FIQH JARIMAH


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Perlu di ketahui bahwa syariah tidak menciptakan hukum-hukum dengan kebetulan, tetapi dengan hukum-hukum itu bertujuan untuk mewujudkan maksud-maksud yang umum. Kita tidak dapat  memahami nash-nash yang hakiki kecuali mengetahui apa yang di maksud oleh syara’ dalam menciptakan nash-nash itu. Petunjuk-petunjuk lafadz dan ibaratnya terhadap makna sebenarnya, kadang-kadang menerima beberapa makna yang di jelaskan yang salah satu maknanya adalah mengetahui maksud syara’. 


B.   Rumusan Masalah

1.        Pengertian ushul fiqh dan fiqh ?
2.        Pengertian fiqh jinayah dan jarimah ?
3.        Unsur-unsur jarimah dan macam-macam jarimah?
4.        Pengertian Ta’zir ?

C.   Tujuan

  1. Mengetahui pengertian ushul fiqh dan fiqh.
  2. Mengetahui pengertian fiqh jinayah dan jarimah.
  3. Mengetahui unsur-unsur jarimah dan macam-macam jarimah.
  4. Mengetahui pengertian Ta’zir.

BAB II

PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN USHUL FIQH DAN FIQH

1.      Pengertian ushul fiqh
Ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar,teori-teori,sumber-atau jalan yang harus di tempuh di dalam melakukan istimbah hukum dari dalil-dalil syara’.
Ushul fiqh adalah kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang di pergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalil yang bersifat amaliah dan di ambilkan dari dalil-dalil yang tafsili  (Rauzah)
Ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum dalam islam yang menyangkut tentang kaidah-kaidah yang ada dalam islam  (Fajar)
2.      Pengertian fiqh
Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang mengenai perbuatan dengan melalui dalil-dalilnya yang terperinci
            Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan hukum syara’ tentang perbuatan manusia berdasarkan dalil-dalil yang terperinci lebih dalam (Fajar)
            Fiqh adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum shara’ yang bersifat fa’riyah (cabang),yang di hasilkan dari dalil-dalil yang tafsil(khusus,terinci,dan jelas). (rauzah)

B. PENGERTIAN FIQH JINAYAH DAN JARIMAH

            Fiqh jinayah adalah fiqh yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi hak Allah,hak masyarakat dan hak individu dari tindakan-tindakan yang tidak di benarkan menurut hukum.[1]
            Fiqh jinayah adalah mengetahui berbagai ketentuan hukum tentang perbuatan-perbuatan  kriminal yang di lakukan orang-orang mukallaf,sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil yang terinci.(rauzah)
            Fiqh Jinayah adalah fiqh yang mengatur tentang hukum-hukum ALLAH melalui dalil-dalil secara terperinci tentang hak allah maupun hak seorang hambanya (FAJAR)
            Yang di maksud dengan tindakan kriminal menurut zarqa adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan.[2]
Ruang lingkup fiqh jinayah ini mencakup ketentuan-ketentuan hukum tentang berbagai tindakan kejahatan kriminal,yaitu pencurian,perzinaan,homoseksual,menuduh seorang melakukan perzinaan,minum khamar,membunuh atau melukai orang lain,merusak harta orang,dan melakukan gerakan-gerakan kekacauan.
Jenis-jenis hukuman untuk kejahatan-kejahatan tersebut ada yang berbentuk hudud,qisash,dan diyat.[3]
 Hukum pidana islam dalam fiqih islam disebut dengan istilah al-jinaayat,yang artinya adalah perbuatan dosa,kejahatan atau pelanggaran. Semua perbuatan dosa,kejahatan atau pelanggaran adalah perbuatan yang termasuk dalam perbuatan pidana(jarimah). 
            Al-Mawardi dalam kitab nya Al-Ahkam As-Sulthaaniyah memberikan beberapa definisi istilah yang terkait dengan jarimah,yaitu sebagai berikut:
a.       Jarimah adalah larangan-larangan syara’ yang di ancam dengan hukuman Hadd atau Ta’zir.
b.      Hukuman hadd adalah hukuman yang telah di pastikan ketentuanya dalam nash al-qur’an dan sunnah rasul.
c.       Hukuman ta’zir adalah hukuman yang ketentuanya tidak di pastikan dalam nash al-quran dan sunnah rasul tetapi ketentuanya menjadi wewenang penguasa.
Larangan-laranga syarak yang di sebut jarimah itu dapat berupa pelanggaran terhasap hal-hal yang di larang,misalnya melanggar larangan zina,minum-minuman keras dan juga dapat berupa hal-hal yang di perintahkan,misalnya mengabaikan kewajiban zakat.

