (ITB)
21
Journal of ICT Research and Applications
23375787
2013-0ngoing
Institut Teknologi Bandung (ITB)
22
Journal of Indonesian Islam
19786301
2016-ongoing
State Islamic University of Sunan Ampel Surabaya
23
Journal of Mathematical and Fundamental Sciences
23375760
2013-ongoing
Institute for Research and Community Services, ITB
24
Journal of The Indonesian Tropical Animal Agriculture
20878273
2016-ongoing
Diponegoro University
25
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia
23391286
2017-ongoing
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
26
Kukila
02169223
2012-ongoing
WCS-Indonesia
27
Media Peternakan
01260472
2010-ongoing
Bogor Agricultural University
28
Medical Journal of Indonesia
08531773
2015-ongoing
Faculty of Medicine Universitas Indonesia
29
Studia Islamika
02150492
2014-ongoing
Gedung Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta
30
Telkomnika
16936930
2011-ongoing
Institute of Advanced Engineering and Science (IAES)
Sumber: SCOPUS Journal List October 2017