C. UNSUR-UNSUR JARIMAH DAN MACAM-MACAM JARIMAH

 1. unsur-unsur jarimah
            Sesuatu perbuatan dapat di pandang sebagai jarimah jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1)      Unsur formal,yaitu adanya nash atau dasar hukum yang menunjuk kan sebagai jarimah.
2)      Unsur material,yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah di lakukan.
3)      Unsur moral,yaitu adanya niat atau kesengajaan pelaku untuk berbuat jarimah.
 2. Macam-macam jarimah
            Dilihat dari berat ringanya macam hukum yang di ancam kan,hukum pidana islam mengenal empat macam jarimah,yaitu :
1)      Jarimah qishash,yaitu jarimah yang di ancam dengan hukuman qisash yaitu hukuman yang sama dengan jarimah yang dilakukan.yang termaksud jarimah ialah :
a.       Pembunuhan dengan sengaja,ancaman hukumannya adalah pidana mati.
b.      Penganiayaan dengan  sengaja yang mengakibat kan terpotong atau terlukannya anggota badan,ancaman hukumanya adalah sama yaitu di potong atau di lukai anggota badannya.
2)      Jarimah diyat,yaitu jarimah yang di ancam dengan hukuman diyat,yaitu hukuman ganti rudi atas penderitaan yang di alami korban atau keluarganya,yang termaksud jarimah ini adalah:
a.       Pembunuhan tidak sengaja hukuman dari jarimah ini adalah membayar diyat/ganti rugi.
b.      Penganiayaan tidak sengaja,ancaman hukuman nya adalah membalas melukai anggota badan orang yang menganiaya atau membayar diyat/ganti rugi sesuai dengan permintaan penderita atau keluarganya.
3)      Jarimah hudud,ialah jarimah yang di ancam dengan hukuman hadd yaitu hukuman yang telah di tentukan oleh allah dalam nash Al-quran atau sunnah rasul.hukuman ini tidak dapat di ganti dengan macam hukuman lain atau di batalkan oleh manusia,yang termaksud jarimah ini adalah:[4]
a.       Pencurian,yaitu mengambil harta milik orang lain dengan cara sembunyi dari tempat simpananya dengan maksud untuk dimiliki,ancaman hukuman pencurian adalah potong tangan,hukuman ini telah di jelaskan dala al-quraan surah al-maidah ayat 38 yang berbunyi ;
“lelaki-lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan kuduanya (sebagai) balasan bagi yang mereka kerjakan,dan sebagai siksaan dari Allah”
b.      Perampokan yaitu kejahatan merampas harta di jalan umum dengan cara kekerasan,jarimah perampokan di sebut hirabah,ancaman hukumanya adalah di hukum mati dan di salib,di potong tangan atau kakinya atau di asingkan
c.       Pemberontakan jarimah ini ancaman hukumanya adalah di perangi kemabali.[5]

4)      Zina yakni  melakukan hubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang sah,baik di lakukan dengan suka atau pun paksaan,perbuatan ini di golongkan sebagai tindakan kejahatan karena akan merusak tatanan sosial,serta akan melahirkan anak-anak yang tidak jelas bapaknya,hukuman dari jarimah ini adalah di rajam(di lempari batu sampai meninggal).

5)      Menuduh zina (qadzaf) perbuatan ini di haram kan dalam rangka memelihara kehormatan dan martabat manusiayang biasa terganngu dengan lontaran tuduhan perbuatan nista trsebut,terutama jika di tunjukkan kepada orang baik dan punya kedudukan mulia di tengah-tengah masyarakatnya,hukuman orang yang melakukna perbuatan ini adalah di cambuk sebanyak 80 kali,sebagai mana di tegaskan dalam surah al-nur ayat 4 yang berbunyi; “orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik berbuat zina,dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,maka deralah mereka delapan puluh kali.dan janganlah kamu terima kesaksian merek selama-lamanya”[6]

D. Pengertian Ta’zir

Ta’zir adalah bentuk mashdar dari kata ﻋَﺰَﺮَ۔ﻴَﻌْﺰِﺮُ yang secara etimologis berarti ﺍﻠّﺮَﺪُّﻮَﺍﻠْﻤَﻨْﻊُ, yaitu menolak dan mencegah. Kata ini juga memiliki arti ﻨَﺼَﺮَﻩُ menolong atau menguatkan.Hal ini seperti dalam firman Allah berikut :
ﻠِّﺘُﺆْﻤِﻨُﻮْﺍﺑِﺎﷲِﻮَﺮَﺴُﻮْﻠِﻪِےﻮَﺘُﻌَﺯِّﺮُﻮﻩُﻮَﺘُﻮَﻘِّﺮُﻮﻩُﻮَﺘُﺴَﺑِّﺤُﻮﻩُﺑُﻜﺮَﺓًﻮَٲَﺻِﻴﻼً۞ 
“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Fath:9)

Sebagian ulama mengartikan ta’zir sebagai hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang tidak di tentukan Al-Qur’an dan Hadis. Ta’zir berfungsi memberikan pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah hukuman terhadap perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan hukuman had atau kafarat.

A. Pembagian jenis ta’zir

Berdasarkan hak yang dilanggar oleh pelaku, Imam Muhammad Abu Zahrah membagi hukuman ta’zir menjadi dua, yaitu sanksi ta’zir yang berkaitan dengan hak Allah dan sanksi ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran hak manusia. Ia pun berpendapat:

Sanksi-sanksi ta’zir sama dengan sanksi-sanksi yang telah ditentukan (qishash dan hudud). Sebagian ada yang merupakan hak Allah dan sebagian merupakan hak manusia. inilah pembagiannya secara umum.
Contoh beberapa pelanggaran yang berkaitan dengan hak Allah dan pelakunya harus dihukum ta’zir, di antaranya perbuatan bid’ah, pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW, perdagangan manusia, berbisnis narkoba, manipulasi, riba, dan kesaksian palsu.

Contoh beberapa pelanggaran yang berkaitan dengan hak manusia, seperti dalam kasus pembunuhan semi-sengaja. Di samping adanya kewajiban pemberian diyat oleh pelaku kepada keluarga korban, masih terdapat satu sanksi lagi berupa ta’zir untuk memelihara hak manusia. demikian pula
pemberlakuan hukuman ta’zir dalam masalah penganiayaan yang tidak mungkin dihukum qishash. Contoh lainnya yaitu percobaan pembunuhan atau kasus penyekapan.

Wahbah Al-Zuhaili juga mengemukakan pernyataan sebagai berikut, ta’zir dapat terjadi pada setiap jarimah yang tidak masuk dalam cakupan had dan kafarah, baik menyangkut pelanggaran terhadap hak Allah seperti makan pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan shalat (menurut jumhur ulama), menjalankan praktik riba, melemparkan barang najis atau berbahaya lain ke jalan-jalan umum. Ta’zir juga dapat berlaku pada pelanggaran terhadap hak manusia, seperti mencium atau melakukan perbuatan tidak senonoh, mencuri tetapi tidak mencapai nishab syar’I (satu dinar atau sepuluh dirham) menurut Abu Hanifah, mencuri bukan dari tempat penyimpanannya, berkhianat terhadap amanah, suap, qadzf dan mencaci atau menyakiti.

Pendapat ulama’ terkait hukuman mati sebagai ta’zir

Hukuman ta’zir juga terdapat dalam Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu
  1. Hukuman mati
  2. Hukuman penjara
  3. Hukuman ganti rugi 

Menurut Wahbah Al-Zuhaili mengatakan :

Pada umumnya sanksi-sanksi yang terdapat di dalam undang-undang berasal dari sisi ta’zir. Undang-undang itu sebagai satu-satunya aturan yang dirumuskan untuk menanggulangi berbagai kejahatan dan menghalangi pelaku kejahatan. Undang-undang juga berfungsi menjaga kemaslahatan, menegakkan keadilan dan ketentraman, serta menjaga keamanan dan kenyamanan.

Mengenai eksistensi hukuman mati sebagai qishash dan hudud memang disepakati oleh ulama. Hukuman mati sebagai qishash secara tegas disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 178. Demikian juga hukuman mati sebagai hudud bagi pelaku perampokan, zina mukhson, murtad, dan pemberontakan.

Hukuman mati sebagai ta’zir memang diperbolehkan. Akan tetapi, hal itu tergantung dari jarimah apa yang dilakukan. Berikut pendapat ulama

1. Menurut Ulama Kalangan Hanafiyah

Menurut mereka hukuaman mati sebagai ta’zir dapat diterapkan sebagai pertimbangan politik Negara dan berlaku jarimah tertentu seperti sodomi, atau pelecehan terhadap Nabu Muhammad SAW,merampok, berulang kali mencuri, berselingkuh.

2. Menurut Sebagian Ulama kalangan Syafi’iyah

Hukuman mati sebagai ta’zir dapat diberlakukan terhadap orang yang mengajak orang lain untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan agama yang bertentangan dengan Alquran dan hadis.

3. Menurut Ulama Kalangan Malikiyah

Menurut mereka hukuman mati sebagai ta’zir diperbolehkan, sebagaimana hukuman mati bagi mata-mata muslim tetapi memihak musuh.

4. Menurut Ulama Kalangan Hanabilah

Ibnu Aqil berpendapat bahwa mata-mata muslim yang membocorkan rahasia kepada musuh boleh dihukum mati sebagai ta’zir. Pendapat ini sama dengan pendapat yang mengatakan bahwa para pelaku bid’ah atau orang-orang yang selalu berbuat kerusakan juga boleh dihukum mati.
Pada dasarnya hampir semua ulama membolehkan sanksi mati sebagai hukuman ta’zir apabila ada kemanfaatan dan keadaan pun menuntut untuk itu. Umpamanya, ulul amri berpendapat, tiadanya harapan si mujrim dapat menghentikan perbuatannya, tipisnya si pelaku dapat menjadi baik kembali (dengan parameter pengulangan yang sering dilakukan), atau situasi menghendaki dia harus dimusnahkan dari muka bumi. Maka para ulama membolehkan hukuman mati bagi residivis, penyebar bid’ah, dan jenis lain yang dianggap sangat berbahaya.[7]


BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
      Ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar,teori-teori,sumber-atau jalan yang harus di tempuh di dalam melakukan istimbah hukum dari dalil-dalil syara’.
            Fiqh jinayah adalah fiqh yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi hak Allah,hak masyarakat dan hak individu dari tindakan-tindakan yang tidak di benarkan menurut hukum. Jenis-jenis hukuman untuk kejahatan-kejahatan tersebut ada yang berbentuk
1.      Hudud
2.      qisash,dan
3.      diyat
            Yang di maksud dengan tindakan kriminal menurut zarqa adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan.
            Ta’zir adalah bentuk mashdar dari kata ﻋَﺰَﺮَ۔ﻴَﻌْﺰِﺮُ yang secara etimologis berarti ﺍﻠّﺮَﺪُّﻮَﺍﻠْﻤَﻨْﻊُ, yaitu menolak dan mencegah. Kata ini juga memiliki arti ﻨَﺼَﺮَﻩُ menolong atau menguatkan.

Pendapat ulama’ terkait hukuman mati sebagai ta’zir

Hukuman ta’zir juga terdapat dalam Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu
a.       Hukuman mati
b.      Hukuman penjara
c.       Hukum ganti rugi

B.Saran
Karena keterbatasan pengetahuan kami, hingga hanya inilah yang dapat kami sajikan, dan tentu saja masih sangat kurang dari sisi materinya, maka itu kami mengharapkan masukan baik itu kritik maupun saran dari pembaca demi melengkapi kekurangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A.Djazuli,Fiqh Jinayah (jakarta:Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 13
Abdul Ghofur Anshari,Hukum Islam Dinamika Dan Perkembangannya Di Indonesia (Jogjakarta: Kreasi Total Media,2008), hlm. 238
Al-Shan’ani,hukum pidana islam (jakarta: sinar grafika,2006),hlm.13.
Ibnu Rusyd,Hukum Islam Dan Pranata Sosial (jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995), hlm. 87.
Mushthaf Zarqa,Hukum Pidana Islam (pustaka setia bandung: bandung 2010), hlm.56

Sayid Sabiq, Fikis Sunnah jilid 10 (Bandung:PT.Al-ma’rif),hlm. 412


[1] A.Djazuli,Fiqh Jinayah (jakarta:Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 13.
[2] Mushthaf Zarqa,Hukum Pidana Islam (pustaka setia bandung: bandung 2010), hlm. 56
[3] Sayid Sabiq, Fikis Sunnah jilid 10 (Bandung:PT.Al-ma’rif),hlm. 412
[4] Abdul Ghofur Anshari,Hukum Islam Dinamika Dan Perkembangannya Di Indonesia (Jogjakarta: Kreasi Total Media,2008), hlm. 238.
[5] Ibnu Rusyd,Hukum Islam Dan Pranata Sosial (jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995), hlm. 87.
[6] Al-Shan’ani,hukum pidana islam (jakarta: sinar grafika,2006),hlm.13.
[7] http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/10/fiqh-jinayah-pengertian-tazir-jenis.html

0 comments:

Post a Comment